Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Cara Janin Buang Air Kecil dan Buang Air Besar

Melly Febrida   |   HaiBunda

Minggu, 31 Mar 2019 11:30 WIB

Di dalam rahim, janin juga mengalami buang air kecil dan buang ari besar. Bagaimana prosesnya?
Ilustrasi janin/ Foto: iStock
Jakarta - Bayi di dalam rahim mendapat asupan makanan melalui plasenta. Lantas apa bayi juga buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK)? Jawabannya iya. Lalu, bagaimana caranya?

Mengutip Independent, bayi berenang dan minum air kencingnya sendiri selama sekitar 25 minggu. Bayi mulai BAK di dalam kantung ketuban sekitar usia 8 minggu, dan produksi urinenya meningkat di usia kehamilan 13 hingga 16 minggu, ketika perkembangan ginjal lebih lengkap.

Sedangkan, Begin Before Birth menuturkan bayi yang belum lahir mulai mengeluarkan air seni pada usia 10 minggu. Bayi di dalam rahim minum dengan cara menelan cairan ketuban dan buang air kecil di dalam rahim. Bunda perlu tahu,, air seni bayi yang belum lahir steril lho.

Dikutip dari Romper, janin meminum campuran urine dengan air ketuban saat usia kandungan 10 - 11 minggu, atau ketika lapisan sel yang menghalangi mulut mereka yang disebut membran buccopharyngeal pecah. Sehingga, bayi bisa menelan. Nah, di minggu ke-20, sebagian besar cairan ketuban adalah air seni.

Buang Air Besar

Untuk masalah buang air besar (BAB), Best Ever Baby menjelaskan plasenta yang mengambil alih tugas penyaringan yang menghasilkan limbah. Kemudian, limbah dikirim kembali ke tubuh ibu hingga janin tak BAB. Meski begitu, janin menelan sel-sel usus, lendir, empedu, dan lanugo (rambut halus yang menutupi tubuh bayi) saat di dalam rahim.

Semua itu akan berkumpul di usus bagian bawah dan menjadi mekonium, kotoran pertama bayi yang keluar di hari pertama atau kedua setelah lahir. Mekonium mulai terbentuk setelah bayi membuka mulutnya dan mulai menelan cairan ketuban, sekitar minggu ke-11.



Kalau bayi stres sebelum lahir, ia bisa mengeluarkan kotoran pertamanya sebelum lahir. Ini yang berbahaya, Bun. Peneliti di University of California San Francisco melaporkan dalam 10 - 20 persen persalinan, ada meconium dalam cairan ketuban.

"Bayi yang cairan ketubannya tercampur mekonium atau partikel mekonium, berisiko mekonium masuk ke paru-paru dan mengembangkan sindrom aspirasi mekonium. Bahayanya, saluran udara bisa, timbul iritasi pada jaringan paru-paru, lalu surfaktan, zat alami yang membantu paru-paru berkembang juga dapat dinonaktifkan," papar peneliti.

Bayi yang mengalami sindrom aspirasi meconium juga lebih berisiko mengalami penyakit saluran napas reaktif yang merupakan penyempitan saluran udara seperti asma yang dapat menyebabkan mengi, batuk, dan sesak napas.

Foto: iStock
Untuk mencegah bayi pup di dalam rahim, hindari intervensi medis yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen. Misalnya induksi persalinan, pecah ketuban, dan terjepitnya tali pusat. Lalu, minimalkan stres yang dirasa ibu.

Sementara itu, dr.Rizalya Dewi, Sp,A, IBCLC mengingatkan kalau plasenta memiliki 'umur'. Artinya, ibu harus memperhatikan benar usia kandungan. Jika usia kehamilan sudah lebih dari 40 minggu, Bunda harus hati-hati ya.



"Kalau sudah lebih bulan, kemampuan (plasenta)-nya memasok oksigen dan zat makanan jadi berkurang. Kekurangan oksigen berat, membuat bayi mengeluarkan mekonium (BAB) di dalam kandungan. Ketuban yang bercampur mekonium, bisa merusak paru bayi," jelas wanita yang akrab disapa Lya ini.

"Kalau sudah lebih bulan, kemampuan (plasenta)-nya memasok oksigen dan zat makanan jadi berkurang. Kekurangan oksigen berat, membuat bayi mengeluarkan mekonium (BAB) di dalam kandungan. Ketuban yang bercampur mekonium, bisa merusak paru bayi," pungkasnya.

[Gambas:Video 20detik]

(rdn/rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda