Jakarta -
Beberapa hari belakangan, media sosial diramaikan dengan kisah
persalinan seorang ibu di Sumatera Barat yang berujung duka. Cerita bermula dari unggahan di Instagram dr.Darrell Fernando, Sp.OG, @darrellfernando, yang menangani pasien tersebut.
Dihubungi via telepon, Darrell membenarkan kejadian tersebut, Bun. Dokter yang bertugas di RSUD Lubuk Basung, Sumatera Barat, ini menceritakan, bayi itu sudah dalam kondisi meninggal saat akan dia tangani. Mirisnya, kepala bayi masih di dalam perut ibunya, sedangkan badan hingga kakinya sudah berada di luar kandungan.
"Memang datang ke saya dalam kondisi kepala sudah nyangkut di dalam seperti di foto itu. Bayi sudah meninggal karena enggak pernah ketahuan kalau
bayinya sungsang dan bayinya ada cacat. Jadi, ibunya enggak pernah periksa ke dokter dan enggak pernah USG (Ultrasonography). Ke bidan pas mau keluar kakinya," terang Darrell, saat berbincang dengan
HaiBunda.
Lebih lanjut, Darrell menceritakan kalau si bayi ternyata memiliki cacat bawaan lahir. Hal itu tidak diketahui, karena sang ibu tidak pernah melakukan USG selama kehamilannya.
Berdasarkan unggahan di Instagram Story miliknya, Darrell sempat menyebut bayi itu mengalami hydrocephalus dan kelainan kongenital mayor. Foto itu juga memperlihatkan kondisi kepala bayi terjepit (aftercoming head).
"Bayinya ada cacat bawaan lahir, tapi detailnya saya enggak tahu karena itu hanya pemeriksaan sekilas. Bayi ada kelainan bawaan, jadi memang seharusnya bisa dideteksi dengan pemeriksaan kehamilan," terangnya menambahkan.
Ilustrasi proses melahirkan/ Foto: iStock |
Pentingnya tes USGBerkaca dari pengalaman tersebut, Darrell menekankan pentingnya USG untuk ibu hamil. Sedikitnya, disarankan untuk melakukan tiga kali USG sepanjang kehamilan. Dia juga menegaskan jika USG tidak membahayakan kandungan meski sering dilakukan, Bun.
Sebab, alat yang digunakan untuk melakukan tes USG sudah terkalibrasi, yang sangat aman untuk ibu dan janin. Lalu, kapan waktu terbaik melakukan USG? Setidaknya, menurut Darrell, dilakukan sekali saat trimester pertama, kemudian di trimester kedua, dan sekali lagi di trimester ketiga.
"Kalau mau USG keempat, pas sudah cukup bulan. Tidak bahaya kalau misalnya sering-sering, karena justru USG itu sangat aman. Bagi pasien high risk juga aman yang setiap harinya harus USG karena alatnya terkalibrasi, ada
savety limit ibaratnya. Jadi enggak perlu takut. Kalau enggak USG, takutnya ada bahaya, takut ada kelainan seperti kondisi bayi tadi," ungkap Darrell.
"Letak bayi dan plasenta bermasalah itu kan sulit diraba kalau hanya pemeriksaan dilihat dari perut luar, tanpa dilihat ke dalam lewat USG."
Bukan tanpa alasan Darrell menyarankan pemeriksaan USG tiga kali sampai jelang lahiran, Bun. Menurutnya, pemeriksaan di setiap trimester ada tujuannya masing-masing.
Ilustrasi USG/ Foto: iStock |
Saat awal kehamilan, tes USG bermanfaat untuk menghitung usia kehamilan dengan akurat. Sedangkan pada trimester kedua, bisa dilakukan pada usia kehamilan 20 minggu untuk melakukan screening bayi. Terakhir, dilakukan pada trimester ketiga untuk melihat posisi bayi sebelum persalinan.
Dijelaskan Darrell kalau secara umum, USG dilakukan untuk mengetahui letak kehamilan di dalam atau di luar kandungan, melihat posisi dan ukuran bayi, juga kondisi ketuban. Serta melihat bagian janin seperti otak, jantung, ginjal, dan perutnya.
"Tapi kalau masalah autisme dan gangguan perkembangan tidak bisa dilihat dari
USG. Kalau yang bersifat psikologi dan perkembangan tidak bisa, tapi kelainan bentuk dan tubuh bisa dilihat," tegasnya.
Sehingga, kasus kelahiran bayi sungsang seperti kejadian di atas bisa segera ditangani sebelum berakibat fatal. Lewat USG, dokter dapat mengambil keputusan tepat mengenai proses persalinan yang harus dijalani sang ibu. Apakah itu harus melalui
persalinan normal atau caesar.
Simak juga yuk, Bun, cerita Joana Alexandra mengenai besarnya biaya persalinan anak berkebutuhan khusus!
(rap/muf)