kehamilan
Perbedaan Cara Bayar Fidyah Saat Hamil dan Masa Nifas
Rabu, 05 Jun 2019 17:05 WIB
Jakarta -
Melahirkan bertepatan dengan puasa Ramadhan menjadi keberkahan tersendiri bagi seorang bunda. Namun sayangnya di tengah kebahagiaan menjadi orang tua baru, mereka tidak bisa memaksimalkan ibadah selama Ramadhan.
Lalu, bagaimana Bunda harus mengganti puasa Ramadhan yang tidak bisa ditunaikan sebulan kemarin? Kira-kira boleh membayar fidyah atau harus meng-qhada puasanya ya?
"Fidyah adalah memberi makan setiap hari tidak berpuasa kepada seorang miskin seperti makanan sehari-hari yang bersangkutan, atau senilai dengan harga makanan itu. Nilainya tentu berbeda antara seorang dengan yang lain. Bukankah nilai makanan kita berbeda-beda? Fidyah dapat dibayarkan pada bulan Ramadan, dapat pula setelah Ramadan. Demikian, wallahu a'lam," terang Cendikiawan Muslim, Quraish Shihab dilansir detikcom.
Melansir laman zakat.or.id, sebagian ulama berpendapat bahwa hukum wanita yang sedang nifas sebenarnya sama dengan haid. Sehingga hanya diwajibkan untuk meng-qhada tanpa perlu membayar fidyah. Bahkan, setelah selesai masa nifas boleh segera membayar utang puasanya, Bun.
Tapi ingat, sebelum membayar utang puasa harus melihat kondisi kesehatan Bunda sendiri ya. Serta, melihat kecukupan ASI untuk si kecil. Usahakan agar segera meng-qhada puasa sebelum datang Ramadhan berikutnya.
Hal itu tentunya berbeda dengan ketentuan pembayaran utang puasa bagi ibu hamil. Mereka dihadapkan dengan tiga ketentuan dengan kondisi berbeda. Pertama kalau kondisi fisiknya lemah, maka ibu hamil boleh tidak puasa dan hanya wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.
Kondisi kedua, wanita hamil yang tubuhnya lemah dan khawatir berdampak pada janin di kandungannya, maka diperbolehkan untuk tidak puasa. Hukum membayarnya pun sama seperti ketentuan pertama, mereka hanya wajib meng-qhada puasa tanpa membayar fidyah.
Terakhir, jika ibu hamil yang sebenarnya mampu berpuasa tapi mengkhawatirkan kondisi janinnya maka harus meng-qhada dan membayar fidyah. Dalam hal ini, ibu hamil merasa sehat dan kondisinya pun prima, tapi dokter menyatakan ada hal-hal yang harus dijaga dari janinnya, jadi harus membatalkan puasanya. Hal itu didasarkan pada pendapat ulama Syafi'iah, Bun.
Tapi, Bunda boleh hanya meng-qhada puasa saja jika mengikuti ulama Hanafiah. Berbeda dengan pendapat dari kalangan ulama Malikiah berpendapat hanya wanita menyusui saja yang wajib membayar keduanya. Sedangkan kalau ibu hamil hanya meng-qhadanya saja ya, Bun.
"Dalam pandangan mazhab Hambali wanita yang hamil atau menyusui, maka mereka tidak membayar fidyah, tetapi harus mengganti puasanya pada hari yang lain. Dalam mazhab Ahmad dan Syâfi'î kalau keduanya tidak berpuasa karena hanya khawatir keadaan janin/bayi yang disusukannya saja, bukan terhadap diri mereka, maka mereka harus membayar fidyah dan dalam saat yang sama mengganti puasanya," ungkap Quraish Sihab menambahkan.
Jadi jelas ya, Bun, kalau dalam keadaan nifas Bunda hanya berkewajiban meng-qhada tanpa perlu membayar fidyah.
(rap/rap)
Lalu, bagaimana Bunda harus mengganti puasa Ramadhan yang tidak bisa ditunaikan sebulan kemarin? Kira-kira boleh membayar fidyah atau harus meng-qhada puasanya ya?
"Fidyah adalah memberi makan setiap hari tidak berpuasa kepada seorang miskin seperti makanan sehari-hari yang bersangkutan, atau senilai dengan harga makanan itu. Nilainya tentu berbeda antara seorang dengan yang lain. Bukankah nilai makanan kita berbeda-beda? Fidyah dapat dibayarkan pada bulan Ramadan, dapat pula setelah Ramadan. Demikian, wallahu a'lam," terang Cendikiawan Muslim, Quraish Shihab dilansir detikcom.
Melansir laman zakat.or.id, sebagian ulama berpendapat bahwa hukum wanita yang sedang nifas sebenarnya sama dengan haid. Sehingga hanya diwajibkan untuk meng-qhada tanpa perlu membayar fidyah. Bahkan, setelah selesai masa nifas boleh segera membayar utang puasanya, Bun.
![]() |
Tapi ingat, sebelum membayar utang puasa harus melihat kondisi kesehatan Bunda sendiri ya. Serta, melihat kecukupan ASI untuk si kecil. Usahakan agar segera meng-qhada puasa sebelum datang Ramadhan berikutnya.
Hal itu tentunya berbeda dengan ketentuan pembayaran utang puasa bagi ibu hamil. Mereka dihadapkan dengan tiga ketentuan dengan kondisi berbeda. Pertama kalau kondisi fisiknya lemah, maka ibu hamil boleh tidak puasa dan hanya wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.
Kondisi kedua, wanita hamil yang tubuhnya lemah dan khawatir berdampak pada janin di kandungannya, maka diperbolehkan untuk tidak puasa. Hukum membayarnya pun sama seperti ketentuan pertama, mereka hanya wajib meng-qhada puasa tanpa membayar fidyah.
Terakhir, jika ibu hamil yang sebenarnya mampu berpuasa tapi mengkhawatirkan kondisi janinnya maka harus meng-qhada dan membayar fidyah. Dalam hal ini, ibu hamil merasa sehat dan kondisinya pun prima, tapi dokter menyatakan ada hal-hal yang harus dijaga dari janinnya, jadi harus membatalkan puasanya. Hal itu didasarkan pada pendapat ulama Syafi'iah, Bun.
Tapi, Bunda boleh hanya meng-qhada puasa saja jika mengikuti ulama Hanafiah. Berbeda dengan pendapat dari kalangan ulama Malikiah berpendapat hanya wanita menyusui saja yang wajib membayar keduanya. Sedangkan kalau ibu hamil hanya meng-qhadanya saja ya, Bun.
"Dalam pandangan mazhab Hambali wanita yang hamil atau menyusui, maka mereka tidak membayar fidyah, tetapi harus mengganti puasanya pada hari yang lain. Dalam mazhab Ahmad dan Syâfi'î kalau keduanya tidak berpuasa karena hanya khawatir keadaan janin/bayi yang disusukannya saja, bukan terhadap diri mereka, maka mereka harus membayar fidyah dan dalam saat yang sama mengganti puasanya," ungkap Quraish Sihab menambahkan.
Jadi jelas ya, Bun, kalau dalam keadaan nifas Bunda hanya berkewajiban meng-qhada tanpa perlu membayar fidyah.
(rap/rap)