Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Istri Almarhum Herman 'Seventeen': Keceriaan Itu Sudah Hilang

Muhayati Faridatun   |   HaiBunda

Rabu, 06 Mar 2019 18:02 WIB

Sosok almarhum Herman Sikumbang kini tak lagi membayangi putra sulungnya. Apakah bocah kecil itu sudah menerima kepergian sang ayah?
Istri dan kedua anak almarhum Herman 'Seventeen'/ Foto: Didik Dwi Haryanto/20detik
Jakarta - Tangis Hafuza Dhamiri Herman tak terbendung saat mendengar kabar kematian sang ayah, Herman Sikumbang. Air mata lelaki kecil itu terus mengalir, namun tak sepatah kata pun terlontar dari bibir mungilnya.

"Itu pertama kali saya lihat dia (Fuza) nangis," kenang istri Herman, Juliana Moechtar, saat berbincang eksklusif dengan HaiBunda, bsru-baru ini.

Putra sulungnya itu sempat mengira sang ayah sedang syuting, kala terhempas tsunami yang melanda pesisir Selat Sunda pada 22 Desember lalu. Saat malam kejadian nahas itu, Herman Sikumbang tampil bersama band Seventeen mengisi acara gathering karyawan PLN di tepi pantai Tanjung Lesung, Anyer.


Lepas dari tragedi itu, Juliana harus menghadapi pertanyaan sang anak setiap terbangun dari tidur. Bocah yang belum genap enam tahun, wajar kalau tak paham apa artinya kematian. Begitu polos dia menanyakan pada sang bunda, "Memang Papa bisa ada lagi ya?"

Juliana pun mengurai cerita, "Papa udah di surga. Nanti kita juga akan ke sana, tinggal tunggu waktu aja karena udah ditentukan ajal. Dia tanya, apa itu ajal? Saya jawab, ajal itu ketentuan Allah."

Juliana Moechtar dan Herman Sikumbang, semasa hidup/ Juliana Moechtar dan Herman Sikumbang, semasa hidup/ Foto: Juliana Moechtar Instagram
Sang anak pun mengaku bertemu almarhum ayahnya lewat mimpi. Tak jarang pula Fuza mengaku mendapat bisikan selepas mendoakan ayahnya sebelum tidur. Ia meminta kepada Allah agar mengampuni dosa mendiang sang ayah dan mengirimnya ke surga.

"Setelah doa, dia diam terus bilang Papanya bisikin, 'Kata Papa, Fuza anak saleh, anaknya Papa'," ujar Juliana, seraya menahan air mata.

Tepat 40 hari setelah kejadian, Fuza menjalani ritual di makam Herman Sikumbang di Tidore, Maluku Utara. Dia dimandikan di atas pusara karena diyakini bisa membebaskannya dari bayang-bayang sang ayah.

Juliana pun memastikan kalau si sulung akhirnya bisa ikhlas melepas kepergian ayahnya. Tak ada lagi pertanyaan mengiris hati di pagi hari, begitu juga mimpi yang sudah beranjak pergi. Namun, kerinduan akan sosok sang ayah kerap menghampiri kedua putranya.

"Anak-anak kangen bercanda di kamar, ketawa sampai dibikin nangis sama almarhum. Keceriaan itu yang sudah hilang sekarang," tuturnya, dengan mata berkaca-kaca.


Ya, memang berat apa yang menimpa Hafuza dan adiknya, Hisyam Quraisy Herman. Psikolog anak dari Tiga Generasi, Anastasia Satriyo, menganggap wajar jika anak merasa sangat kehilangan saat orang tuanya tiada.

Terlebih, ada rutinitas yang seketika berubah selepas kepergian sang ayah. Belum lagi perasaan sedih yang diserap sang anak dari orang-orang di sekitarnya. Kita pun perlu memberi waktu untuk mereka mengekspresikan perasaan kehilangan itu.

"Amati juga apakah ada perubahan perilaku dan emosi anak pasca kehilangan. Ini bukan untuk dimarahi, tapi untuk dimengerti," urai psikolog yang akrab disapa Anas ini.

Bunda, simak penuturan Juliana Moechtar selengkapnya dalam video berikut:

[Gambas:Video 20detik]

(muf/rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda