Jakarta -
Tawuran dilakukan anak SMA mungkin terdengar biasa ya, Bun. Tapi saat ini, tawuran pun dilakukan oleh anak-anak SD. Hiks, miris nggak sih, Bun, dengernya? Hmm, tapi sebagai orang tua ada lho yang bisa kita lakukan supaya anak nggak terlibat tindak kekerasan termasuk tawruan.
Terkait tawuran di kalangan anak-anak SD, melansir detikNews, sebanyak 15 anak SD di Purwarkarta terpergok bawa parang untuk
tawuran. Ya ampun, bagaimana perasaan Bunda mendengar kabar tersebut? Yang jelas mungkin ini satu dari sekian kasus kekerasan yang pelakunya adalah anak-anak ya, Bun.
Nah, soal ini psikolog Febria Indra Hastati MPsi Psikolog dari Brawijaya Clinic menanggapi bahwa kejadian tersebut memiliki efek jangka pendek dan panjang. Kalau jangka pendeknya jelas membahayakan keselamatan fisik anak dan orang dewasa yang terlibat. Nah, bagaimana dengan efek jangka panjangnya?
"Efek jangka panjangnya adalah bahwa anak akan belajar kalau menyelesaikan masalah bisa dengan kekerasan. Saya khawatirnya kalau ini dibiarkan kemudian mereka akan menjadi sosok orang dewasa yang cenderung emosional. Semena-mena kepada orang lain dan membully orang lain ketika di tempat kerja kurang kondusif dan kurang sinergis," tutur Febria kepada HaiBunda.
Lalu bagaimana peran orang tua agar mencegah anak terlibat
tindak kekerasan? Menurut Febria, orang tua perlu melihat kegiatan apa saja yang anak lakukan di waktu luang, siapa tahu ternyata anak banyak nonton televisi adegan kekerasan, banyak main game kekerasan, atau banyak membaca bacaan tentang kekerasan.
"Input-input yang masuk ke anak ini harus difilter oleh orang tua. Yang kedua, dengan siapa dia berteman. Kalau anak berteman dengan sosok yang baik, kita dukung tetapi kalau ternyata kita nggak yakin, kita bisa pilihkan teman yang memang satu visi dengan kita, baik juga kalau sekali-kali kita undang teman anak ke rumah atau kita kenal dengan orang tua anak itu sehingga bisa kita pantau," kata Febria.
Febria bilang, kita sebagai orang tua bisa berikan alternatif kegiatan untuk mengisi waktu luangnya yang sedemikian positif dan menyenangkan sesuai bakat dan minat. Sehingga anak bisa lupa dan nggak ingin melakukan hal yang negatif, misalnya menggambar, tulis menulis, atau kalau suka berkenalan dengan banyak orang bisa jadi MC.
"Kita lihat bakat anak, kita asah di situ, kita ajarkan, kita taruh di komunitas yang sesuai maka dia akan sibuk dengan hal yang menyenangkan. Kalau anak bisa tawuran kan karena anak nggak disibukkan dengan aktivitas yang berharga, sehingga ia bisa ikut-ikut orang untuk melakukan
tindak kekerasan. Kalau ini bisa kita eliminasi, diharapkan anak bisa menjalankan aktivitas normal dan positif," tutup Febria.
(aci/rdn)