Jakarta -
Akhirnya terwujud juga hari itu. Hari di mana pacarku, yang berkewarganegaraan Australia, mengucap dua kalimat syahadat dan resmi memeluk agama Islam.
Saat itu awal tahun 2008, hanya beberapa bulan jelang pernikahan kami. Kewajiban memeluk Islam jadi syarat mutlak dari Ayahku jika Stuart, nama pacarku, mau menikahiku.
Maklum saja, keluargaku berasal dari suku Aceh yang totok soal Islam. Ayahku pun keturunan Arab sehingga agama adalah syarat yang tak bisa ditawar.
Perpindahan agama juga dianggap bentuk keseriusan Stuart padaku. Ayah enggak mau anaknya hanya jadi "mainan" bule yang kerap terjadi di Indonesia.
Stuart mengucap dua kalimat syahadat di masjid di depan imam besar yang masih kerabat. Prosesi ini disaksikan keluarga, sahabat, dan dua anak Stuart dari pernikahan sebelumnya.
Khusyuk dan syahdu. Demikian suasana di masjid saat itu. Tak terasa air mataku pun menetes, terharu dia mau melakukan itu untukku. Mengingat dua tahun sebelumnya dia ngotot enggak mau repot soal agama.
Ya, memang dalam tiga tahun kami berpacaran, dia santai sekali soal agama. Dia lahir dari keluarga Protestan tapi tidak mempraktikkan itu dalam kehidupan harian.
"I don't hurt anybody," itu prinsip dasar Stuart. Maka saat Ayahku mensyaratkan agama sebagai poin awal restunya, Stuart mulai uring-uringan.
Singkat kata dan puluhan rembulan berikutnya, Stuart melunak. Ia setuju pindah agama hingga tibalah kami di hari itu.
Yang enggak aku sangka berikutnya adalah tuntutan sunat. Ahahaha, mungkin terdengar lucu buat kita di negara yang biasa melihat kaum pria disunat sejak kecil. Tapi buat pria dewasa macam Stuart? Bayangan penisnya digunting bikin panas-dingin!
"Berikutnya sunat ya," kata Uwak dari pihak Ibuku yang disertai kedipan mata.
Aku hanya senyum-senyum saja, Stuart yang masih diberi ucapan selamat pun hanya bisa tertawa kikuk. Ahahah, aku tertawa sendiri jika ingat momen itu.
Beberapa hari kemudian, pihak keluargaku menjejalinya dengan buku-buku agama. Buku yang menurutku agak "berat" untuk seseorang yang baru berpindah. Tapi Stuart santai saja dan tetap menerima semua pemberian itu dengan tangan terbuka.
Apakah ia akhirnya sunat? Itu biarlah aku yang tahu.
Pernikahan kami tetap berjalan bahagia di tahun kesebelas ini. Dan, Stuart terbukti menjadi suami idaman yang aku inginkan.
(ziz/som)