
cerita-bunda
Aku Nggak Tahu Mantan Suami 'Kirim' Apa, tapi Papaku Wafat Tepat di Hari Kami Bercerai
HaiBunda
Rabu, 09 Jun 2021 17:00 WIB

Assalamualaikum dan salam sejahtera... Izinkanlah saya untuk bercerita tentang pengalaman hidup saya selama menikah.
Asal-muasalnya saya kenal mantan suami itu di pertengahan tahun 2019. Pada tahun tersebut, saya sendiri PP Jakarta-Malaysia-Jakarta untuk meneruskan studi.
Di tahun 2018 pertengahan sampai 2019, sebenarnya saya sendiri masih pacaran dengan pria asing. Tapi, saat itu kami memang sering bertengkar, putus-nyambung.
Orang tua saya sendiri nggak mencari pertolongan medis karena ada rasa trauma dengan yang namanya dokter dan rumah sakit. Mengingat dulu, saya pernah divonis oleh dokter akan cacat seumur hidup. Mama saya yang sudah saking bingungnya mencari pertolongan untuk Papa, akhirnya dikenalkan oleh kenalannya supir di rumah.
Di pertengahan 2019 (tidak begitu ingat, di bulan apa), saya memutuskan untuk pulang dan menetap di Indonesia. Salah satu alasannya karena mendengar kabar Papa saya sakit parah. Karena saya anak tunggal, mau tidak mau saya pulang dan nurut apa kata orang tua.
Katanya sih bisa menyembuhkan orang sakit dan lain-lainnya. Dipanggilah orang tersebut dan nggak lama kemudian saya mendarat dari Malaysia ke Cengkareng. Di situ, saya ketemu dia untuk pertama kali.
Saya tanya ke Mama, "Ma, ini siapa?".
Lalu Mama bilang, "Ini yang Insha Allah, akan bisa menyembuhkan Papamu, Nak".
Batinku, "I'm not sure with this person, tapi ya udahlah Bismillah aja".
Dengan seiringnya waktu berjalan, makin dekatlah saya dengan orang tersebut. Sehingga, saya bisa sedikit melupakan rasa kekesalan dengan pacar yang ada di Malaysia. Tapi saya fokusnya ya tetap ke orang tua, enggak ke mana-mana.
Tetapi karena sering bersama-sama, si orang tersebut tiba-tiba bilang gini, "Kamu mau enggak nikah sama saya?"
Sampai tiga kali dia tanya gitu ke saya, saya pun tetap enggak mau dan jawab,"Tidak! Karena saya sudah punya pacar dan masih pacaran dengan orang Irak yang tinggal di Malaysia".
Padahal, enggak tahu gimana, saya melihat perubahan di diri pacar yang ada di sana. Rasanya dia makin menjauh, batinku cuma bisa bilang,"Ya sudahlah, kalau jodoh pasti akan kembali".
Di waktu bersamaan, si pria yang bisa ngobatin Papaku ini memaksa untuk menikah dengannya. Dengan berat hatilah saya bilang, "Ya, oke".' Dan, lucunya pas saya kasih tahu ke Mama-Papa, jawabannya datar-datar saja, enggak ada ekspresi apa-apa.
Sebelum menikah, Mamaku sudah bilang berkali-kali dengan pria ini, "Saya pernah bilang kepada siapa saja yang menyukai putri saya. Mau itu orang Indonesia, maupun di luar Indonesia, tidak ada yang namanya pesta-pesta yang mewah-mewah, saya hanya mau ijab kabul di KUA saja." Gitu kata ibu saya.
Dia menyanggupi, tapi untuk mahar dia malah meminjam uang ke Ibu sekitar Rp2,5 juta. Kalau sudah selesai, nanti dibalikin lagi ke kami (ke orang tua saya). Seharusnya sih bisa lebih tinggi lagi ya uang maharnya, tapi karena si pria ini dari keluarga yang bisa dibilang sangat sederhana (maaf). Ya sudahlah, kita maklumi.
Tapi, semua kejadian nggak beres mulai kelihatan sebelum hari-H pernikahan. Huh, saya sampai stres, Bunda. Lihat kelakuan si mantan suami ini di HALAMAN SELANJUTNYA.
SAYA DIPERLAKUKAN KAYAK BABU
Ilustrasi perceraian/ Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes
Sebelum hari-H, saya sudah sempat stres juga. Gara-garanya, dia mau ngundang keluarga dengan alasan adat. Akhirnya terjadi juga saya menikah dengan pria ini yang katanya telah mengobati Papa.
Waktu itu saya mau menikah dengan orang ini hanya karena dengan alasan Papa sakit. Setelah menikah cuma sampai beberapa bulan saja di tahun 2019-an, mulailah banyak tingkah si orang tersebut yang kini jadi suami saya. Nuntut ini-itu, uang di tabunganku tinggal Rp200ribu pulak. Haduh....
Paling sakit kadang dia kasih uang hasil dari bekerja (selain jadi mantri anggaplah seperti itu) jadi ojol. Cuma kasih nafkah ke saya Rp10 ribu sampai Rp50 ribu. Tapi kalau sudah dikasih ke keluarganya, Masha Allah.... Bisa 3x lipat mungkin kasihnya. Sementara jadi istrinya dia hanya dikasih uang segitu, duh rasanya sakit banget.
Belum lagi dia ngasih ke seorang anak kecil yang ia akui sebagai adik. Padahal, anak itu ya anak angkat dari ibunya dia aja. Alasannya karena dari dulu memang ibunya kepingin banget punya anak perempuan, eh yang keluar ya laki. Rasanya enggak adil banget buat saya, kok punya suami tapi kayak enggak punya suami.
Dia pergi pun, enggak pernah yang namanya saya diajak. Selalu harus di rumah, udah berasa babunya dia. Belum lagi ibunya dengan tingkahnya, ”Udah elu bersihin belum nih rumah, bersih noh yang baek-baek".
Dengan sabarnya saya yang sebagai putri Jawa Timuran, ya cuma bisa bilang gini, ”Ya sudah donk Bu, apa perlu saya pasang CCTV ke rumah Ibu agar bisa tahu rumah anak ibu ini bersih apa enggak?".
![]() |
Batinku ngerasa kok kayak dijadikan babu ya, bukan dijadikan sebagai anak menantu maupun istri dari keluarga ini. Tersiksa banget setelah menikah dengan si suami. Ada rasa penyesalan juga sih kenapa tidak nikah dengan mantan pacar.
Tiba-tiba entah gimana ceritanya, si suamiku ini WhatsApp ke Mama saya dengan isi, ”Ibu telah mempermalukan saya di depan istri saya". Waduh.... Saya dengar gitu dari Mama saya, kok rasanya sakit ya. Mama saya 'kan tahu karakteristik anaknya kayak gimana, kok gitu ngomong dan nulis gitu ke orang tua.
Padahal selama ini saya ke orang tuanya dia, Masha Allah terlalu sopan, ngemong banget, dan lain-lainnya. Yang paling tidak enaknya lagi, si pak suami ini juga sudah menuduh saya yang macam-macam.
Dia bilang gini, ”Ngaku saja sama suamimu ini, kamu sudah tidur sama berapa cowok selama berada di Malaysia", Astagfirullahalazim.... Rasanya kepingin teriak. Jujur saja selama menikah dengannya, saya tidak pernah yang namanya menuntut ini-itu. Segala sesuatunya di"iya"kan, enggak pernah ngebantah, dan sebagainya. Kok malah diperlakukan seperti ini?
Ya sudahlah semakin mantaplah untuk bercerai dengan dia. Ada banyak kejadian yang di luar nalar manusia selama menikah dengan dia. Bukan hanya itu saja yang dituduhkan, tapi sudah dituduh pergi ke dukunlah, dan ini-itulah.
Padahal si mantan pak suami ini yang kirim jompa-jampi ke saya. Hampir saja saya mati karena itu, Alhamdulilah masih bisa terselamatkan. Tapi Papa saya….
Papa saya yang terbaring di sofa, hanya bisa ngesot ke tempatku duduk. Beliau hanya bisa pegang tanganku dan bilang, ”Papa enggak ikhlas dan enggak ridho kalau kamu diperlakukan seperti ini, lebih baik Papa saja yang mati nak.” Duh rasanya makjleb kalau orang tua sudah ngomong gitu.
Setelah resmi bercerai, ada campur-aduk rasanya. Tiba-tiba Papa bilang gini, “Gimana Nak, sukses dengan perceraianmu?”. Saya dan Mama ketawa dan bilang, “Oalah Pa, perceraian kok sukses". Tidak lama kemudian, Papa saya meninggal tepat di hari perceraian saya.
(Cerita Bunda Farrah, Jakarta)
Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke [email protected] yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Cerita Bunda
Ditalak saat Hamil dan Tak Tahu Alasannya, Kini Kekuatanku Hanya Doa

Cerita Bunda
Suami Posesif Tiba-tiba Minta Cerai, Kini Aku Jadi Single Mother Lagi

Cerita Bunda
Kasihan Teman Anakku Hidupnya Tertekan, Korban Strict Parents dan Perceraian

Cerita Bunda
Kurang Kasih Sayang Ayah Sejak Kecil, Aku Cari Sosok Laki-laki Lain Malah Dilecehkan

Cerita Bunda
Di Ujung Perceraian Aku Temukan Cincin & Kain Kafan yang Bikin Nurut Sama Suami

Cerita Bunda
Suami Diam-diam Gadai Motorku di Saat Kami Proses Bercerai, Uangnya Buat Dia
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda