Jakarta -
Rasanya ada perih di dada saat melihat
anak lain yang seumuran anak kita perkembangannya begitu pesat. Sedangkan anak kita harus berkali-kali ke rumah sakit untuk kontrol atau kondisinya drop. Apalagi beberapa kondisi membuatnya belum bisa melakukan hal-hal yang sudah dilakukan anak lain seusianya.
Ya, itulah yang dirasakan Ifayuni Risdiana. Putranya yang berusia 2,5 tahun, ke mana-mana masih digendong, bahkan belum bisa makan makanan padat. Berkomunikasi dilakukan si kecil dengan menangis. Tapi hal itu sama sekali nggak membuat Ifa, panggilan akrabnya, putus asa dan berlarut dalam kesedihan.
Anak pertama Ifa meninggal saat usianya kurang dari setahun. Sedangkan putra keduanya yang bernama Itmam ini lahir dengan tetralogy of fallot (TOF) yang merupakan komplikasi kelainan jantung bawaan yang khas, hidronefrosis atau pembengkakan ginjal sebelah kanan, dan atrofi papil di mana saraf optikus di mata mengalami kerusakan.
 Ifa dan putranya, Itmam/ Foto: Instagram @ifasandi |
Itmam juga mengalami cerebral palsy, global developmental delay (GDD) yang membuatnya mengalami keterlambatan sensorik, motorik, maupun intelektual. Itmam pun mengalami mikrosefali sehingga kepalanya kecil dan nggak sepenuhnya berkembang, serta terkena infeksi cytomegalovirus (CMV).
Kondisi Itmam memang nggak biasa, sehingga Ifa maklum jika orang-orang yang melihatnya sering menanyakan pertanyaan berulang, misalnya kenapa Itmam masih digendong terus, kenapa Itmam belum makan dan hanya minum susu, serta kenapa-kenapa yang lain. Saat melihat bibir Itmam kering, ada yang menyarankan untuk mengolesinya dengan madu. Pun ketika Itmam diare, ada yang menyarankan untuk memberi Itmam pisang.
"Akunya jadi ketawa, aku kasih tahu kalau Mas Itmam makannya hanya susu. Aku maklum sih, mereka ngasih banyak saran karena peduli dan kadang nggak pas karena memang nggak tahu kondisi Mas Itmam," tutur Ifa saat berbincang dengan HaiBunda.
Pernah juga ada yang berkomentar atau memberi saran dengan nada yang nggak enak didengar. Tapi Ifa memilih untuk menjawabnya dengan lembut. Padahal saya membayangkan jika hidup dengan memakai 'sepatu' Bunda Ifa, belum tentu saya kuat. Bayangkan kita harus rutin membawa anak ke rumah sakit, anak kita gampang terkena infeksi, harus menjalani sejumlah terapi agar bisa mengejar ketertinggalannya, menghadapi rentetan pertanyaan, dan kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Ifa dulunya bekerja menjadi sales promotion girl (SPG) di salah satu mal di Jakarta. Namun sudah lama memilih berhenti setelah menikah dan kemudian hamil. Sedangkan suaminya adalah cleaning service di suatu gedung di kawasan Jakarta Selatan. Saat ini dirinya tinggal di rumah kontrakan sederhana. Untunglah ada BPJS yang meng-cover biaya pengobatan Itmam, sehingga meringankan bebannya. Meski memang Ifa harus pintar-pintar mengalokasikan uang untuk beli susu dan biaya transportasi ke RSCM.
"Aku mengerti ini yang terbaik. Soalnya kalau melihat ke bawah ada yang jauh lebih nggak beruntung. Aku bersyukur Itmam memang sakit, tapi sakitnya di dalam sehingga nggak terlalu kelihatan," tutur Ifa.
"Aku jadi lebih banyak bersyukur saja. Ternyata nikmat sehat itu luar biasa, Bun," sambungnya.
 Ifa dan sang putra, Itmam/ Foto: Instagram @ifasandi |
Setelah Itmam menjalani koreksi jantung, tahap selanjutnya ada sejumlah terapi. Ifa sendiri sudah berbesar hati bila nantinya Itmam nggak akan sesempurna anak-anak lainnya. Keinginan Ifa sederhana, mereka sekeluarga panjang umur dan bareng terus.
"Aku nggak muluk minta agar seperti anak-anak yang lain. Bisa bareng saja terus sudah senang. Cita-cita dokter sih biar Itmam bisa lebih mandiri," kata Ifa.
Berbincang dengan Bunda Ifa membuka hati saya untuk nggak terlalu sering melihat ke atas, dan mensyukuri segala hal yang diberikan Tuhan, yang baik maupun yang terlihat buruk.
Oh iya, jika Bunda ingin tahu update perkembangan Itmam bisa mengecek di Instagram @ifasandi. Jika hendak berdiskusi atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun langsung saja berkomunikasi via whatsapp ke Bunda Ifa di nomor 082242583175
(Nurvita Indarini)