Jakarta -
Anak-anak di Belanda dikenal sebagai salah satu yang paling bahagia di dunia. Kira-kira apa ya yang membuat mereka bahagia?
Ya, pada tahun 2013, sebuah laporan UNICEF menilai anak-anak Belanda paling bahagia di dunia. Menurut periset, kesejahteraan anak-anak Belanda lebih tinggi jika dibandingkan beberapa negara kaya lain seperti Inggris dan Amerika. Kategori kesejahteraannya termasuk kesejahteraan materi, kesehatan, keselamatan, pendidikan, perilaku dan risiko, rumah dan lingkungan. Belanda punya nilai tertinggi untuk perilaku anak-anaknya dan juga atas pendidikan di negara mereka. Demikian seperti dikutip Telegraph.
Begitu juga dalam hal emosi dan temperamental, anak-anak Belanda dikatakan mempunyai kontrol yang baik jika dibandingkan dengan anak-anak yang lahir di Amerika. Anak-anak Belanda disebut lebih puas, lebih banyak tertawa, tersenyum dan banyak berpelukan.
Sementara anak yang lahir di Amerika lebih sering menunjukkan ketakutan, kesedihan dan frustasi. Psikolog menganggap adanya perbedaan ini terkait dengan adat istiadat budaya pengasuhan yang jauh berbeda, jadi nggak heran jika terdapat hasil yang berbeda pada tiap output anak-anaknya.
Baca juga:
Ini Dia Sekolah Paling Mahal di Dunia: Institut Le RoseyBerikut beberapa alasan lain tentang mengapa anak-anak Belanda disebut salah satu yang paling bahagia didunia, seperti dikutip HaiBunda dari berbagai sumber.
1. Hubungan yang Terbuka dan Menyenangkan dengan Orang Tua
 Anak bahagia/ Foto: thinkstock |
Utrecht University, Trimbors Institute dan Netherlands Institute for Social Research bekerjasama mengadakan studi komprehensif. Dalam studi, 200 ribu anak berusia 11, 13, 15 dari berbagai negara telah disurvei. Anak-anak tersebut lantas ditanya seberapa bahagia dan sehat, juga soal hubungan dengan kedua orang tuanya, teman, dan sekolahnya.
Profesor Wilma Vollebergh dari Utrecht University menyebut Belanda punya sosial kultur yang mana ada keterbukaan dan hubungan yang menyenangkan antara orang tua dan anak mereka. Tekanan untuk tampil juga tidak tinggi di sini.
2. Sedikit PR
 Anak bahagia/ Foto: thinkstock |
Beberapa surat kabar mengabarkan bahwa sebenarnya tidak ada sama sekali tugas rumah (PR) yang diberikan sekolah pada anak berusia di bawah 10 tahun. Kalaupun ada PR, itu semua tergantung pada kebijaksanaan sekolah masing-masing.
Namun intinya, para guru Belanda dan orang tua anak lebih mengenalkan kegiatan bermain setelah sekolah daripada membuka buku kembali. Biasanya PR baru akan diberikan di akhir tahun sekolah primary-nya.
3. Anak Bebas Stres dari Sekolah Anak bahagia/ Foto: thinkstock |
Anak-anak di sekolah dasar tidak diharapkan mengerjakan pekerjaan rumah ataupun tuntutan harus berhasil dalam suatu ujian.
Di semua sekolah dasar di Belanda, anak-anak mulai sekolah pada usia empat. Hanya saja mereka tidak secara resmi memulai pembelajaran terstruktur seperti membaca, menulis dan berhitung sampai mereka berusia enam tahun.
Di tahun ketiga sekolah jika mereka menunjukkan ketertarikan pada suatu subjek mata pelajaran, mereka akan diberikan bahan tersebut untuk menjelajahinya sendiri.
Dari penelitian UNICEF 2013 diketahui juga bahwa anak-anak Belanda termasuk yang paling tidak tertekan oleh tugas sekolah juga untuk mendapat nilai tinggi. Menemukan teman sekelas yang ramah dan bisa membantu mereka saat kesulitan juga bukan sesuatu yang sulit.
4. Kualitas Kurikulum Sekolah yang Mumpuni Anak bahagia/ Foto: ilustrasi/thinkstock |
Walaupun terlihat membebaskan semua anak-anaknya, Belanda tetap memberikan kurikulum yang terbaik untuk generasi penerusnya. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan menetapkan standar pendidikan Belanda yang berkualitas, dengan target pencapaian dan tujuan sosial yang berlaku untuk semua jenis sekolah. Namun untuk sekolah mandiri mereka harus merinci kurikulum dan alokasi anggaran.
Kebijakan pendidikan mencakup peningkatan kesempatan bilingual, menghubungkan pendidikan dengan pasar kerja, serta meningkatkan kualitas sekolah.
Sejak tahun 2015, sistem sekolah Belanda telah memungkinkan sekolah dasar untuk mengajar 15 persen kursus bahasa Inggris, Jerman atau Prancis. Ini berarti bahwa murid tidak hanya bisa belajar bahasa kedua, seperti bahasa Inggris, mereka juga dapat mempelajari mata pelajaran lain, seperti biologi atau sejarah, dalam salah satu bahasa ini.
5. Dipercaya dan Boleh Berpendapat
 Anak bahagia/ Foto: thinkstock |
Ketika suatu grup remaja SMA di Belanda disuguhkan video 'Race to No Where' yang menggambarkan pengalaman sekolah di Amerika dengan stereotip yang harus tes ke mana-mana demi mendapat sekolah terbaik atau mempertahankan reputasi sekolah, prestasi dan sebagainya, mereka secara serempak mengatakan tidak punya pengalaman tersebut.
Bahkan di kelompok bayi-bayi, bayi di Belanda dapat lebih banyak tidur. Anak-anak di Belanda juga tidak hanya melihat tapi mendengar dan memahami. Anak-anak dipercaya untuk mengendarai sepedanya sendiri ke sekolah, juga diizinkan bermain di luar tanpa pengawasan.
Namun di rumah, mereka sering makan bersama keluarga, serta banyak menghabiskan waktu bersama orang tuanya. Yang menarik, anak-anak Belanda menikmati kesenangan sederhana seperti gemar bermain dengan mainan bekas. Selain itu mereka juga diberikan hak untuk memberi opini atau kritik ke orang tua mereka.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu sahabat HaiBunda, Neng Rosmida yang sudah tinggal sekian tahun di Belanda sekaligus menyekolahkan sang anak di sana. Neng mengatakan bahwa di tempat anaknya bersekolah, anak tidak terlalu diforsir secara akademis. Maksudnya adalah supaya anak-anak tidak stres dalam menghadapi pelajaran maupun ujian.
Anak-anak bisa membawa minuman ke dalam kelas agar santai. Di sana juga banyak hari libur seperti hari-hari besar, bersejarah, keagamaan ataupun untuk senang-senang. Bahkan ada hari libur untuk siswa perempuan yang sedang menstruasi.
Baca juga:
Info Sekolah Montessori di Jakarta"Sistem pendidikan di Eropa toh semuanya berbeda-beda dan setiap sekolah peraturannya berbeda-beda. Karena harus sesuai peraturan yang ditetapkan sekolah masing-masing dan menurut keadaan cuaca yang sedang terjadi," papar Neng.
Jadi misalnya kalau sedang musim panas maka anak boleh membawa minuman ke dalam kelas. Waktu belajar juga disesuaikan dengan keadaan cuaca, misal bisa masuk lebih cepat dan pulang lebih cepat juga. Aturan sekolah di musim dingin pun beda lagi dengan musim panas.
Neng menambahkan anak tidak hanya diminta cepat menangkap pelajaran tapi mereka juga sering dibawa keluar dari
sekolah. Tujuannya supaya anak bisa bersosialisasi di tempat umum dan mengerti betul peraturan yang berlaku di luar sana.
Mereka tidak hanya mendapat teori tapi banyak sekali praktik langsung. Inilah yang membuat anak-anak kreatif dan banyak ide.
"Misal bersepeda nih, mereka jadi tahu bagaimana peraturan di jalan raya atau wisata. Mereka tidak hanya bersenang-senang tapi juga harus bisa mempresentasikan apa yang mereka dapat di depan kelas, tentang apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan," papar Neng.
"Jadi selain diajarkan caranya menulis di buku juga diajari untuk bisa berbicara dan menguraikannya di depan semua anak-anak yang lain dan guru-gurunya. Jadi kalau dia udah naik ke level sekolah yang lebih tinggi mereka tidak canggung lagi alias grogi," lanjutnya.
Neng menambahkan anak-anak dilatih untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya dan mengatakan apa pendapatnya. Tujuannya adalah jika sudah dewasa mereka bisa menghargai atau mendengarkan ide dan pendapat dari orang lain.
Baca juga:
Bukan Ambisius, Anak Punya Target Nilai Tinggi di Sekolah Justru Optimistis (aml)