Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

cerita-bunda

Bikin Stres, Mertua Menuntutku Segera Melahirkan Padahal Baru Pembukaan 2

Sahabat HaiBunda   |   HaiBunda

Rabu, 07 Aug 2024 17:09 WIB

pregnant woman cry and feel depression at home
Bikin Stres, Mertua Menuntutku Segera Melahirkan Padahal Baru Pembukaan 2 /Foto: Getty Images/RyanKing999
Jakarta -

#HaiBunda masa kehamilan hingga melahirkan merupakan saat-saat penting seorang ibu memerlukan perhatian dan dukungan dari keluarga. Namun, kehamilan keduaku terasa begitu menyedihkan.

Aku merupakan ibu dari dua anak perempuan dan telah menikah hampir selama 7 tahun. Dua tahun yang lalu, bisa dibilang aku 'kebobolan' saat hamil anak kedua. Tak pelak, aku pun merasa stres karena ini merupakan kehamilan yang tidak direncanakan. Apalagi Si Kakak baru menginjak usia 3 tahun dan tengah membutuhkan banyak perhatian.

Meski demikian, dengan bantuan suami, aku pun perlahan bisa menerima kehamilan ini dan berharap kali ini mendapatkan bayi laki-laki. Namun, sayangnya saat memeriksakan kandungan di usia 4 bulan, aku syok ternyata jenis kelamin bayi keduaku adalah perempuan lagi. Merasa tak puas dan tak percaya, aku dan suami pun memeriksakan kandungan ke dokter lainnya di usia kehamilan 7 bulan, tapi hasilnya sama saja..

Sebenarnya tak ada komplain apa pun dari suami. Ia bahkan menerima apa pun jenis kelamin bayi kedua kami. Tapi yang bikin aku stres adalah omongan dari keluarga suami. Walau tak secara gamblang, aku merasa sering disindir tak bisa memberikan keturunan laki-laki. Mendengar hal tersebut saat hamil, aku pun merasa terpuruk.

 
Menjelang persalinan, tiba-tiba aku diminta suami untuk pulang ke rumah ibunya alias mertuaku. Alasannya, agar nanti ada yang bisa menemani saat lahiran, dan aku menurutinya.

Setelah seminggu tinggal bersama mertua, aku memeriksakan diri ke puskesmas. Ternyata aku sudah pembukaan 1-2, padahal usia kandungan baru 34 minggu. Kaget sekaligus senang, rasanya ingin sekali segera bertemu bayi keduaku tapi khawatir bila persalinan jauh dari HPL. Apalagi pembukaan enggak maju-maju tapi keluarga suami enggak sabaran. Mereka kerap bertanya, "Setelah berhari-hari pembukaan kok ga nambah? Takutnya kamu dirujuk ke rumah sakit kalo enggak lahir-lahir!" kata mertua.

Padahal keluar flek saja belum, tapi sudah dituntut untuk segera melahirkan. Merasa frustrasi, aku akhirnya nekat membeli nanas madu dan menghabiskannya agar pembukaan bertambah. Sore hari, aku memeriksakan diri ke dokter dan alhamdulillah pembukaan bertambah jadi 5, lega rasanya. Semakin malam aku merasa semakin mulas dan pada pukul 19.00, aku dibawa ke puskesmas oleh mertua dan suami hingga akhirnya lahirlah anak keduaku berjenis kelamin perempuan dengan BB 2,4 kg dan panjang 50 cm dalam kondisi sehat dan selamat.

Setelah satu malam menginap di puskesmas, aku pun kembali ke rumah mertua di pagi harinya. Sayangnya suami sudah harus pulang ke kota setelah cuti beberapa hari di rumah mertua. Sepeninggalan suami, aku hanya bersama mertua di rumah, seperti layaknya kehidupan di kampung, ada banyak tetangga yang menengok aku dan bayiku. Sebenarnya ini tak apa, tapi karena tamunya terlalu banyak, aku pun merasa letih dan kurang istirahat. Kepala rasanya mau pecah karena kurang tidur dan bayiku pun rewel sehingga aku harus menyusui sepanjang malam tanpa tidur.

Esoknya sekitar jam 10 pagi, mertua pamit untuk pergi reuni dan meninggalkanku dengan kedua anakku. Ia cuma berkata kalau kesepian, tinggal pergi ke rumah neneknya suami yang jaraknya agak jauh.

Dengan kondisi baru saja melahirkan dan jahitan yang masih basah, aku menggendong bayiku yang berusia 2 hari dan menggandeng anak pertamaku pergi ke rumah nenek suami.

Tetangga yang melihat malah memuji aku yang kuat baru beberapa hari udah bisa jalan-jalan keluar rumah. Padahal nyatanya aku disuruh mertua buat jalan sendiri ke rumah nenek suami yg jaraknya lumayan jauh. Jujur saja Bunda, saat berjalan jahitan terasa perih, badan masih sakit2. Bisa dibilang kondisiku belum pulih tapi diharuskan untuk jalan kaki.

Dua tahun berlalu tapi aku enggak pernah bisa sembuh dari trauma itu. Kalau aku pulang ke rumah mertua dengan suami, aku merasa belum bisa menerima perlakuan mertua yang dulu pernah beliau lakukan. Sakit banget rasanya, padahal suami punya dua adik perempuan.

Aku merasakan trauma yang rasakan amat dalam akibat perlakuan mertua. Sebenarnya, aku ingin bercerita pada suami, tapi aku takut suami tak akan percaya.

- Bunda S, Jakarta -

Mau berbagi cerita juga, Bun? Yuk cerita ke Bubun, kirimkan lewat email [email protected]. Cerita terbaik akan mendapat hadiah menarik dari HaiBunda.

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda