Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Keluarga Ningrat, Ayah Habibie Tolak Perjodohan Bikin Kakek Syok

Ratih Wulan Pinandu   |   HaiBunda

Kamis, 26 Sep 2019 11:28 WIB

Keputusan Alwi menikahi perumpuan Jawa, buat kakek Habibie yang berasal dari keluarga bangsawan murka dan memutuskan komunikasi.
Masa kecil Habibie/ Foto: Instagram @b.jhabibie
Tumbuh menjadi manusia jenius, ternyata BJ Habibie tak lahir dari keluarga sembarangan. Kalau orang bilang, bibit, bebet, dan bobot Habibie memang bagus, Bun.

Kisah cinta Papi dan Mami Habibie, tak kalah menarik untuk diceritakan. Alwi Abdul Jalil Habibie, rela dimusuhi keluarga besarnya karena nekat menikah dengan Mami.

Dalam buku "Rudy, Kisah Masa Muda Sang Visioner, diceritakan kalau sang papi sering mengatakan pada rudy jika kakeknya adalah seorang imam dan pemangku adat yang terkenal. Tiap kali papi dan Paman Abdurahman Atiyah Habibie, adik Papi pulang sekolah mereka bertugas membersihkan kuda dan sapi.

Kakek Habibie memiliki banyak sekali kuda, sehingga tak heran kalau Papi menjadi joki terkenal di pacuan kuda Gorontalo. Papi Alwi menceritakan jika ayahnya adalah orang yang hebat. Bergelar haji yang memimpin umat Islam di daerah Kabila, sebuah kecamatan Bone Bolango, Gorontalo. Selain itu, kakek Habibie adalah pemangku adat dan anggota majelis peradilan agama.

Keluarga Ningrat, Ayah Habibie Tolak Perjodohan Bikin Kakek SyokKeluarga Habibie/ Foto: Instagram @b.jhabibie

Tak heran kalau keluarga besar Papi Alwi memiliki sawah yang sangat luas, perkebunan kelapa, peternakan sapi dan kuda di Batudaa.

"Dulu waktu kecil Papi enggak tahu kalau kakek sangat dihormati. Papi heran kalau orang-orang lewat depan rumah dengan menunggang kuda atau pakai kendaraan apa pun, mereka akan turun dan menyapa kakek,"kenang Habibie mengenang cerita Papi Alwi.

Saat itu, Rudy dan saudaranya yang mendengar cerita itu sering terpesona dengan cerita Papi. Setelah itu, Papi akan menepuk-nepuk kakinya.

"Bahkan, kalau orang-orang mau menghadap kakek, mereka harus duduk bersila di lantai sambil kedua tangan tertutup seperti posisi menyembah."

Jabatan kakek yang begitu terpandang membuat Papi Alwi berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah di Hollandsch Inlandsche (HIS). Kakek bersama empat temannya, menjadi murid pribumi pertama yang sekolah di sana. Buka halaman selanjutnya untuk tahu cerita perkenalan Papi Alwi dan Mami Toeti.

Simak juga, Bun, penuturan Najwa Sihab tentang almarhum Habibie.

[Gambas:Video 20detik]

Toeti Si Gadis Jawa yang Mempesona

Masa kecil Habibie/ Foto: Instagram @b.jhabibie

Setelah beranjak dewasa, Papi Alwi memutuskan untuk melanjutkan ke Middlebare Landbow School (MLS) atau Sekolah Pertanian Menengah Atas di Bogor. Di sanalah dunia Papi berubah setelah bertemu gadis modern, anak seorang priyayi Jawa.

Gadis bernama Raden Ayu Toeti Saptomarini itulah yang membawanya keluar dari dunia sekolahnya di gedung Tjikeumeuhweg. Toeti begitu dia dipanggil, biasa tampil berkebaya dalam keseharian. Tapi dia adalah perlambangan gadis modern pada zaman itu.

Bahasa Belandanya lancar, pemikirannya dinamis, tetapi juga kukuh menjalankan budaya Jawa dalam pergaulannya. Toeti juga bisa berkawan dengan siapa saja, mau Noni Belanda atau kawan dari luar kota. Papi memanggil Toeti dengan sebutan 'Koena' karena kulitnya yang kuning langsat. Toeti merupakan generasi keempat dari Dr. Tjitrowardojo atau M.Radiman yang berhasil meraih Diploma dokter di usia 19 tahun.


Toeti dan Alwi memiliki banyak kesamaan. Sama-sama dari keluarga bangsawan dan bisa merasakan manisnya pendidikan. Mereka juga sama-sama berempati pada besarnya tekanan dan ekspektasi yang mengikuti nama besar keluarga. Tak heran bila Toeti pada akhirnya jatuh cinta pada Papi.

Toeti lahir pada 10 November 1911 di Kota Yogyakarta. Sementara Papi Alwi lahir pada 17 Agustus 1908 di Gorontalo.

Keluarga Murka dan Tak Merestui

Masa kecil Habibie/ Foto: Instagram @b.jhabibie

Meski pandangan keluarga Poespawardoyo berpandangan terbuka dan modern, mereka tetap kaget saat menghadapi fakta bahwa salah seorang putri mereka dekat degan pemuda asal Gorontalo yyang tak benar-benar bisa dilacak bibit, bebet, dan bobotnya.

Sedangkan dari sisi Papi, sebenarnya keluarga mereka di Gorontalo sudah mempersipkan jodoh untuknya. Sudah ada jodoh yang dipersiapkan Papi dan paman Abdurahman Atiyah yang masih ada hubungan darah dengan mereka. Pada saat itu, pernikahan melalui perjodohan sangat wajar mengingat mereka masih harus menjaga warisan perkebunan keluarga agar tak jatuh ke tangan keluarga asing.


Mendengar kedekatan Papi dengan seorang wanita Jawa, kakek Habibie harus berhadapan dengan fakta kalau putra-putranya sudah berubah menjadi pribadi yang baru. Nilai adat perlahan dihapus oleh ilmu pengetahuan dan dunia baru. Perjodohan antar sepupu dianggap tak masuk akal lagi oleh mereka yang sudah belajar soal Hukum Mendel. Mereka paham risiko kerusakan kromosom yang diakibatkan pernikahan dari jalur kketurunan terlalu dekat.

Setelah lulus dari MLS, Papi melamar Mami Toeti. Keluarga mami mau tak mau menerima pilihan anak gadis mereka. Namun, di keluarga papi situasinya berbeda. Sifat keras kepala papi , termasuk dalam soal perjodohan, membuat ayahnya marah. Hubungan ayah dan anak ini pun memburuk. Apalagi, Paman Abdurrahman Atiyah juga menikah dengan perempuan yang bukan piliha keluarga.

Ujung-ujungnya, Papi dan Paman Abdurrahman Atiyah tak menjalin komunikasi lagi dengan keluarga mereka. Saat kembali ke Sulawesi, papi tak kembali ke rumah kakek dan nenek di Gorontalo. Bersama mami, memilih tinggal di Parepare. Meski masih satu pulau tapi begitu jauh jarak yang dibuat papi dengan keluarga besarnya.

(rap/rap)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda