Jakarta -
Mungkin ada kalanya siapapun itu termasuk ibu
hamil merasa sedih karena suatu hal, misalnya saat kehilangan anggota keluarga. Tapi jangan sampai sedih yang dirasakan berlarut-larut ya, Bun.
Soalnya sedih yang berlarut-larut pada ibu hamil bisa berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkannya kelak. Hal ini merupakan hasil studi peneliti dari Stanford University yang diterbitkan dalam American Economic Review.
Dalam studinya, Bun, peneliti memeriksa bayi-bayi Swedia yang lahir antara tahun 1973 sampai 2011 yang ibunya kehilangan kerabat dekat, seperti saudara kandung, orang tua, kakek-nenek, atau anaknya yang lebih tua, selama kehamilannya.
Peneliti mengikuti anak-anak itu hingga dewasa, lantas membandingkan hasil kesehatan mereka dengan anak-anak yang kerabat maternalnya meninggal pada tahun setelah kelahiran mereka. Peneliti mengumpulkan data dari catatan medis mereka dan catatan pembelian obat resep.
Terakhir, peneliti mempertimbangkan dampak kematian pada janin, termasuk paparan janin terhadap stres ibu dari kematian keluarga dan bahkan perubahan komposisi anggota keluarga.
"Setelah menganalisis hasil mereka, ditemukan bahwa
ibu hamil yang mengalami sedih berlebihan terhadap kematian, anak yang dilahirkannya lebih berisiko menggunakan obat ADHD selama masa kanak-kanak, juga obat anti-kecemasan dan depresi di masa dewasa," tulis peneliti, dikutip dari Atlantic Journal Constitution.
Untuk mengatasi masalah ini, para peneliti menyarankan agar pemerintah menerapkan kebijakan untuk membantu mengurangi stres selama kehamilan. Peneliti menyarankan untuk menargetkan keluarga nggak mampu karena mereka lebih mungkin mengalami stres daripada keluarga yang berkecukupan.
Meskipun temuan ini masih dikaji lebih lanjut, tapi peneliti berharap dapat lebih baik membantu ibu hamil untuk memiliki kehamilan yang lebih sehat dan melahirkan anak yang lebih sehat pula.
"Tentu saja, kami tidak dapat mencegah anggota keluarga dari kematian, dan kami tentu tidak ingin temuan kami menjadi sumber stres lain untuk
ibu hamil. Tetapi temuan kami berpotensi menunjukkan pentingnya mengurangi stres secara umum selama kehamilan, misalnya melalui cuti melahirkan pra kelahiran dan program yang menyediakan sumber daya dan dukungan sosial bagi wanita hamil yang kurang mampu," tutup penulis dikutip dari Stanford Health Policy.
(aci)