Jakarta -
Namanya Alfia Kirana Maheswari, bocah berusia 10 tahun ini hobi
membaca dan menulis. Keterbatasan biaya untuk membeli buku, bukan alasan untuknya tidak membaca. Sobekan koran bekas bungkus nasi pun, bisa jadi bahan bacaannya. Berkat hobinya, ia berhasil menjadi salah satu pemenang Festival Penulis Cilik SiDU 2018. Simak kisahnya yuk, Bun.
Lahir dan besar di Desa Dapurno, Wirosari, Jawa Tengah, tidak menghambat hobi menulis Alfia. Bakat menulis Alfia terlihat sejak kelas 3 SD.
"Aku suka nulis dari kelas 3 SD," kata Alfia kepada HaiBunda usai acara Wawancara Media dengan Pemenang Festival Penulis Cilik SiDU 2018 di Penang Bistro, Jl. Pakubuwono VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018).
Ibunda Alfia bekerja sebagai buruh pabrik, sedangkan ayahnya pekerja serabutan. Namun Alfia tinggal dengan neneknya yang berprofesi sebagai petani.
Keterbatasan biaya untuk membeli buku tidak lantas membuat Alfia kehilangan semangat untuk membaca dan menulis. Alfia mengaku sering membaca buku di perpustakaan sekolah atau dari Lembar Kerja Siswa (LKS). Bahkan dari sobekan koran bekas bungkus nasi jagung yang dibelikan pamannya.
"Kan ibu enggak punya uang buat beli buku," tutur bocah kelas 5 SD ini.
Alfia mengaku, bahwa hobi menulisnya tidak lepas dari kebiasaannya membaca. Karena dari membaca, akhirnya ia punya ide untuk menulis. Tidak disangka, tulisan pertama yang ia ikut sertakan dalam sebuah lomba menulis, berhasil menang dan membuatnya terbang melihat
Jakarta.
Di kesempatan yang sama, Zainuri, paman Alfia menuturkan bahwa hobi membaca dan menulis ponakannya ini memang terlihat dari kecil. Ia bahkan sering mendapati Alfia belajar menulis pukul 05.00 WIB. Menariknya lagi, pamannya juga bilang, Alfia ini belum terlalu mengenal gadget lho, Bun.
"Dia belum tersentuh sama gadget. Dia ini ada HP di rumah, HP lama tapi. Paling itu dia nonton video ngaji, tapi enggak ada koneksi internet sama sekali, offline," ucap Zainuri.
Setiap hari Alfia pasti belajar menulis. Biasanya bocah berkerudung ini, sebelum berangkat sekolah, meluangkan waktunya sekitar satu jam untuk menulis. Isi tulisannya berupa cerita pendek tentang sekolah atau kesehariannya. Ketika tulisannya belum selesai, ia selalu melanjutkan di sekolah. Semua tulisannya itu murni ia tulis tangan.
Menurut pakar edukasi anak dari Wahana Visi Indonesia, Nurman Siagian, kebiasaan menulis dengan tangan ada hubungannya dengan intelegensi anak salah satunya daya ingat. Karena saat anak mencoba menulis sebenarnya dia sedang mengonstruksi dan mencerna pikiran serta ide-ide. Pikiran dan ide-ide kemudian secara bertahap ditumpahkan lewat tulisan.
"Apakah sama ketika mengetik di gawai? Tentu saja berbeda, kalau nulis tangan pasti ada estetikanya sedangkan ngetik mau itu siapa yang ngetik pasti outputnya sama. Studi mengatakan anak SD ketangkasannya bisa berkurang karena sering menggunakan
gadget dan kurang menulis," papar Nurman di Morrissey Hotel Residences, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
(nwy/nwy)