Jakarta -
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan, obat remdesivir dari Gilead Science bisa digunakan untuk mengobati Corona atau COVID-19. Trump merilisnya setelah mengantongi izin dari Food and Drug Administration (FDA).
Dalam pengumuman di Kantor Oval Gedung Putih, Jumat (1/5/2020) sore waktu setempat, Trump didampingi CEO Gilead Daniel O'Day. Gilead akan menyumbang 1,5 juta botol remdesivir.
"Kami ingin berterima kasih kepada para kolaborator yang membawa remdesivir ke titik ini dan banyak dari orang-orang kami yang telah menjadi bagian dari ini, pada kenyataannya, para profesional kesehatan," kata O'Day, dikutip dari
CNBC, Minggu (3/5/2020).
Trump memang menggaungkan remdesivir sebagai pengobatan potensial untuk virus Corona, yang telah menginfeksi lebih dari 3,3 juta orang di seluruh dunia. Sebelumnya, dia ingin FDA bergerak cepat dan menyetujuiÂ
obat ini.
"Kami ingin melihat persetujuan dengan cepat, terutama jika sesuatu yang berhasil," ujar Trump.
Obat remdesivir menunjukkan harapan dalam mengobati wabah SARS dan MERS, yang juga disebabkan virus Corona. Beberapa otoritas kesehatan di AS, China, dan bagian lain di dunia telah menggunakannya.
Obat ini juga telah diuji sebagai pengobatan yang memungkinkan untuk wabah Ebola. Harapannya, remdesivir mampu memberikan hasil baik pada pasien COVID-19.
 Remdesivir Bisa Mengobati Corona, Ini Cara Kerja & Efek Sampingnya/ Foto: iStock |
Efek sampingEfek samping dari obat ini bisa memicu mual dan muntah. Menurut para peneliti, kemungkinan obat ini bisa menyebabkan kerusakan pada hati.
Beberapa hari sebelumnya, ahli penyakit menular pemerintah AS, Dr Anthony Fauci menyatakan rasa optimis tentang hasil uji coba obat remdesivir. Ia mengatakan, obat ini memiliki efek positif dalam mengurangi waktu pemulihan.
"Data menunjukkan bahwa remdesivir memiliki efek positif yang jelas, signifikan dalam mengurangi waktu untuk pemulihan," ujar Fauci, dilansir
The Guardian.
Penelitian yang dilakukan Gilead dan disponsori oleh Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) AS, dipuji oleh Fauci. Percobaan dilakukan pada lebih dari 1.000 pasien menunjukkan, mereka yang diberi remdesivir membaik setelah rata-rata 11 hari.
Hal tersebut dibandingkan dengan pasien tidak diberikan yang membaik rata-rata 15 hari. Tidak ada peningkatan yang signifikan secara statistik dalam tingkat kelangsungan hidup antara dua kelompok percobaan.
FDA sebelumnya telah mengizinkan penggunaan darurat obat malaria klorokuin dan hidroksi klorokuin untuk mengobati
COVID-19. Namun, kemudian mengeluarkan peringatan agar tidak menggunakan obat di luar rumah sakit atau untuk uji coba klinis, setelah mengetahui laporan adanya 'masalah irama jantung serius' pada pasien.
Simak juga fakta dan data seputar COVID-19, di video berikut:
[Gambas:Video Haibunda]
(ank/muf)