Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Duh, Ahli Sebut Trauma Pasca Pandemi Lebih Bahaya dari Perang Dunia II Bun

Asri Ediyati   |   HaiBunda

Minggu, 18 Jul 2021 13:55 WIB

Beautiful young woman wearing yellow sweater with sad expression covering face with hands while crying. Depression concept.
Ilustrasi trauma pasca pandemi/ Foto: iStock

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang begitu besar pada dunia. Terlebih, dilihat dari fakta dan data yang ada, banyak 'pengorbanan' yang dialami oleh setiap individu. Sayangnya, salah satu masalah yang paling tidak disoroti yang dihadapi dunia adalah kesehatan mental.

Tak banyak orang yang beruntung, yang belum mengalami efek virus di lingkungan mereka. Mengutip dari laman India.com, ketika dampak buruk COVID-19 berlanjut, para ahli mengatakan bahwa virus corona telah menyebabkan lebih banyak 'trauma massal' daripada perang dunia kedua, Bunda.

Ya, pandemi COVID-19 telah menyebabkan trauma massal dalam skala yang lebih besar daripada Perang Dunia II. Dampaknya akan berlangsung 'selama bertahun-tahun yang akan datang', kata pejabat tinggi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Para ahli pun menyebut trauma massal ini sebagai PPSD atau Post-Pandemic Stress Disorder, suatu bentuk PTSD yang diinduksi pandemi COVID-19. Namun, PPSD belum menjadi kondisi kesehatan mental yang diakui.

Psikoterapis asal Inggris Owen O'Kane, yang menciptakan istilah PPSD ini. Dalam sebuah interaksi, ia mengatakan bahwa gangguan stres pasca pandemi akan meledak.

"Saat ini, ini tidak akan dianggap sebagai masalah yang signifikan karena kami sedang menormalkan keadaan. Namun, seperti semua trauma, dampaknya akan terlihat ketika pandemi berakhir," katanya.

Eks Kepala Klinis Kesehatan Mental NHS, mengatakan bahwa mirip dalam banyak hal dengan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), PPSD adalah hipotesis yang memprediksi, dalam beberapa bulan setelah kita keluar dari pandemi.

Menurutnya, akan ada beberapa orang yang mengalami reaksi trauma, mirip dengan bagaimana PTSD berkembang di bulan dan tahun setelah peristiwa traumatis, Bunda.

Jadi apa saja tanda dan gejala yang harus kita waspadai? Baca kelanjutannya di halaman berikut.

Simak juga video tentang anosmia yang ternyata bisa jadi pertanda baik apabila kena COVID-19:

[Gambas:Video Haibunda]




BEDA PTSD DAN PPSD

Sad young woman sitting on the window

Ilustrasi trauma pasca pandemi/ Foto: iStock

Pertama, Bunda perlu tahu beda PTSD dan PPSD. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) terjadi ketika orang telah melalui peristiwa hidup yang traumatis.

Dilansir Women's Health, mereka telah melihat, menyaksikan, atau mengalami peristiwa traumatis, dan kemudian berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian, orang dapat mulai mendapatkan gejala PTSD yang dapat mencakup apa saja mulai dari kecemasan dan depresi hingga kilas balik atau kesulitan tidur.

Banyak orang telah mengalami beberapa tingkat trauma tahun lalu ke tingkat yang lebih rendah atau lebih besar yang mana PPSD (Post Pandemic Stress Disorder) dapat ikut bermain.

Hal ini dipicu dari ketidakpastian seputar pandemi, sifat tak terduga dari semuanya, telah dikurung selama lebih dari setahun. Belum lagi, berita utama yang mengerikan setiap hari, hilangnya nyawa, kesulitan keuangan, konflik dengan pemerintah, itu telah menjadi berita buruk yang tiada henti.

Namun, penting untuk ditekankan bahwa PPSD bukanlah diagnosis resmi. PPSD, secara hipotetis, sebagai sesuatu yang mungkin mirip dengan PTSD.

Lalu, apa saja gejala PPSD? Baca kelanjutannya di halaman berikut.

GEJALA PPSD

Asian women are sitting hugging their knees in bed. Feeling sad, disappointed in love In the dark bedroom and sunlight from the window through the blinds.Vintage tone.

ilustrasi wanita sedih/ Foto: iStock

O'Kane mengatakan PPSD akan muncul sedikit seperti PTSD, karena akan ada gejala utama yang dicari, tetapi tidak semua orang akan memiliki semuanya. Berikut gejalanya:

  • Perubahan suasana hati
  • Meningkatnya tingkat kecemasan atau kepanikan
  • Merenungkan tentang momen tertentu
  • Kewaspadaan yang berlebihan
  • Menghindari melihat orang
  • Tidur terganggu
  • Mengembangkan masalah ketergantungan

Soal perubahan suasana hati adalah gejala yang utama. Seseorang yang mengalami PPSD kemungkinan akan kesulitan menyesuaikan diri untuk mengatur suasana hati. Mereka cenderung meningkatkan tingkat kecemasan atau panik, merenungkan detail atau terus memikirkan momen tertentu tanpa bisa beranjak darinya.

Mungkin juga terdapat aspek kewaspadaan yang berlebihan, orang yang ingin menghindari melakukan sesuatu atau menghindari melihat orang.

Jika Bunda mengalami trauma, kecemasan, atau stres berlebihan saat pandemi, tak ada salahnya untuk curhat atau melakukan telekonseling dengan psikolog.


(aci)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda