Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Nenekku Positif COVID-19, Ngga Betah di RS Sampai 10x Menelepon Tiap Hari

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Jumat, 11 Jun 2021 17:10 WIB

Ilustrasi pasien Covid-19
Ilustrasi pasien Covid-19/Foto: Getty Images/iStockphoto/Ronnakorn Triraganon

Selama sebulan keluargaku harus menjalani isolasi mandiri di rumah karena positif COVID-19. Kami bertiga, aku, tanteku, dan nenekku yang berusia 75 tahun terpapar virus ini.

Hingga kini, kami bertiga masih tidak tahu dari mana atau dari siapa bisa tertular COVID-19. Kami bertiga hanya tahu bahwa hidup kami berubah total selama sebulan.

Pada 7 Januari 2021, aku pertama kali merasakan gejala COVID. Tanpa batuk atau pilek, tiba-tiba indra perasa dan penciuman aku hilang total. Gejala ini disertai demam tinggi dan sesak napas ringan.

Banner Felicia Putri Gaji Rp400 JutaFoto: HaiBunda

Penyangkalan adalah hal pertama yang aku pikirkan ketika gejala ini muncul. Aku tidak yakin tertular COVID-19 karena hanya keluar rumah untuk bekerja dengan naik kendaraan umum saja.

Setelah lidah gagal merasa makanan dan hidung gagal mencium wewangian menyengat, barulah aku yakin. Saat itu juga, aku langsung ke laboratorium dekat rumah dan melakukan tes swab.

Sambil menunggu hasil, aku menjalani isolasi mandiri di kamar yang terletak di lantai atas. Sementara tante dan nenekku menjalani isolasi di lantai bawah. Mereka pun ikut menjalani tes swab dengan memanggil petugas kesehatan datang ke rumah.

Keesokan harinya, aku dinyatakan positif COVID-19. Sekitar tiga hari kemudian, tante dan nenek juga dinyatakan positif COVID-19.

Nenek saat itu terus menolak untuk dirawat di rumah sakit karena dia tidak ingin ditinggal sendiri. Sementara aku dan tante-tanteku juga tak tega harus meninggalkannya sendirian di rumah sakit.

Akhirnya, aku dan tante memutuskan untuk merawat nenek di rumah. Kami juga dibantu saudara jauh yang bekerja sebagai dokter untuk memastikan kondisi nenek.

Tenaga kesehatan melakukan tes swab antigen kepada warga di Gg Bahagia, Kel Gerendeng, Kec Karawaci, Tangerang. Upaya ini sebagai tracing atau pelacakan untuk menekan penyebaran COVID-19.Ilustrasi Covid-19/ Foto: Andhika Prasetia

Selama isolasi mandiri, aku dan tante tidak mengalami gejala berat COVID-19. Tante adalah orang tanpa gejala (OTG), sementara aku hanya kehilangan indra penciuman dan perasa selama tujuh hari.

Awalnya, nenekku baik-baik saja selama isolasi mandiri di rumah. Namun, setelah empat hari, kondisinya mengalami penurunan karena tidak nafsu makan. Nenek yang memiliki komorbid diabetes dan hipertensi ini tidak memiliki gejala COVID-19 seperti sesak napas atau kehilangan indra perasa-penciuman, tapi dia menolak untuk makan apa pun yang diberikan.

Akibatnya, nenek menjadi lemas dan tidak bisa bangun dari tempat tidur. Selama kurang lebih seminggu dirawat di rumah, dia hanya terbangun dan setengah sadar ketika waktu makan dan minum obat. Gejalanya semakin berat ketika muncul batuk.

Selama di rumah, saturasi oksigen nenek selalu di angka 92. Sepengetahuan kami, nilai saturasi baru dikatakan buruk kalau sudah berada di bawah angka 90.

Untuk berjaga-jaga, kami pun menyewa tabung oksigen besar untuk membantu nenek bernapas saat makan dan minum obat. Kami bahkan pernah sekali memanggil suster untuk memasangkan infus, serta dua kali memanggil dokter untuk mengecek kondisi nenek di rumah.

Saat itu, dokter langsung meminta keluarga untuk merujuk nenek yang positif Covid-19 ke rumah sakit. Kami pun menyerah dan memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Pada 23 Januari, nenek menjalani isolasi di RS Radjak Salemba.

Ternyata itu keputusan yang malah bikin Nenek kesal...haduh, Bun! Lihat bagaimana Nenek kami menelepon hingga 10 kali setiap hari hingga mengancam kabur di HALAMAN SELANJUTNYA.

[Gambas:Video Haibunda]



Nenek Ngambek Nelpon Berkali-Kali

Petugas medis mempersiapkan ruangan yang akan digunakan untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (30/4/2020). Peralatan medis ini didatangkan oleh CT Corp, bersama Bank Mega serta dukungan Indofood dan Astra Group.

Ilustrasi Covid-19/Foto: Rifkianto Nugroho

Benar saja, nenek tidak betah dan setiap hari minta pulang. Ponsel yang kami berikan kepadanya selalu digunakan untuk menelpon anak-anaknya. Dalam sehari, dia bisa lebih dari 10 kali menelepon untuk minta pulang.

Tanggal 6 Februari, nenek akhirnya diperbolehkan pulang karena nilai CT-nya sudah normal, meskipun hasil tes swab masih positif. Kami pun kembali merawatnya di rumah.

Setelah pulang dari rumah sakit ini, nenek berubah total. Ia seperti orang linglung dan kerap menolak untuk makan. Ia bahkan tak ingat apa pun yang terjadi selama dirawat di rumah sakit.

Selama tiga hari dirawat di rumah, kondisi nenek tidak juga membaik. Ia tidak mau makan dan tidak bisa buang air kecil.

Pada pagi di tanggal 10 Februari, tiba-tiba dia tidak bangun meski sudah kami panggil puluhan kali. Matanya tidak bisa terbuka, perutnya membuncit keras, dan tubuhnya tidak bergerak.

Kami sekeluarga panik.

Kami pun segera menelepon puskesmas terdekat untuk dilakukan tindakan. Beberapa petugas kesehatan dari puskesmas datang ke rumah dan melakukan pemeriksaan. Ternyata gula darah nenek turun drastis, yakni sekitar 50 mg/dL. Padahal, selama ini gula darahnya selalu mendekati angka 200 bahkan setelah minum obat diabetes.

Nenek pun akhirnya dibawa ke puskesmas dan mendapatkan infus glukosa untuk menaikkan gula darahnya. Perutnya yang buncit seketika mengempis setelah dipasangkan kateter. Ternyata perutnya membuncit karena tidak buang air kecil selama beberapa hari.

Petugas medis mempersiapkan ruangan yang akan digunakan untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (30/4/2020). Peralatan medis ini didatangkan oleh CT Corp, bersama Bank Mega serta dukungan Indofood dan Astra Group.Ilustrasi Covid-19/ Foto: Rifkianto Nugroho

Meski kondisinya sudah normal dan sadar 100 persen, kami tetap khawatir bila harus membawanya ke rumah. Dokter di puskesmas menyarankan nenek untuk menjalani isolasi lagi di rumah sakit. Kami pun setuju dan memberikan pengertian ke nenek agar dia tak merajuk lagi minta pulang.

"Mimih (panggilan nenek) mau ya dirawat di rumah sakit lagi. Insyaallah kali ini pasti sembuh karena sekarang sudah bukan lawan virus, tapi lawannya sakit diabetes," kata tanteku berusaha meyakinkannya.

Nenek sepakat untuk dirawat. Pada hari itu juga, dia langsung dirujuk ke RS Tarakan dan menjalani isolasi mandiri selama kurang lebih 10 hari.

Meski awalnya tidak ada masalah, nenek kembali merajuk ingin pulang. Kali ini, dia sampai mengancam ingin kabur dari rumah sakit dan menilai anak-anaknya sudah enggak sayang lagi.

Dokter dan suster bahkan kesulitan membujuknya untuk tenang. Setiap kali kami bilang untuk 'sabar', nenek selalu marah. "Sabar...sabar terus. Aku mau pulang. Kalau enggak dijemput, aku mau kabur saja," demikian jawaban nenek setiap menelepon kami.

Setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, kami baru yakin nenek benar-benar sudah sembuh. Ia tidak lagi terlihat linglung dan mau makan. Hanya saja, dia sulit untuk berjalan karena selalu tidur di atas ranjang ketika dirawat di rumah sakit.

Saat pulang, nenek pun disambut semua anak-anak, menantu, dan cucunya di rumah. Sekarang nenek sudah kembali seperti dulu, aktif bergerak, terkadang masak di dapur, dan kembali nonton sinetron kesukaannya di televisi.

Setiap hari, nenek selalu mengucap syukur karena bisa  sembuh dari COVID-19. Ia juga bersyukur bisa diberikan kesehatan saat merayakan Idul Fitri lagi di tahun ini.

(Cerita Bunda Icak, Jakarta Barat)

Mau berbagi cerita, Bunda? Share yuk ke kami dengan mengirimkan Cerita Bunda ke [email protected] yang ceritanya terpilih untuk ditayangkan, akan mendapat hadiah menarik dari kami.


(ziz/ziz)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda