kehamilan
Ups! Dampak Corona, PBB Prediksi akan Ada 7 Juta Kehamilan Tak Terencana
Selasa, 05 May 2020 13:41 WIB
Jakarta -
Pandemi corona masih melanda banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Beberapa negara bahkan menerapkan lockdown, demi memutus rantai penyebaran COVID-19 yang sangat cepat.
Melihat kondisi saat ini, PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) mengungkapkan keprihatinannya. United Nations Population Fund (UNFPA) menyatakan, kemungkinan yang paling mengkhawatirkan dari dampak lockdown akan ada jutaan kehamilan yang tak diharapkan.
Tak main-main, prediksi angka kehamilan akan semakin tinggi jika karantina di rumah terus dilakukan. Bahkan bisa mencapai 7 juta kehamilan tak terencana kalau lockdown diperpanjang hingga akhir tahun.
Sementara itu dilansir Times of India, sebuah studi mengevaluasi dua cara pandemi ini bisa berkontribusi terhadap kekerasan berbasis gender. Salah satunya kekerasan pada perempuan karena rumah tangga mereka mengalami tekanan gejolak ekonomi.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa setiap tiga bulan lockdown diperpanjang, diperkirakan terdapat 15 juta kasus kekerasan berbasis gender.
Data mencatat lebih dari 47 juta wanita di 114 negara berpenghasilan rendah dan menengah, menghadapi risiko pelecehan seksual. Serta ada kemungkinan mengalami kehamilan yang tak diinginkan selama lockdown.
Dr Natalia Kanem, selaku UN Population Fund's Executive Director menyatakan, dampak virus corona lebih banyak 'mengorbankan' kaum perempuan.
"Data baru ini menunjukkan dampak bencana COVID-19 terjadi pada wanita dan anak perempuan secara global. Pandemi ini meningkatkan ketidaksetaraan, jutaan lebih wanita dan anak perempuan berisiko kehilangan kemampuan untuk merencanakan keluarga dan melindungi tubuh serta kesehatan mereka," ujar Dr Natalia.
Hasil studi PBB menemukan bahwa pandemi corona bisa menyebabkan 7 juta kehamilan tidak diinginkan. Mereka juga mempredisksi ada 47 juta wanita tak mendapatkan akses kontrasepsi modern. Laporan UNFPA lebih lanjut menyatakan bahwa lockdown diperkirakan akan sangat mengganggu upaya untuk menjamin kesejahteraan perempuan.
Tak hanya perempuan, anak-anak juga menjadi korban. Hal ini melihat dari penurunan signifikan terhadap kegiatan kesadaran akan pernikahan anak dan Female Genital Mutilation. Lonjakan yang parah juga mungkin terjadi pada tahun-tahun mendatang yang kini berusaha diantisipasi.
Berbicara mengenai kesehatan para perempuan di tengah pandemi corona, wakil direktur eksekutif UNFPA, Dr. Ramiz Alakbarov mengatakan, secara global ada sekitar 70 persen tenaga kesehatan terdiri dari wanita. Hal itu membuat mereka lebih berisiko terinfeksi corona karena berada di garis depan.
"Masalah-masalah ini tidak eksklusif untuk negara berkembang. Ketimpangan tidak terlalu terasa di negara maju tapi masih ada. Perempuan adalah orang pertama yang kehilangan pekerjaan selama krisis ini, mereka yang pertama membela keluarga. Mereka menanggung sebagian besar beban secara ekonomi. Tetapi laporan ini adalah malapetaka di dalam malapetaka," papar Alakbarov dikutip dari BusinessInsider.
Bunda, simak juga yuk penjelasan mengenai fakta corona dalam video di bawah ini:
(rap/rap)
Melihat kondisi saat ini, PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) mengungkapkan keprihatinannya. United Nations Population Fund (UNFPA) menyatakan, kemungkinan yang paling mengkhawatirkan dari dampak lockdown akan ada jutaan kehamilan yang tak diharapkan.
Tak main-main, prediksi angka kehamilan akan semakin tinggi jika karantina di rumah terus dilakukan. Bahkan bisa mencapai 7 juta kehamilan tak terencana kalau lockdown diperpanjang hingga akhir tahun.
Sementara itu dilansir Times of India, sebuah studi mengevaluasi dua cara pandemi ini bisa berkontribusi terhadap kekerasan berbasis gender. Salah satunya kekerasan pada perempuan karena rumah tangga mereka mengalami tekanan gejolak ekonomi.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa setiap tiga bulan lockdown diperpanjang, diperkirakan terdapat 15 juta kasus kekerasan berbasis gender.
Data mencatat lebih dari 47 juta wanita di 114 negara berpenghasilan rendah dan menengah, menghadapi risiko pelecehan seksual. Serta ada kemungkinan mengalami kehamilan yang tak diinginkan selama lockdown.
![]() |
Dr Natalia Kanem, selaku UN Population Fund's Executive Director menyatakan, dampak virus corona lebih banyak 'mengorbankan' kaum perempuan.
"Data baru ini menunjukkan dampak bencana COVID-19 terjadi pada wanita dan anak perempuan secara global. Pandemi ini meningkatkan ketidaksetaraan, jutaan lebih wanita dan anak perempuan berisiko kehilangan kemampuan untuk merencanakan keluarga dan melindungi tubuh serta kesehatan mereka," ujar Dr Natalia.
Hasil studi PBB menemukan bahwa pandemi corona bisa menyebabkan 7 juta kehamilan tidak diinginkan. Mereka juga mempredisksi ada 47 juta wanita tak mendapatkan akses kontrasepsi modern. Laporan UNFPA lebih lanjut menyatakan bahwa lockdown diperkirakan akan sangat mengganggu upaya untuk menjamin kesejahteraan perempuan.
Tak hanya perempuan, anak-anak juga menjadi korban. Hal ini melihat dari penurunan signifikan terhadap kegiatan kesadaran akan pernikahan anak dan Female Genital Mutilation. Lonjakan yang parah juga mungkin terjadi pada tahun-tahun mendatang yang kini berusaha diantisipasi.
Berbicara mengenai kesehatan para perempuan di tengah pandemi corona, wakil direktur eksekutif UNFPA, Dr. Ramiz Alakbarov mengatakan, secara global ada sekitar 70 persen tenaga kesehatan terdiri dari wanita. Hal itu membuat mereka lebih berisiko terinfeksi corona karena berada di garis depan.
"Masalah-masalah ini tidak eksklusif untuk negara berkembang. Ketimpangan tidak terlalu terasa di negara maju tapi masih ada. Perempuan adalah orang pertama yang kehilangan pekerjaan selama krisis ini, mereka yang pertama membela keluarga. Mereka menanggung sebagian besar beban secara ekonomi. Tetapi laporan ini adalah malapetaka di dalam malapetaka," papar Alakbarov dikutip dari BusinessInsider.
Bunda, simak juga yuk penjelasan mengenai fakta corona dalam video di bawah ini:
(rap/rap)