Jakarta -
Rudy begitu biasa dia disapa, sosok
BJ Habibie kecil yang penuh cerita. Lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936, dengan bantuan seorang dukun beranak yang biasa disapa Indo Melo.
Hingga akhir hayatnya, kisah hidup
Habibie sangat menarik untuk disimak, Bun. Mengutip buku otobiografi
Rudy, Kisah Masa muda Sang Visioner, diceritakan bahwa almarhum adalah sosok anak keempat dari delapan bersaudara.
Kala itu, Rudy lahir dengan tangis yang begitu kencang, Bun. Bahkan sang mami, R.A. Tuti Marini Puspowardojo kewalahan menenangkan tangisnya. Tak hanya itu saja, Habibie kecil atau lebih akrab disapa Rudy adalah anak yang tak bisa diam. Bahkan, dalam sehari hanya tidur empat jam dalam sehari. Selebihnya dia akan menangis kalau tidak digendong.
Sedangkan sang papi, Alwi Abdul Jalil Habibie jarang pulang karena sibuk bekerja sebagai
Landbouwconsulent atau setingkat kepala dinas pertanian di Parepare. Hingga suatu ketika, sang mami akhirnya menceritakan kondisi Rudy pada sang papi, karena merasa sudah sangat kewalahan karena sedang mengandung anak kelimanya, Junus Efendi Habibie.
Kenangan masa kecil Habibie/ Foto: Grandyos Zafna |
"Rudy itu lho,
Koene, tak pernah bisa tidur!" keluh Mami dalam Bahasa Belanda kepada Papi.
"Tapi dia tidak sakit, kan?" tanya Papi.
Kondisi Rudy membuat para saudara ikut prihatin. Kepada Alwi, mereka menyarankan agar Rudy segera diperiksakan ke dokter agar tidak mengganggu kesehatan dan pertumbuhannya.
Pada awalnya, Alwi menganggap hal itu sebagai kejadian biasa. Hingga akhirnya, sang mami, Tuti menyadari ada hal yang berbeda dari Habibie kecil.
Ternyata, tangis Rudy yang biasanya melengking kencang diam saat mendengar papinya mengaji. Sayup-sayup lantunan ayat suci Alquran yang dibaca Alwi di ruang sebelah, berhasil menenangkan Rudy.
Semua orang tak menyangka, sepanjang Alwi mengaji Habibie kecil tak menangis sama sekali. Tapi begitu Alwi selesai mengaji suara tangisnya kembali menggema.
"Pi, tadi saat kamu mengaji, Rudy berhenti menangis."
"Masak?" jawab Alwi.
"Berarti Papi harus sering-sering mengaji!" kata Tuti.
Kenangan masa kecil Habibie/ Foto: Reno Hastukrisnapati Widarto |
Tapi hal itu susah dipenuhi, mengingat Alwi harus kerja. Sehingga dicari jalan keluar lainnya yaitu dengan membelikannya piringan musik klasik. Ternyata cara itu sangat sangat membantu.
Diceritakan kalau Rudy tak lagi menangis sepanjang musik klasik diperdengarkan di dekatnya. Semua orang merayakan keberhasilan tersebut.
Namun, solusi tersebut hanya bertahan hanya beberapa tahun, Bun. Sebab, setelah dua atau tiga tahun kemudian, setelah dia bisa bicara tangisnya berganti dengan celoteh yang menanyakan berbagai hal.
Makin lancar bicara, makin banyak banyak yang dia tanyakan. Tak heran kalau
Habibie kecil sudah lancar membaca di usia empat tahun.
Melansir
live streaming detikcom, sang anak Ilham Akbar dalam sambutannya dalam prosesi pemakaman
Habibie, disebut kalau almarhum tak pernah berhenti belajar hingga menutup mata.
"Bapak tak pernah berhenti belajar hingga menutup usia. Semangatnya tak pernah mengenal lelah," ungkap Ilham.
Selamat jalan Rudy, selamat beristirahat dalam damai.
Innalilillahi wa inaillahi rajiun.
(rap/som)