Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Aku Rela Jadi Sopir Angkot demi Nafkahi Anak Setelah Suami Selingkuh

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Selasa, 26 Nov 2019 15:40 WIB

Walau terlihat aneh, aku tak keberatan jadi sopir angkat demi menafkahi anak.
Aku Rela Jadi Sopir Angkot demi Nafkahi Anak karena Suami Selingkuh/ Foto: iStock
Jakarta - Bagaimana kalau wanita bekerja jadi sopir angkutan kota (angkot)? Mungkin ini enggak selazim tukang ojek online. Tapi, sopir angkotlah pekerjaan yang aku lakukan.

Sebelum menikah dan punya anak, aku kerja di sebuah perusahaan swasta dan selama beberapa waktu aku bertemu dengan suami dan menikah. Sekitar tahun 2014, rumah tanggaku mulai bermasalah. Ternyata dia punya selingkuhan.

Enggak cuma itu, perilakunya makin kasar, walau dia menang orangny cenderung keras. Saat itu aku lihat HPnya kok ada password-nya. Dan pas tahu ada foto perempuan, aku kesal dan berusaha masa bodo aja karena dia makin kasar dan aku memutuskan berpisah. Apalagi, saat itu dia sudah mengucap talak. Nah, kala itu anakku sudah 3, usianya ada yang SMP, SD, dan TK.

Mereka mendukung aku berpisah dengan ayahnya sebab mereka tahu aku sudah tak tahan lagi. Yang bikin aku bersyukur, mantan suami tetap sayang dan peduli pada anak pertama dan ketiganya. Karena anak kedua ikut aku, dia pun tak mendapat uang bulanan dari ayahnya. Ah, sudahlah.

Awalnya, aku pergi membawa anak kedua dan ketiga. Tapi, atas saran ibuku yang melihat kondisi ekonomiku lagi terpuruk, anak bungsu juga kuserahkan pada ayahnya. Sampai sekarang, aku masih sering kontak ke anak sulungku dan adiknya. Mantan suami sih enggak masalah kalau aku mau ketemu anakku, walau komunikasi di antara kami enggak baik.

Aku Rela Jadi Sopir Angkot demi Nafkahi Anak karena Suami SelingkuhAku Rela Jadi Sopir Angkot demi Nafkahi Anak karena Suami Selingkuh/ Foto: iStock
Perpisahan ini sebetulnya didukung anak-anak karena mereka tahu bagaimana sikap ayahnya dan aku menekankan ke mereka kalau orang tuanya berpisah bukan karena mereka.Sampai sekarang secara hukum aku belum resmi berpisah. Saat ini, yang kutahu mantan suamiku belum menikah lagi.

Setelah berpisah, aku numpang di rumah ibuku. Hidup makin penuh tekanan. Suatu hari, aku melihat sopir angkot yang memegang uang setoran dan di situlah aku punya ide narik angkot. Soalnya, aku enggak mau merepotkan ibu lama-lama.

Awalnya aku narik angkot orang lain di tahun 2016. Kemudian, beberapa bulan kemudian ada saudara yang menawari untuk menarik angkotnya. Dia pun mengajari gimana trik narik angkot. Alhamdulillahnya, sejak SMP aku sudah belajar nyetir mobil. Saat kerja dulu juga sering disuruh nyetir mobil untuk keperluan kantor.

Aku sempat malu memang jadi sopir angkot. Tapi gimana nanti untuk biaya anak? Makanya, aku cuek aja. Selama 3 tahun narik angkot pernah ada pengalaman menyebalkan banget, nyakitin. Penumpangnya ibu-ibu dan anak perempuannya, aku disebut narik angkot demi menarik perhatian laki-laki. Duh, mana mungkin saya punya niatan begitu?

Banyaknya komentar orang aku anggap aja angin lalu. Habisnya aku mau enggak mau harus menafkahi anak, membayar biaya sekolahnya, dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Aku memang sekarang sudah enggak tinggal bareng ibu karena itu rumah keluarga. Bersyukurnya, saudara ada yang tinggal di dekat daerah tempat tinggalku.

Sebagai ibu, pasti kadang aku kangen pada anak pertama dan ketigaku. Biasanya yang paling ngangenin yang bontot, dia lucu dan gemuk. Kalau sudah begitu, aku video call atau telepon mereka via anakku yang pertama. Kalau sempat, aku mengunjungi mereka di rumah neneknya dari mantan suami. Saat berkunjung ke rumah mertua, mantan suami sengaja pergi. Aku masa bodo, yang penting mertua tetap baik padaku dan aku bisa ketemu anakku.

Aku berharap bisa menemukan pekerjaan yang lebih baik. Dengan begitu, kan ada kesempatan untjk mengurus ketiga anakku. Tapi sekarang ibaratnya aku lagi berjuang. Biasanya, kalau lagi ramai penumpang minimal Rp100 ribu bisa kudapat sehari. Kalau lagi apes, aku dapat Rp50 ribu. Untungnya saudaraku yang punya angkot itu enggak saklek dengan setoran yang kuberi. Kalau agak kurang sedikit, dia enggak menganggap itu utang.

Aku Rela Jadi Sopir Angkot demi Nafkahi Anak karena Suami SelingkuhAku Rela Jadi Sopir Angkot demi Nafkahi Anak karena Suami Selingkuh/ Foto: iStock
Kalau ditanya aku berniat nikah lagi? Aku enggak memikirkan hal itu. Tekadku terus berjuang melakukan yang terbaik buat masa depan anakku. Aku berharap anak-anak bisa berprestasi, punya inisiatif tinggi, kemudian jadi anak saleh. Sebagai ibu yang sudah berpisah dengan ayahnya anak-anak, aku berusaha enggak pernah berkata kasar pada anak.

Aku enggak mau karena mereka berasal dari orang tua yang broken home, lantas kehidupannya jadi hancur. Aku berusaha supaya mereka tetap ada di jalur yang benar. Walaupun namanya ibu, aku beberapa kali mengomeli anakku tapi aku jaga mulut biar tak mengeluarkan sumpah serapah.

Anakku yang kedua bercita-cita jadi pemanah. Alhamdulillah dia dapat beasiswa mengingat mantan suamiku cuma menafkahi si sulung dan si bungsu. Paling, warisan dari ayahnya berupa sebuah handphone yang sampai sekarang masih dipakai.

Selama jadi sopir angkot, sering orang ngatain aku. Misalnya 'woy, Bu. Masak di rumah'. Aku balas aja masak kan pakai duit, emang gratis. Kadang, ada juga penumpang yang ogah naik angkot ku karena takut sopir perempuan enggak mahir dan membahayakan.

Waktu pertama narik angkot aku sering direndahkan, dianggap enggak akan mampu narik angkot. Soal digoda, bisanya berupa ucapan misalnya lebih baik aku narik celana saja ketimbang narik angkot. Tapi, pelecehan yang sampai disentuh tubuhku, enggak pernah kualami. Sebagai teman, meski kadang suka mengejek, beberapa sopir juga mau membantuku. Misalnya saat ban kempes.

Aku berharap hidupku bisa lebih baik lagi. Makanya, aku juga sambi-sambi mencari kerja yang lebih baik supaya aku bisa merawat ketiga anakku.

(Kisah Bunda Lulu di Jakarta)

*Bunda yang ingin berbagi kisah seputar rumah tangga dan parenting di Cerita Bunda, bisa kirimkan langsung ke email redaksi kami di [email protected] Cerita paling menarik akan mendapat voucher belanja dari kami. dengan subjek Cerita Bunda. Ssst, Bunda yang tidak mau nama aslinya ditampilkan, sampaikan juga di email ya. Cerita yang sudah dikirim menjadi milik redaksi kami sepenuhnya.  (rdn/rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda