Jakarta -
FilmÂ
Joker dirilis di Indonesia pada 2 Oktober 2019 lalu. Film yang diperankan Joaquin Phoenix bercerita tentang pria bernama Arthur Fleck. Arthur memiliki kondisi yang dia sebut sebagai penyakit. Di IMDb, review
Joker mendapat nilai 9 dari 10.
Ya, Arthur mengalami PseudoBulbar Affect (PBA), kondisi di mana dia tidak bisa mengontrol tawa atau rasa sedihnya. Dalam film Joker, Arthur memang diberi wejangan oleh ibunya, Penny Fleck agar selalu tersenyum dan tertawa sebab dia dilahirkan untuk memberi tawa pada orang di sekitarnya.
Untuk itu, Arthur berkeinginan jadi pelawak bahkan di sempat menjadi badut. Dalam keseharian, Arthur kerap mengalami serangan tawa yang tak bisa dia kontrol. Pernah suatu hari, setelah ditegur oleh ibu yang anaknya diajak bermain Arthur di bus, Arthur tertawa.
Menurut si ibu tak ada yang lucu, tapi Arthur tak bisa menghentikan tawanya. Arthur pun mengeluarkan kertas yang bertuliskan tawanya dikarenakan kondisi atau penyakit yang dialaminya. Untuk itu, Arthur mohon maklum dan meminta orang lain mengembalikan kertas kecil itu padanya.
Bahkan, PseudoBulbar Affect (PBA) ini yang membuat Joker diolok-olok tiga pegawai Thomas Wayne yang mabuk di kereta. Melihat tingkah tiga orang yang menggoda wanita, Arthur tertawa sebagai bentuk rasa prihatinnya. Arthur yang pada akhirnya ingin disebut joker (pemberi lelucon atau pelawan) dianggap mengejek ketiga pemabuk itu.
Saat ditanya apa yang lucu, Arthur enggak bisa menjelaskan apa sebab dia tertawa terpingkal-pingkal. Sayangnya, Arthur tak memberi kertas kecil andalannya hingga dia dianiaya, dipukul, dan dihina yang berujung pada tindakan brutal Arthur menembak ketiga orang itu.
Karena tawanya yang tanpa kontrol dan tak jelas, Arthur sering dianggap aneh oleh orang-orang di sekitarnya, Bun. Inilah salah satu latar belakang mengapa Arthur yang awalnya sosok yang baik dan suka menghibur justru jadi pembunuh yang bengis. Dalam trailer Joker pun Arthur digambarkan beberapa kali tertawa dengan kencang, tanpa sebab.
Kondisi seperti apa dan penyebabnyaKondisi tawa atau tangis tanpa kontrol yang dialami
Arthur Feck alias si Joker adalah PseudoBulbar Affect (PBA). Dikutip dari Web MD, psikolog klinis Smitha Bandari mengatakan menangis dan tertawa adalah bagian normal dari kehidupan yang sehat. Saat berduka kita menangis, dan saat senang kita tertawa. Bahkan jika ada sesuatu yang amat lucu, kita tertawa terpingkal-pingkal.
 Joker/ Foto: Dok. Ist |
Namun, kata Bandari, setidaknya 1 juta orang di Amerika tertawa dan menangis tiba-tiba, tanpa kontrol, dan sering tidak pada waktunya. Ini bukan karena mereka sedang senang atau mellow, melainkan akibat gengguan saraf yang disebut pseudobulbar affect (PBA).
"PBA disebut juga inkontinensia emosional, labilitas emosional, menangis tanpa sadar, tertawa dan menangis secara patologis," kata Bandari.
Pada orang dengan gangguan ini, gejala yang ditunjukkan adalah mereka tertawa atau menangis di situasi yang keliru. Lalu, durasi mereka tertawa atau menangis lebih panjang dari umumnya orang tertawa atau menangis. Bahkan, tanpa sebab mereka bisa menangis atau tertawa amat keras, tanpa kontrol.
Gejala tawa atau tangis yang tiba-tiba bisa berhenti atau berubah ini sering keliru dianggap gejala depresi atau gangguan bipolar. Lantas, apa penyebab PBA?
 Joker/ Foto: Joker |
Kata Bandari, beberapa ilmuwan percaya PBA disebabkan karena ada kerusakan di korteks prefrontal. Ini adalah area otak yang membantu mengendalikan emosi. Selain itu, perubahan bahan kimia otak yang terkait depresi atau mood berlebihan (manisa) bisa berperan.
Trauma atau penuakit yang memengaruhi otak juga bisa memicu pseudobulbar affect (PBA). Sekitar setengah orang yang memiliki stroke mengalami kondisi ini, Bun. Kondisi otak lain yang umumnya berkaitan dengan PBA yaitu:
1. Tumor otak
2. Demensia
3. Multiple sclerosis
4. Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
5. Penyakit parkinson
Diagnosis pseudobulbar affect (PBA)Jika Bunda atau keluarga memiliki kerabat atau orang terdekat yang menangis atau tertawa tanpa sebab, bisa ajak mereka konsultasi ke dokter. PBA biasanya susah didiagnosis karena sering dikira gejalaÂ
depresi atau gangguan mood lain.
"Saat ke dokter, beri tahu gimana gejalanya, termasuk kapan tawa atau tangis tiba-tiba itu terjadi dan berapa lapa durasinya. Biasanya, dokter tak akan melakukan cek darah tapi melakukan electroencephalog (EEG) untuk melihat gelombang otak," papar Bandari.
Ada pula dua kuisioner yang membantu menentukan apakah tawa dan tangis seseorang adalah gejala pseudobulbar affect yaitu:
1. Pathological Laughing and Crying Scale (PLACS)
Dokter akan bertanya berapa lama tawa dan tangis berlangsung dan bagaimana tawa dan tangis itu terkait dengan suasana hati dan kondisi sosial, plus seberapa stres Anda.
2. Center for Neurologic Study-Lability Scale (CNS-LS)
Orang yang dicurigai mengalami PBA menjawab pertanyaan tentang gejalanya. Termasuk seberapa serin terjadi serta apa yang dialami misalnya Anda merasa mudah tertawa atau Anda bisa mudah sekali tertawa.
 Joker/ Foto: imdb |
Pengobatan pseudobulbar affect (PBA)"Dokter biasanya akan meresepkan antidepresan untuk emngontol gejala PBA, meski obat ini tak selalu bekerja. Di 2010, Food and Drug Administration (FDA) menyetujui dextromethorphan atau quinidine sebagai terapi lini pertama PBA. Studi menunjukkan ini membantu seseorang mengontrol tawa dan tangis pada orang dengan MS dan ALS.
Hidup dengan pseudobulbar affect (PBA)Bagi orang yang memiliki pseudobulbar affect (PBA), kata Bandari mereka bisa merasa cemas atau malu saat berada di tempat umum. Ini karena yang bersangkutan khawatir tawa atau tangis mereka yang tak wajar itu muncul kembali. Alhasil, beberapa orang ada yang lebih memilh mengurung diri.
Penting juga bagi pasien untuk mengontrol kesehatannya. Jangan segan untuk membicarakan kondisi Anda kepada keluarga dan orang sekitar. Sehingga, mereka tak takut, khawatir, atau kaget.
"National Stroke Association merekomendasikan ambil posisi sepi ketika serangan tawa atau tangis itu akan muncul. Usahakan ambil napas dalam pelan-pelan saat terjadi tawa atau tangis sampai Anda bisa mengontrol diri. Jangan lupa relaks. Sebab, emosi bisa membuat otot tegang," papar Bandari.
Sementara itu, bagi si caregiver alias orang yang mengurus pasien PBA, dia bisa merasa bingung atau frustasi dengan yang dialkukan pasien. Beban emosi si caregiver bisa memengaruhi pemulihan dan kualitas hidup. Maka dari itu, Bandari menekankan kesejahteraan caregiver oun harus diperhatikan.
 Joker/ Foto: Joker / Warner Bros |
Pbainfo.org menuliskan, pseudobulbar affect (PBA) terjadi pada
- 48 persen orang yang mengalami cedera otak traumatis
- 39 persen orang dengan alzheimer
- 28 persen orang dengans troke
- 46 persen orang dengan multiple sclerosis
- 50 persen orang dengan ALS
- 24 persen orang dengan penyanyi parkinson
PBA dan depresi amat berbeda. PBA adalah kondisi neulorogis akibat rusaknya sistem saraf, sedangkan depresi adalah kondisi terkait emosi dan gangguan mental. Lalu, orang dengan PBA sudah pasti punya masalah neurologis. Sementara itu, orang depresi bisa memiliki atau tidak gangguan neurologi.
Bagi pasien, kondisi ini bisa bikin
frustasi. Sebab, ketika kita tidak sedih, tiba-tiba menangis. Begitu juga ketika tak ada hal yang menyenangkan, tiba-tiba tawa keluar sebagai refleks. Nah, karena gejala PBA juga bisa muncul karena kondisi neulorogi lain atau cedera otak, pasien masih merasa sulit untuk berdamai dengan kondisi ini.
Cari tahu sosok wanita di balik musik 'gelap' film Joker d video berikut.
[Gambas:Video 20detik]
(rdn/rdn)