
kehamilan
Bumil dengan Penyakit Autoimun Berisiko Lahirkan Anak ADHD, Simak Faktanya
HaiBunda
Selasa, 26 Dec 2023 12:16 WIB

Daftar Isi
Ibu hamil dengan kelainan autoimun secara signifikan lebih mungkin memiliki bayi yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, atau ADHD, menurut sebuah penelitian longitudinal terhadap bayi dan ibu di Australia.
Gangguan autoimun yang umum termasuk diabetes tipe 1, kolitis ulserativa, penyakit Crohn dan celiac, psoriasis, multiple sclerosis, dan rheumatoid arthritis.
Bumil dengan penyakit autoimun
“Penyakit autoimun adalah kelainan dengan sistem kekebalan tubuh secara keliru ‘menyerang’ tubuh,” kata penulis studi Timothy Nielsen, seorang peneliti dan mahasiswa doktoral di Rumah Sakit Anak di Westmead Clinical School di Universitas Sydney. Studi ini dipublikasikan di jurnal JAMA Pediatrics, seperti dilansir dari CNN Health.
Serangan tersebut dapat mengakibatkan 'kelainan ‘multi-organ’ seperti lupus, atau kelainan ‘spesifik organ’ seperti penyakit tiroid autoimun (tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves)," ujar Nielsen.
Gangguan perkembangan saraf seperti ADHD, ketidakmampuan belajar dan autisme disebabkan oleh gangguan perkembangan otak janin selama kehamilan. Penelitian sebelumnya telah menghubungkan gangguan autoimun pada ibu dengan autisme, gangguan obsesif-kompulsif, dan tics atau sindrom Tourette pada anak-anak, katanya, namun ini adalah salah satu studi pertama yang meneliti peran mereka dalam ADHD.
“Saya harap temuan ini tidak terlalu membuat perempuan dengan kondisi autoimun stres,” kata dokter perkembangan anak Dr. Jenny Radesky, asisten profesor pediatri di Michigan Medicine C.S. Mott Children’s Hospital.
“Ibu dengan penyakit autoimun dapat berupaya untuk mengontrol kondisinya secara optimal selama kehamilan, namun penyakit autoimun tidak seperti merokok selama kehamilan atau faktor risiko lain untuk ADHD, yang dapat dikontrol langsung oleh ibu,” tambahnya.
Studi tentang autoimun pada ibu hamil
Penelitian ini mengikuti lebih dari 63.000 anak yang lahir cukup bulan antara 1 Juli 2000 hingga 31 Desember 2010, di New South Wales, Australia. Nielsen dan timnya mengidentifikasi 12.610 ibu dengan setidaknya satu dari 35 kelainan autoimun yang umum. Masing-masing ibu hamil memiliki kode diagnosis kelainan autoimun dalam catatan rawat inap mereka.
Seorang anak ditentukan menderita ADHD jika ada diagnosis ADHD di rumah sakit atau catatan resep stimulan yang diresepkan atau diisi.
Semua 12.610 anak yang didiagnosis dengan ADHD di atas usia 3 tahun dilibatkan dalam penelitian ini, dan kemudian dicocokkan dengan empat anak pada usia yang sama dan ibu yang tidak memiliki kelainan autoimun. Kedua pasangan anak tersebut kemudian diikuti hingga akhir tahun 2014.
Studi ini juga melakukan meta-analisis terhadap penelitian yang ada mengenai topik tersebut.
Jika digabungkan, hasilnya menunjukkan bahwa diagnosis penyakit autoimun, diabetes tipe 1, demam rematik atau karditis rematik (radang otot jantung), psoriasis, dan hipertiroidisme dikaitkan dengan peningkatan risiko ADHD pada anak di usia lanjut.
Gangguan autoimun dan peradangan
Belum diketahui secara pasti bagaimana gangguan autoimun yang dialami ibu dapat memengaruhi bayinya yang belum lahir. Para peneliti berhipotesis bahwa autoantibodi ibu melintasi plasenta. Molekul inflamasi juga dapat melakukan hal yang sama.
Di plasenta, peradangan kronis dapat mengubah perkembangan otak janin, mungkin berdampak pada sel kekebalan bawaan di otak bayi yang sedang berkembang, kata studi tersebut. Atau mungkin peradangan mengubah penanda epigenetik (bahan kimia yang mengaktifkan atau menonaktifkan gen) pada gen kunci perkembangan saraf pada janin.
Teori lain, menurut studi tersebut, adalah bahwa peradangan berdampak pada pembentukan dan fungsi sinapsis di otak bayi yang sedang berkembang. Sinapsis adalah kantong kecil ruang antara dua sel yang memungkinkan sel menyampaikan pesan dan berkomunikasi.
“Perubahan ini mungkin mengarah langsung pada gejala ADHD, atau membuat anak lebih rentan terhadap faktor risiko lingkungan,” kata Nielsen.
Lingkungan dapat berkontribusi besar terhadap hasil perkembangan saraf anak. Penelitian telah menemukan hubungan antara pendidikan ibu yang rendah, status sosial ekonomi, depresi dan riwayat perilaku antisosial orang tua dan risiko anak terkena ADHD. Kadar zat besi yang lebih tinggi dalam darah anak juga dikaitkan dengan gangguan hiperaktif.
Penelitian telah menemukan hubungan yang kuat antara hiperaktif dan kurangnya perhatian pada anak-anak dan obesitas dan tekanan darah tinggi pada ibu, serta penggunaan asetaminofen dan merokok selama kehamilan.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa perempuan dengan penyakit autoimun yang tidak terkontrol dengan baik melalui pengobatan atau perawatan lain dapat menjadi faktor risiko hasil kehamilan yang buruk seperti kegagalan pertumbuhan yang baik dan kelahiran prematur.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Kehamilan
Apakah Bunda Penderita Autoimun Bisa Hamil? Simak Penjelasan Dokter

Kehamilan
5 Gangguan Autoimun saat Hamil, Kenali Penyebab, Bahaya, dan Cara Mengobati

Kehamilan
Bisakah ADHD pada Anak Dicegah Sejak Kehamilan? Simak Faktanya

Kehamilan
Wanita Hamil dengan Autoimun, Apakah Bisa Menurun pada Janinnya?

Kehamilan
Bahaya Kelebihan Parasetamol pada Bumil, Sebabkan Anak ADHD & Autisme


5 Foto
Kehamilan
5 Potret Menakjubkan Ilustrasi Janin dalam Rahim dari Trimester 1-Trimester 3
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda