cerita-bunda
Hanya karena Suami Miskin, Tetanggaku Dicampakkan Keluarga hingga Ajalnya Tiba
Rabu, 26 Oct 2022 17:40 WIB
#HaiBunda ini adalah kisah tetanggaku. Hari itu adalah hari Minggu, saat kami sedang istirahat di rumah, seorang tetangga datang meminta bantuan untuk diantar ke Puskesmas. Berangkat lah Bapak dengan mobil suamiku.
Oh ya, suamiku kerja di kapal laut di luar negeri. Jadi, selama suamiku bekerja, mobil dititip di rumah Bapak. Selepas ashar, ku lihat Bapak kembali dan masuk rumah dibarengi ibu, sambil membawa bayi.
Aku dan keponakanku yang masih umur 6 tahun kaget, 'Anak siapa, Bu?'. Ibu bilang, itu anak Sumiati (bukan nama sebenarnya). Aku bertanya dong, 'Kok ibu bawa kesini?'.
Ibuku menjawab, 'Iya, tadi dikasih sama Anjani. Katanya, tolong bayinya bawa dulu, saya mau siapin minta sumbangan ke warga untuk bantu Sumiati'.
Ibu dengan senang hati membawa bayi itu, kami juga senang sekali. Dari cerita ibuku, Sumiati dibawa ke Puskesmas dalam keadaan sudah lemas dan tidak bisa jalan karena kadar Hb (hemoglobin) rendah.
Sumiati disantet?
Bayinya baru umur 1 bulan lebih. Aku teringat dulu, kakaknya teman kuliahku meninggal dua minggu setelah melahirkan karena Hb rendah. Aku cerita ke ibu tentang kakaknya temanku itu.
Ibu bilang, 'Orang-orang di desa ini malah bilang Sumiati di santet sama dukun bayinya karena kasih uang cuma 50 ribu. Jadi lah si dukun bayi marah dan disantet lah Sumiati'.
Ternyata, Sumiati sudah sempat dibawa ke Puskesmas seminggu setelah melahirkan. Dia perdarahan dan pergi diantar Rosa, kakak kandungnya. Kata perawat di Puskesmas, Hb Sumiati rendah dan harus dirawat.
Tapi, Sumiati menolak karna tak punya biaya, Bunda. Sang kakak pun tak berkomentar apa-apa soal permintaan rawat inap itu. Karena tak enak hati dengan sang kakak, akhirnya Sumiati memutuskan pulang ke rumah dan di rawat jalan.
Sambil diobati secara tradisional dan mistis karena kata orang-orang, Sumiati di santet. Oh ya Bunda, Rosa kakak kandung Sumiati adalah pengusaha pengepul ikan hasil laut yang dikirim keluar daerah.
Kami tinggal di daerah pesisir dan mata pencaharian orang-orang di sini nelayan dan pengepul ikan. Kak Rosa tergolong kaya untuk ukuran orang di desa kami. Dia punya mobil dan beberapa orang anak buah yang bekerja di tempatnya.
Dirujuk ke RS
Hari sudah sore, ku gendong bayi laki-laki anak Suamiati. Tak lama, Kak Anjani datang mengambil bayi itu. Dia ucapkan terima kasih karena Ibuku sudah bantu jaga anak Suamiati. Tak lupa, dia berterima kasih juga padaku, lalu ku serahkan bayi itu.
Sebelum pergi, dia sempat cerita, Sumiati sudah dirujuk ke Rumah Sakit di kota. Dia sedikit mengeluh dan cemas, apakah Sumiati akan pulang dalam keadaan baik atau tidak. Sumiati memintanya untuk mengurus bayi itu.
"Saya bilang iya, tapi kan ini bayi ngurusnya bukan cuma digendong aja, Mbak. Harus di kasih susu juga," ucap Kak Anjani.
Ibuku menyuruhnya sabar dan berharap Sumiati bisa ditangani dengan baik dan sehat kembali. Kak Anjani pun pergi. Dia adalah sepupu dari suami Sumiati, Bunda. Dia punya satu anak, yang seumuran dengan anak pertama Sumiati, kelas 6 SD.
Istri nelayan miskin
Sumiati hanya seorang istri nelayan biasa, bisa dibilang miskin. Hasil melaut suaminya hanya bisa dipakai makan sehari-hari, itu pun kadang kurang. Mereka punya tiga anak yang semuanya laki-laki. Anak pertama kelas 6 SD, anak kedua kelas 2 SD, dan baru sebulan yang lalu melahirkan anak ketiga.
Mungkin Sumiati sudah merasa dirinya nggak akan bertahan lama. Dia mengambil keputusan untuk meminta Anjani merawat bayinya. Selesai sholat magrib, ku dengar dari jauh seseorang berlari sambil menangis.
Semakin lama, suaranya semakin keras terdengar. Aku keluar kamar dan ku ajak adik-adik keluar untuk melihat. Ternyata tetanggaku mengabarkan, 'Sumiati tidak tertolong'.
Saat sampai di RS, suaminya mengurus beberapa berkas, tapi Sumiati tak bisa menunggu lagi. Dia dipanggil Allah, waktunya telah tiba. Suaminya pun menyesal tidak menemani Sumiati saat akhir hayatnya.
Sedikit hatiku teriris, meski aku nggak terlalu kenal dan akrab. Tapi, hatiku seperti hancur. Tetangga pun berkumpul dan bercerita, menyalahkan keluarga Sumiati. Bahkan di saat-saat terakhir, Sumiati hanya diantar suami dan keponakannya yang masih SMA
Sementara ibu dan kakak-kakaknya sibuk dengan dunianya masing-masing. Bukan sibuk sih, tapi mereka abai hanya karena Sumiati miskin.
Dari cerita tetangga, Sumiati sudah dua kali ke Puskesmas tapi nggak pernah dirawat inap. Dia tak mendapat penanganan dengan baik karna miskin. Sumiati mungkin malu jika harus meminta tolong pada kakak dan saudaranya yang lain.
Malangnya Sumiati
Kak Tina, sepupu Sumiati yang termasuk orang kaya dan terpandang juga di desa ini. Dia punya toko sembako dan hotel dekat pelabuhan penyeberangan. Dia datang naik motor dibonceng anak perempuannya.
Dengan tergesa-gesa menghampiri kami, dia berkata 'Aku kaget banget tadi dikasih tahu tetangga, Sumiati meninggal. Dia sakit apa?'. Tetanggaku pun menceritakan penyebab Suamiati dirujuk ke rumah sakit sampai meninggal dunia.
Kak Tina seperti tidak tahu apa-apa. Dia mengajak anaknya ke rumah orang tua Sumiati tapi tak mau. Kak Tina bilang ke putrinya, 'Itu keluarga kamu juga Luna. Ayo ikut Mama'. Luna pun terpaksa ikut.
Karena suaminya miskin, Sumiati seperti tak dianggap. Rumah kakak kandungnya padahal berdekatan, hanya terhalang rumah orang tua. Tapi, seperti tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Bahkan, untuk membantu Sumiati agar bisa dirawat di Puskesmas saja, Kak Rosa tidak bertindak sama sekali.
Sumiati dan suaminya mungkin sadar diri karena kemiskinannya tidak ingin merepotkan orang lain, bahkan saudara sendiri. Sumiati hanya bisa pasrah dengan kondisinya, hingga ajal menjemput dia hanya sendiri, tak ada Ibu dan saudaranya.
Sumiati, semoga Tuhan mengampuni segala dosa-dosamu. Dirimu tak perlu malu lagi karena sekarang engkau telah bahagia di sisi Tuhan. Amin...
-Bunda P, domisili dirahasiakan-
Mau berbagi cerita juga, Bun? Yuk cerita ke Bubun, kirimkan lewat email [email protected] Cerita terbaik akan mendapat hadiah menarik dari HaiBunda.
(muf/muf)