Jakarta -
Anak-anak bisa mengatakan apapun yang ada di pikirannya. Nggak jarang, buat orang tua perkataan
anak pun bisa jadi sebuah 'tamparan'. Benar nggak, Bun? Saya sendiri sebagai ibu tiga orang anak kadang suka merasa sedih, kesal, bahkan malu dengan diri saya ketika anak-anak menyampaikan pendapatnya tentang bundanya ini.
Nah, seorang bunda bernama Angela Mollard punya pengalaman di mana perkataan putrinya membuatnya malu pada dirinya sendiri dan merasa bersalah pada buah hatinya. Kata Angela, anak perempuannya adalah anak yang paling jarang menangis. Bahkan, si kecil termasuk anak yang ceria lho, Bun.
"Tapi suatu hari dia menghampiriku dan dia duduk di ujung tempat tidurku lalu dia terisak. Ini sesuatu yang jarang sekali saya lihat. Dia bilang dia tahu kalau aku sibuk dan ayahnya sedang nggak di rumah. Dia tahu kalau saya harus mencari uang, membuat makan malam dan mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi, dia merasa nggak diperhatikan," kata Angela.
Mendengar perkataan putrinya hati Angela serasa diremas-remas oleh rasa malu pada dirinya sendiri. Menurut Angela, perkataan anaknya bukan sekadar cara dia mencari perhatian atau sengaja membuat sang bunda merasa bersalah. Tapi, gadis ciliknya itu meluapkan kekecewaan dan menyampaikan apa yang ia rasakan. Ya, dia merasa kecewa dan sedih karena kurang mendapat perhatian bundanya.
"Dia juga bilang aku selalu menyuruhnya mengeluarkan kotak makan siang, meletakkan piring di mesin pencuci piring atau mengerjakan PR. Tanpa saya pernah memperhatikan apa yang dibutuhkan dia," tambah Angela dikutip dari Daily Telegraph.
Apa yang dilakukan putrinya benar-benar membuat perasaan Angela campur aduk, Bun. Seperti perasaan defensif, sedih, bersalah, lelah, marah, dan menyesal. Kata Angela, dia memang mengajari anaknya untuk terbiasa mengungkapkan apa yang dia rasa dan bersuara ketika ada yang salah. Tapi, di lubuk hati terdalamnya Angela nggak menduga kalau dirinyalah penyebab ketidakbahagiaan putrinya karena Angela belum mampu memenuhi kebutuhan sang anak.
Ahli parenting, Steve Biddulph, baru-baru ini juga menulis sebuah artikel tentang bagaimana orang tua saat ini yang sibuk dengan pekerjaan kadang lupa dengan
anak-anak mereka. Saat kita bekerja, nggak jarang memberikan anak mainan, hadiah, dan membanjirinya materi dianggap cukup buat anak.
Padahal, Steve bilang anak tetap butuh waktu dari orang tuanya, keamanan, dan kasih sayang yang merupakan kebutuhan dasarnya. Sementara itu, Angela merasa dia perlu mengintrospeksi diri. Ya, memang kita butuh bekerja untuk mendapat penghasilan. Tapi, itu bukan berarti kita harus mengabaikan kebutuhan anak. Benar kan, Bun? Sehingga, Angela berharap meski dirinya sibuk ia tetap bisa mencurahkan kasih sayang untuk anak-anaknya dan tetap mendampingi si kecil yang sedang tumbuh dan berkembang.
Soal waktu bersama anak, memang waktunya nggak harus banyak tapi yang penting berkualitas, Bun. Misalkan kita selalu sempatkan makan dan pergi bersama anak. Menurut psikolog Rosdiana Setyaningrum ada satu cara yang bisa dilakukan orang tua untuk menyiasati supaya tetap punya quality time sama anak yakni dengan mengenal anak.
"Ini pengalaman saya sendiri sebagai ibu bekerja dengan dua anak yang beranjak remaja. Keduanya sangat dekat dengan saya. Mau berapapun waktu yang kita punya (untuk anak), kalau kita nggak kenal sama anak ya percuma," kata Diana dikutip dari detikHealth.
Mengenal anak lebih dalam yang dimaksud Diana bukan sekadar tahu apa makanan atau mainan yang disukai anak, Bun. Tapi lebih kepada kepribadiannya.
"Lebih kepada kepribadian
anak kayak apa sih, cara berkomunikasinya gimana. Yang bikin dia seneng itu apa, kelemahan kekuatan dia di mana. Jadi kuncinya ada di kemampuan observasi kita sebagai orang tua," katanya.
(rdn)