
trending
5 Fakta Perkembangan Kasus '3 Anak Saya Diperkosa', Polres Luwu Timur Klarifikasi
HaiBunda
Kamis, 07 Oct 2021 23:05 WIB

Kasus '3 Anak Saya Diperkosa' sempat menjadi trending di Twitter baru-baru ini. Media Project Multatuli mengungkit kembali kasus dugaan pemerkosaan anak yang lama dihentikan oleh Polda Sulsel dan Polres Luwu Timur itu, Bunda.
Bagi Bunda yang belum tahu kasusnya, singkatnya, terdapat Bunda berdomisili di Luwu Timur dengan tiga anak, dengan nama samaran Lydia. Dalam reportase yang disampaikan Project Multatuli itu, Lydia menyaksikan sendiri pengakuan ketiga anaknya yang diduga diperkosa oleh ayah kandungnya, mantan suaminya. Kejadian itu terjadi di awal Oktober 2019.
Mantan suaminya itu adalah salah satu aparatur sipil negara di sana, Bunda. Begitu, Lydia mencoba laporkan ke kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Dinas Sosial Luwu Timur, justru terduga pelaku diminta datang ke kantor itu oleh petugas.
Merasa dipojokkan dan hasilnya nihil, Lydia melaporkan kasus dugaan pemerkosaan ini ke Polres Luwu Timur. Visum pun telah dilakukan di Puskesmas dan bahkan dirujuk ke Bidokkes Polda Sulsel, namun tak kunjung membuahkan hasil dan menduga Lydia punya masalah kejiwaan.
Tak menyerah sampai situ, Lydia pergi ke P2TP2A Makassar dan dirujuk ke LBH Makassar di akhir Desember 2019. LBH Makassar pun bersedia mendampingi dan meminta gelar perkara.
Namun, pada 14 April 2020, hasil gelar perkara menyebutkan Polda Sulsel merekomendasi Polres Luwu Timur untuk tetap menghentikan proses penyelidikan, Bunda.
Lantas bagaimana perkembangan kasus dugaan pemerkosaan anak tersebut? Berikut lima faktanya:
1. LBH Makassar surati Polri
Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar Resky Pratiwi mengatakan pihaknya mengirim surat ke Mabes Polri agar kasus ini kembali dibuka, Bunda. Tapi, surat yang dilayangkan LBH Makassar tidak direspons sama sekali oleh Mabes Polri.
"Kami menyurat ke Mabes Polri supaya bisa mengevaluasi dan membuka kembali kasus ini, karena sangat prematur ini, karena kan masih tahap penyelidikan sudah buru-buru dihentikan," kata Resky, dikutip dari detikcom.
"Kami akan tetap desak Polri untuk membuka kasus ini kembali," tegasnya.
Simak juga alasan korban pelecehan seksual kerap disalahkan:
KLAIM LBH
ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Tinnakorn Jorruang
2. LBH sebut korban tak didampingi saat dilakukan BAP
Menurut Resky, setelah kasus dugaan pemerkosaan anak ini dilaporkan ke Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019, ibu kandung korban dan korban tidak didampingi pendamping hukum saat dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP) untuk penyelidikan.
"Kenapa BAP anak (korban) dengan BAP-nya ibu kandung korban penting, karena itu kan yang menjadi dasar proses penyelidikan, jadi harus betul-betul ada bantuan hukum yang masuk supaya keterangan yang diberikan juga bisa membantu, mendukung untuk pembuktian," tutur Resky.
3. LBH klaim hasil visum tak sesuai
Resky juga menyebut ada luka lecet atau tanda-tanda kekerasan pada dubur/anus ketiga anak-anak yang diduga menjadi korban, berbeda dengan pernyataan polisi yang menyatakan visum ketiga korban tidak mengalami luka di dubur dan vagina, Bunda.
LBH Makassar pun sudah kantongi bukti. Resky menegaskan, pihaknya sudah memberikan sejumlah foto dan video terkait luka di alat vital korban yang diduga akibat pencabulan.
"Sebenarnya ada foto-foto yang kami setorkan ke Polda, foto-foto luka, kemerahan, terus video juga ada, video di mana anak-anak itu mengeluh sakit. Dan setelah peristiwa itu memang anak-anak ini berobat ke rumah sakit secara rutin, itu berobat terkait sakit yang dialami di area dubur dan vagina," kata Resky.
Simak kelanjutannya di halaman berikutnya ya, Bunda.
DUGAAN MALADMINISTRASI & KLARIFIKASI POLRES LUWU TIMUR
ilustrasi/ Foto: iStock
4. Dugaan maladministrasi
LBH Makassar juga mengatakan, hasil asesmen P2TP2A Luwu Timur yang menjadi salah satu dasar polisi menghentikan kasus dugaan pemerkosaan anak ini tidak bisa dijadikan dasar.
"Kami menganggap tidak bisa dijadikan dasar untuk penghentian penyelidikan karena sejak awal ada maladministrasi dan kecenderungan keberpihakan petugas P2TP2A Luwu Timur, sehingga asesmen yang diberikan juga tidak objektif," ungkap Resky.
Resky menilai, sejak awal pelakunya dipanggil datang, itu sudah merupakan bentuk maladministrasi. "Jadi semestinya untuk kasus seperti ini tidak dipertemukan, dilindungi dulu pengadunya. Ini justru dipanggil, dipertemukan," katanya.
5. Klarifikasi Polres Luwu Timur
Hari ini, Kamis (7/10/2021), Humas Polres Luwu Timur menanggapi dan memberi klarifikasi terhadap pemberitaan yang beredar melalui Instagram Stories di akun Instagram resminya @polreslutim, Bunda. Berikut pernyataan Polres Luwu Timur:
Assalamualaikum wr.wb. Selamat sore.
Menjelaskan bahwa berita yang disampaikan ini belum cukup bukti dan kasus ini pernah ditangan oleh Polres Luwu Timur sejak tanggal 9 Oktober 2019.
Laporan Pengaduan dari Sdr(i) RA pelapor Sdr. SN (mantan suami terlapor).
Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan terlapor, kemudian melakukan visum pertama di Puskesmas Malili kemudian melakukan visum kedua di RS Bhayangkara Makassar dengan didampingi ibu korban (RA), terlapor Supyan (Ayah dari ketiga anak yang diduga jadi korban) dan petugas P2TP2A Luwu Timur dengan hasul pada tubuh 3 orang anak pelapor tersebut tidak ditemukan kelainan pada alat kelamin ataupun dubur/anus.
Hasil asesmen P2TP2A Kabupaten Luwu Timur bahwa tidak ada tanda trauma pada tiga anak tersebut pada ayahnya karena setelah sang ayah datang di P2TP2A ketiga anak tersebut menghampiri dan duduk di pangkuan ayahnya.
Sehingga penyidik Polres Luwu Timur melaksanakan gelar perkara di Polres Luwu Timur dan Polda Sulawesi Selatan dengan hasil menghentikan proses penyelidikan pengaduan tersebut dengan alasan tidak ditemukan bukti sebagaimana yang dilaporkan.
Demikian laporan klarifikasi Humas Polres Luwu Timur. Bila ada pertanyaan lebih lanjut silahkan ke Polres Luwu Timur. Terima kasih.
TOPIK TERKAIT
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda