Jakarta -
Bunda dua anak bernama Jessica Allen ini memutuskan jadi ibu pengganti untuk pasangan keluarga, sebut saja bernama Liu. Tapi, siapa sangka saat Jessica jadi ibu pengganti, ia pun sedang
hamil anak kandungnya, Bun.
Setelah menjalani proses inseminasi embrio keluarga Liu, Jessica dan suamina Wardell Jasper harus 'puasa' berhubungan intim sampai dapat izin dari dokter. Setelah itu mereka juga mesti pakai kondom saat bercinta. Hingga suatu hari saat cek ke dokter kandungan, diketahui kalau Jessica hamil anak kembar.
Awalnya, Jessica mengira bayi kembar di rahimnya merupakan hasil inseminasi embrio keluarga Liu. Sembilan bulan berlalu hingga Jessica melahirkan bayi kembar yang kemudian dibawa oleh orang tua legalnya, pasangan keluarga Liu. Anehnya, si bayi bukan kembar identik dan penampilan fisiknya berbeda banget, Bun.
"Satu bayi benar-benar punya ras Asia dan mirip pasangan Liu, sementara itu bayi yang satu lagi memiliki ras Afrika-Amerika. Saya menyadari itu ketika Nyonya Liu memberi tahu foto mereka," kata Jessica kepada New York Post.
Karena perbedaan itu, dilakukanlah tes DNA. Benar saja, salah satu bayi ternyata anak kandung Jessica dan Wardell. Tahu hal itu, pasangan Liu membolehkan Jessica dan Wardell mengurus si bayi karena merekalah orang tua kandungnya. Namun, karena secara hukum pasangan Liu adalah orang tua bayi yang legal, Jessica dan Wardell harus melewati berbagai proses untuk mendapatkan hak asuh bayinya.
"Saya hanya ingin memberi tahu wanita lain yang berencana menjadi ibu pengganti untuk belajar dari pengalaman saya," ujar Jessica.
Nah, kenapa ya Jessica bisa
hamil anak kandunganya padahak dia sedang menjalani proses bayi tabung sebagai ibu pengganti? Ini karena ia mengalami kondisi yang disebut superfetasi. Dr Joel Batzofin, founder dan Direktur Medis New York Fertility Services bilang superfetation memang sangat jarang, tapi ini bisa terjadi, Bun
Dikutip dari princeton.edu, superfetasi adalah terjadinya lebih dari satu tahap pengembangan embrio pada hewan atau manusia yang sama. Pada mamalia, kondisi itu bermanifestasi sebagai pembentukan janin dari siklus menstruasi yang berbeda saat embrio lain sudah ada dalam rahim.
Umumnya, risiko superfetasi yang terjadi adalah bayi kedua lahir prematur sehingga risiko adanya masalah perkembangan paru-paru meningkat. Kepada Time, dr Robert Atlas, Ketua Departemen Kebidanan dan Ginekologi di Rumah Sakit Mercy Baltimore, mengatakan saat kehamilan normal terjadi, perubahan hormonal mencegah terjadinya ovulasi di waktu yang sama.
"Penebalan lapisan rahim yang sudah terjadi juga mencegah perlekatan embrio baru. Tapi di beberapa kasus yang jarang, ovulasi tetap terjadi saat kehamilan berlangsung dan telur yang sudah dibuahi mampu menanamkan diri pada lapisan rahim sehingga ibu bisa 'hamil lagi' dalam kondisi sedang
hamil," kata Robert.
(rdn)