moms-life
3 Penyebab Suami-Istri Rentan Mengalami KDRT
Selasa, 29 Jan 2019 09:05 WIB
Jakarta -
Belum banyak yang tahu, atau bahkan tak sadar bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kerap terjadi di negara yang menganut budaya patriarki. Telah disebutkan pada Pasal I Ayat 1 di UU No. 23 Tahun 2004, perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelataran rumah tangga.
Menurut Khariroh Ali STh MA, komisioner Komnas Perempuan, perempuan menjadi subjek yang diutamakan akibat adanya ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.
"Tercatat selama 2017, kasus kekerasan pada perempuan sebanyak 348.446, kasus ini seperti fenomena gunung es. Banyak perempuan yang memilih untuk tidak melaporkan," tutur Khariroh di acara Women's Economic Empowerment: The Intersection with Domestic Violence di @america Pacific Place, Sudirman, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Lalu, apa saja yang menjadi penyebab suami istri rentan mengalami KDRT? Berikut pemaparannya.
1. Masalah ekonomi
Menurut Dr Elza Syarief SH MH, pengacara dan co-founder Ladies International Program (LIP) Indonesia, masalah ekonomi masih sering menjadi faktor utamanya. Istri yang tak bekerja dan bergantung pada suami akhirnya tak berdaya ketika dipukuli suaminya.
"'Kalau kamu laporkan saya, saya ceraikan kamu.' Begitu kata suami yang mengancam. Sedangkan seorang perempuan itu sayang dengan anak-anaknya. Kalau diceraikan suami, nanti anak-anaknya makan apa. Jadi saat masih bergantung ke suami, dipukul diam saja," kata Elza di acara yang sama.
2. Perempuan yang terlalu cinta
Kata Elza, perempuan kalau cinta kebangetan. Apa iya begitu, Bun? Elza juga menceritakan pengalamannya mengurus kasus selama tiga tahun yang tak kunjung selesai karena alasan ini.
"Saya pernah menangani kasus saya pegang 3 tahun, istrinya sampai babak belur. Tiap kali cabut lapor, cabut lapor. Polisi akhirnya menahan suami karena kebangetan. Begitu ditahan, istrinya memohon untuk tidak ditahan suaminya. Kan bingung, saya sama jaksa, polisi, akhirnya dua-duanya masuk ke penjara," tutur Elza.
3. Pendidikan yang tak setara
Khariroh melanjutkan, akses pendidikan yang setara dengan laki-laki bisa membuat perempuan sadar akan kesetaraan gender, berani melapor jika mengalami KDRT dan memiliki kemampuan untuk memutus lingkaran kekerasan yang dialami.
"Perempuan akhirnya bisa menentukan nasib dan masa depan sendiri,"tutup Khariroh.
(aci/rap)
Menurut Khariroh Ali STh MA, komisioner Komnas Perempuan, perempuan menjadi subjek yang diutamakan akibat adanya ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.
"Tercatat selama 2017, kasus kekerasan pada perempuan sebanyak 348.446, kasus ini seperti fenomena gunung es. Banyak perempuan yang memilih untuk tidak melaporkan," tutur Khariroh di acara Women's Economic Empowerment: The Intersection with Domestic Violence di @america Pacific Place, Sudirman, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Lalu, apa saja yang menjadi penyebab suami istri rentan mengalami KDRT? Berikut pemaparannya.
1. Masalah ekonomi
Menurut Dr Elza Syarief SH MH, pengacara dan co-founder Ladies International Program (LIP) Indonesia, masalah ekonomi masih sering menjadi faktor utamanya. Istri yang tak bekerja dan bergantung pada suami akhirnya tak berdaya ketika dipukuli suaminya.
"'Kalau kamu laporkan saya, saya ceraikan kamu.' Begitu kata suami yang mengancam. Sedangkan seorang perempuan itu sayang dengan anak-anaknya. Kalau diceraikan suami, nanti anak-anaknya makan apa. Jadi saat masih bergantung ke suami, dipukul diam saja," kata Elza di acara yang sama.
2. Perempuan yang terlalu cinta
Kata Elza, perempuan kalau cinta kebangetan. Apa iya begitu, Bun? Elza juga menceritakan pengalamannya mengurus kasus selama tiga tahun yang tak kunjung selesai karena alasan ini.
"Saya pernah menangani kasus saya pegang 3 tahun, istrinya sampai babak belur. Tiap kali cabut lapor, cabut lapor. Polisi akhirnya menahan suami karena kebangetan. Begitu ditahan, istrinya memohon untuk tidak ditahan suaminya. Kan bingung, saya sama jaksa, polisi, akhirnya dua-duanya masuk ke penjara," tutur Elza.
3. Pendidikan yang tak setara
Khariroh melanjutkan, akses pendidikan yang setara dengan laki-laki bisa membuat perempuan sadar akan kesetaraan gender, berani melapor jika mengalami KDRT dan memiliki kemampuan untuk memutus lingkaran kekerasan yang dialami.
"Perempuan akhirnya bisa menentukan nasib dan masa depan sendiri,"tutup Khariroh.