Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Jangan Remehkan, Tertekan dan Tertolak Bisa Picu Anak Bunuh Diri

Nurvita Indarini   |   HaiBunda

Kamis, 14 Jun 2018 10:01 WIB

Jangan pernah remehkan kasus-kasus bunuh diri, utamanya di kalangan anak-anak. Keinginan itu sering lahir dari perasaan tertolak.
Jangan Remehkan, Tertekan dan Tertolak Bisa Picu Anak Bunuh Diri/ Foto: Thinkstock
Jakarta - Miris rasanya saat mendengar kabar bunuh diri, apalagi jika dilakukan anak-anak. Seperti belum lama ini dikabarkan pelajar yang baru lulus SMA mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.

Saya sebagai ibu sungguh sedih mendengar kabar seperti itu. Ya, tentu nggak ada seorang pun orang tua yang berharap anaknya akan memilih langkah seperti ini.

Sebenarnya apa saja ya hal yang rentan memicu anak bunuh diri? Psikolog Aurora Lumban Toruan bilang ada banyak faktor yang memicu anak memutuskan bunuh diri. Agar peristiwa ini nggak terulang lagi, kita sebagai orang tua harus belajar memahami anak lebih jauh, Bun.

Menurut Aurora, masalah psikososial, terutama masalah dalam hubungan dengan orang terdekat atau keluarga, mengalami bullying atau kekerasan, dan penyalahgunaan obat atau zat terlarang bisa membuat anak merasa tertekan. Karena tidak bisa menyampaikan keluhan, maka mengakhiri hidup dianggap sebagai solusi terbaik.

"Merasa tidak memiliki dukungan sosial terutama dari keluarga, atau justru mengalami konflik yang tajam dengan keluarga juga dapat mengakibatkan perasaan tertekan dan tertolak," jelasnya saat diskusi bersama HaiBunda.

Tindakan bunuh diri yang dilakukan anak, lanjut Aurora, juga seringkali ditujukan sebagai hukuman atas hal-hal yang diterima dari keluarga namun tidak disukai. Karena itu untuk mencegahnya, keberadaan keluarga yang hangat, perhatian atau mendukung, benar-benar penting.

Selain itu konsep diri yang negatif juga bisa berkontribusi lho, Bun. Hal ini bisa muncul dari penilaian negatif yang diterima dari orang-orang yang signifikan, baik terkait kondisi fisik, kognitif, maupun emosinya. Selain itu juga terkait perasaan bahwa dirinya tidak memenuhi harapan orang tua atau harapan orang-orang terdekat.

Nah, yang lebih buruk bila dia secara nyata dibandingkan dengan teman-teman sebaya (social comparison) atau saudara-saudara kandungnya yang dianggap lebih baik. Dari sini semoga kita lebih memahami bahwa setiap anak berbeda. Mereka punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Jika anak punya kekurangan, maka memperbandingkan bukan cara tepat untuk membuat anak memperbaiki kekurangannya. Sebaliknya, kita dukung sisi positifnya dan kita tawarkan pada anak apa yang bisa dilakukan untuk menutupi kekurangannya.

Ya, jangan sampai memperbandingkan anak membuatnya tertekan dan tertolak. (Nurvita Indarini)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda