Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Aku Dikucilkan karena Suami PDP Corona, Jalur ke Rumah pun Diportal Tetangga

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Minggu, 21 Jun 2020 19:05 WIB

Couple locked down in apartment, waiting for virus to be destroyed
Ilustrasi/ Foto: Getty Images/StefaNikolic
Jakarta -

Merasakan jadi keluarga Pasien dalam Pengawasan (PDP) Covid-19 memang merupakan hal yang memprihatinkan. Tapi akhirnya bersyukur karena jika tidak pernah merasakan, pasti tidak bisa berempati dengan penderita dan keluarganya.

Biasanya saya hanya nonton di TV bagaimana pemakaman korban Covid 19 ditolak warga untuk dikubur di TPU desa mereka. Bahkan jenazah perawat yang tertular ketika merawat penderita Covid-19 juga ditolak.

Saat itu yang terpikir oleh saya hanya bagaimana rakyat itu tidak punya empati. Bodoh. Mudah terprovokasi. Saya tidak memikirkan tentang keluarga yang ditinggalkan. Selama ada anggota keluarga yang PDP Covid 19, jangankan menunggu, kita bahkan tidak boleh jenguk. Update tentang keadaan pasien biasanya lewat posko di Rumah Sakit untuk menanyakan kondisi terakhir pasien.

Bayangkan jika akhirnya keluarga yang jadi PDP Covid-19 itu meninggal. Keluarga yang ditinggalkan tidak bisa ikut memakamkan jenazah. Itu apa yang saya pikirkan sebelum saya alami sendiri. Padahal dampak pada keluarga lebih dahsyat. Perasaan dikucilkan lingkungan itu pasti. Meski tiap-tiap pihak akan berlainan besaran dampaknya. Tapi mengingat jenazah saja ditolak, saya yakin keluarga juga akan merasa dikucilkan. Seperti yang saya alami.

Suami saya pada 6 Juni 2020 kena stroke. Ini serangan kedua, sebelumnya serangan pertama tahun 2011. Berdasarkan pengalaman, ada golden period yaitu selama enam jam. Maka segeralah saya bawa ke IGD RSCM. Di situ, penanganan cukup cepat. Ada berbagai upaya seperti pemberian infus, rontgen, CT Scan, juga dokter yang silih berganti mengecek kondisi suami.

Petugas medis mempersiapkan ruangan yang akan digunakan untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (30/4/2020). Peralatan medis ini didatangkan oleh CT Corp, bersama Bank Mega serta dukungan Indofood dan Astra Group.Petugas medis mempersiapkan ruangan yang akan digunakan untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (30/4/2020). Peralatan medis ini didatangkan oleh CT Corp, bersama Bank Mega serta dukungan Indofood dan Astra Group./ Foto: Rifkianto Nugroho

Setelah menunggu hampir 24 jam, dokter memanggil saya dan menyatakan bahwa ditemukan flek di paru suami dicurigai Covid-19. Sehingga suami harus masuk ruang isolasi di pusat penanganan Covid-19 di Gedung Kiara Ultimate sebagai PDP. 

Duh ..mendengar hal ini jantung saya serasa mau copot. Bayangan buruk silih-berganti di pikiran. Akhirnya dokter juga menyuruh saya dan keluarga untuk karantina mandiri di rumah. Kebetulan di rumah hanya saya, suami, ART, dan anaknya ART. Anak saya sendiri sejak 2015 sekolah dan kemudian kerja di Tokyo, Jepang.

Sebagai warga yang baik, suami saya lapor di grup WA RT. Mendengar hal tersebut, bu RT lalu mewajibkan saya dan ART untuk ikut swab test di kelurahan. Kebetulan pas ada tes swab dari RSUK Tebet.

Tapi meski suami saya masih suspect, tampaknya banyak orang yang ketakutan. Sampai bu RT semula takut ketemu saya karena lagi karantina mandiri yang mungkin dikira saya pasti juga berpotensi covid 19. Lalu saya klarifikasi pada bu RT bahwa suami masih suspect, tapi karena adakomorbid (penyakitpemyerta) suami harus masuk isolasi.

Namun jalanan rumah saya sudah langsung diportal, padahal sebelumnya dibuka. Bu RT juga mula-mula nggak mau ketemu karena takut ketularan. Setelah saya klarifikasi, dia nggak takut lagi ketemu saya.

Fasilitas Pojok Sahabat di RSCM, Jakpus.Fasilitas Pojok Sahabat di RSCM, Jakpus./ Foto: Isal Mawardi/detikcom


Orang nggak ada yang mau lewat depan rumah saya. Bahkan ada tetangga yang bersiap-siap mau pindah rumah jika suami positif Covid 19. Ya ampun... emang Covid 19 itu nular lewat udara atau lewat gigitan nyamuk seperti DBD, malaria ??? Covid-19 itu menular lewat droplet atau cairan yang keluar dari mulut dan/atau hidung atau keringat orang yang terkena.

Makanya kenapa kita harus pakai masker. Jaga jarak fisik dengan orang lain supaya ngga kecipratan ludah atau ingus orang lain. Juga harus sering-sering cuci tangan selama 20 detik.


Jadi rupanya prosedur penetapan seseorang jadi PDP Covid-19 adalah jika dia punya komorbid (penyakit penyerta), usia sudah lansia, masuk ke IGD sebuah RS, pasti di-Rapid Test. Kalo positif langsung masuk pusat perawatan Covid-19. Kalo negatif ya juga dilihat, kalo masih mengkhawatirkan seperti suami saya maka akan diisolasi. Biar tidak menular atau tertulari.

Untung saja teman-teman kolega dosen di UI, juga teman-teman kuliah dan sekolahnya suami, serta teman-teman SMA dan kuliah saya, memberi semangat pada kami. Juga memberi tali kasih serta banyak yang mengirimi saya makanan, vitamin, obat, dan desinfektan.

Jadi perasaan saya yang sedang karantina mandiri, gundah-gulana menunggu hasil swab test suami, dan perasaan dikucilkan lingkungan, lenyap menjadi perasaan optimis bahwa suami belum tentu terkena covid 19.

Alhamdulillah hasil tes swab suami sebanyak dua kali, semua negatif. Strokenya suda recover. Suami sudah tidak lagi cadel, sudah bisa menelan sehingga sonde (selang yang dimasukkan dari hidung ke lambung untuk memasukkan makanan, minuman, dan obat) dicabut.

Akhirnya suami pada Sabtu sore 13 Juni 2020 boleh pulang ke rumah. Kabar dari Deasy, teman kuliah yang kebetulan ikut swab test di kelurahan, adalah swab test di Kelurahan Tebet Barat semua negatif. Berarti saya dan ART negatif juga. Alhamdulillah...

Kini suami hrs karantina selama 14 hari. Bukan karena bisa menulari tapi agar tidak ditulari OTG (orang tanpa gejala). Semoga kita semua sehat terus dan pandemi Covid 19 bisa segera hilang dari negeri ini. Selamat menjalani NEW NORMAL... bukan BACK TO NORMAL....

(Cerita Bunda Tyo, Jakarta)

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke email [email protected]. Bunda yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.

Simak juga bentuk baru restoran di era New Normal dalam video berikut ya, Bun.

[Gambas:Video Haibunda]



(ziz/ziz)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda