Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

7 Cara Menghadapi Suami Pemarah, Penyebab, dan Dampaknya pada Pernikahan

Arina Yulistara   |   HaiBunda

Minggu, 28 Jan 2024 16:30 WIB

Frustrated couple, headache and argument in divorce, conflict or disagreement on living room sofa at home. Unhappy man and woman in breakup, cheating affair or fight from toxic relationship in house
Ilustrasi 7 Cara Menghadapi Suami Pemarah, Penyebab, dan Dampaknya pada Pernikahan/Foto: Getty Images/Jacob Wackerhausen
Daftar Isi
Jakarta -

Ketika amarah menjadi 'menu' harian, terutama yang datang dari suami, tentu menjadi kondisi yang melelahkan dan bisa berdampak buruk pada pernikahan. Menghadapi suami pemarah bukanlah perkara mudah, tapi bukan juga berarti jalan buntu.

Hidup berumah tangga tak selamanya dihiasi harmoni ya, Bunda.. Kemarahan, meski tak diinginkan, kerap menjadi tamu tak diundang yang mengusik ketenangan. Namun, kemarahan tak boleh dinormalisasi. Seseorang yang selalu marah mungkin saja punya anger management issue.

Bunda perlu memahami penyebab mengapa suami menjadi pemarah apalagi jika sudah memberikan dampak buruk pada hubungan. Mari gali lebih dalam mengenai cara menghadapi suami pemarah, memahami penyebabnya, dan dampaknya pada pernikahan.

Banner Waktu Tidur Ideal

Penyebab suami menjadi pemarah

1. Kebutuhan atau harapan yang tidak terpenuhi

Mengutip dari Marriage, kemarahan sering kali berasal dari kebutuhan atau ekspektasi yang tidak terpenuhi. Ketika salah satu pasangan merasa bahwa kebutuhan emosional, fisik, atau lainnya tidak terpuaskan, rasa frustrasi dan kemarahan dapat menumpuk.

2. Stres dan tekanan

Pekerjaan, keuangan, masalah keluarga, bisa menjadi beban pikiran yang memicu ledakan emosi. Mungkin belakangan suami sedang ada masalah berat di kantor yang membuat mereka menjadi pemarah.

3. Masalah komunikasi

Ketidakmampuan mengungkapkan perasaan dan kebutuhan bisa berujung pada kemarahan. Komunikasi yang tidak memadai dapat menyebabkan kesalahpahaman, salah tafsir, dan kurangnya koneksi.

Jika suami merasa tidak didengarkan atau disalahpahami, hal ini dapat menimbulkan rasa frustrasi dan kebencian. 

4. Kurangnya kepercayaan

Kepercayaan adalah hal mendasar dalam hubungan yang sehat. Jika terjadi pengkhianatan atau masalah kepercayaan yang berkelanjutan, hal ini dapat menimbulkan perasaan dicurangi dan kemarahan. 

Masalah kepercayaan mungkin timbul dari pengalaman masa lalu atau perilaku saat ini.

5. Konflik yang belum terselesaikan

Permasalahan yang berkepanjangan dan konflik yang belum terselesaikan dapat menjadi sumber kemarahan besar. Jika ada masalah berdua tidak ditangani dan diselesaikan secara efektif, hal tersebut dapat memburuk seiring berjalannya waktu sehingga meningkatkan ketegangan dan frustrasi.

6. Ketidakseimbangan kekuasaan di rumah

Ketidakseimbangan kekuatan yang dirasakan atau nyata dalam suatu hubungan dapat menyebabkan kemarahan. Ketika suami merasa didominasi, dikendalikan, atau diremehkan, hal ini dapat menimbulkan kebencian dan kemarahan.

Memahami akar permasalahan merupakan langkah penting dalam mengatasi dan mengelola kemarahan dalam suatu hubungan. Komunikasi yang efektif, empati, dan kemauan untuk bekerja sama mencari solusi dapat membantu pasangan menavigasi dalam mengatasi tantangan ini.

Bisakah suami yang punya masalah amarah berubah?

Kemarahan berasal dari rasa sakit hati dan orang-orang dengan masalah ini membutuhkan banyak cinta karena mereka merasa tersisih dan sendirian. Jika punya suami pemarah tetap bisa berubah kok Bunda, namun mereka harus bersedia menempuh jalan yang sulit dan bekerja keras pada diri sendiri.

Kalau mereka mampu melihat sisi positif dari diri sendiri dan mengubah pandangannya, segala sesuatu yang baik akan terjadi.

Dampak memiliki suami pemarah

1. Gangguan komunikasi

Kemarahan sering kali menyebabkan gangguan komunikasi sehingga menyulitkan Bunda untuk mengekspresikan diri dengan tenang dan mendengarkan satu sama lain. Perpecahan ini dapat menghambat penyelesaian konflik dan menyebabkan kesalahpahaman lebih lanjut.

2. Tidak lagi intim

Kemarahan yang terus-menerus atau intens dapat menciptakan jarak emosional antar pasangan. Mereka mungkin menarik dirinya untuk melindungi diri sendiri dari ancaman kemarahan yang menyebabkan kurangnya keintiman dan koneksi.

3. Memburuknya kepercayaan

Kemarahan yang terus-menerus, terutama jika melibatkan pengkhianatan atau perilaku menyakitkan, dapat mengikis kepercayaan di antara Bunda serta suami. Kepercayaan menjadi fondasi dalam hubungan yang sehat dan kemerosotan hubungan tersebut sulit untuk diperbaiki.

4. Berdampak negatif terhadap kesehatan mental

Suami pemarah dapat berkontribusi pada peningkatan stres dan kecemasan bagi kedua pasangan. Stres kronis dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan hidup.

5. Siklus konflik yang meningkat

Jika kemarahan tidak ditangani dan diselesaikan secara efektif, hal ini dapat menciptakan siklus konflik yang semakin meningkat. Pola kemarahan mengarah pada pertengkaran, diikuti dengan ketenangan sementara, dan kemarahan terulang kembali sehingga merusak hubungan.

6. Menimbulkan masalah kesehatan fisik

Stres terkait dengan kemarahan yang terus-menerus dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan fisik, seperti peningkatan tekanan darah, sakit kepala, dan penyakit terkait stres lainnya.

Paparan lingkungan yang tidak bersahabat dalam waktu lama dapat berdampak negatif pada kesehatan Bunda, suami, bahkan anak-anak.

Cara menghadapi suami pemarah

Mengubah orang lain tak mudah, tapi ada langkah-langkah bijak yang bisa diambil:

1. Tenang dan atur diri sendiri

Jangan terpancing ikut marah. Tetap tenang dan bicaralah dengan nada suara lembut saat amarahnya mereda.

Hal ini mungkin tidak mudah untuk dilakukan, terutama saat Bunda berhadapan dengan suami yang sedang marah. Namun semakin Bunda tenang, semakin cepat suami bisa mengatasi kemarahannya.

Tetap tenang merupakan strategi sementara yang bisa digunakan di tengah situasi yang panas. Tidak ada hal baik yang akan tercapai jika Bunda berdua saling berteriak.

2. Ajak bicara saat tenang

Pilih waktu yang tepat untuk membahas pola kemarahannya. Hindari saat dia sedang marah. 

Bicaralah dengan tenang dan terbuka tentang dampak kemarahannya pada Bunda dan keluarga. Perbedaan tajam antara sikap Bunda yang tenang, damai, dan dewasa dapat membantu suami menyadari betapa buruknya perilakunya.

Pada gilirannya, hal ini bisa membantu Bunda memahami cara menangani suami pemarah.

3. Komunikasi yang empatik

Dengarkan dan coba pahami penyebab kemarahannya. Tunjukkan empati dan hindari kata-kata yang menuduh.

Jadi, jika Bunda bisa menciptakan rasa aman secara emosional maka mungkin mendapati banyak kemarahan yang bisa diredakan. Hal ini dapat dilakukan melalui kesabaran dan kasih sayang dengan mengatakan hal baik dibanding bersikap kritis, mendengarkan penuh perhatian, bersikap tulus, dan tidak mengejek atau menyindir.

4. Pikirkanlah tentang perilaku Bunda sendiri

Di sinilah Bunda harus jujur ​​pada diri sendiri. Apakah ada sesuatu yang Bunda lakukan pemicu atau kemarahan suami?

Kecenderungan alami dari pasangan yang sedang marah adalah menyalahkan Bunda atau orang lain atas ledakan amarahnya. Jadi Bunda harus sangat berhati-hati dalam hal ini agar tidak menanggung semua kesalahan yang rela mereka lepaskan.

Ingat, Bunda hanya bertanggung jawab atas tindakan diri sendiri bukan kemarahan mereka. Jika ingin meminta maaf atau melakukan penyesuaian pada perilaku Bunda, lakukanlah dan lanjutkan hidup.

5. Pahami batasan

Ketika memiliki suami pemarah, sangat penting bagi Bunda untuk menetapkan batasan yang tegas. Mengatasi kemarahan dimulai dengan memutuskan seberapa besar kemarahan suami yang bisa ditoleransi dan apa yang tidak?

Informasikan hal itu kepada suami dan bersiaplah untuk mempertahankan garis batas tersebut. Batasan adalah cara yang bagus untuk menghadapi pasangan negatif dan menyadari bahwa semua hubungan memerlukan rasa saling menghormati agar bisa berkembang.

Ingat, batasan bukanlah cara hidup yang egois. Sebaliknya, punya batasan akan membangun dan memelihara hubungan yang sehat.

6. Jangan mentolerir sikap tidak hormat dan pelecehan

Salah satu cara Bunda menghadapi suami yang sedang marah tentunya harus jelas mengenai aspek tidak hormat dan pelecehan. Seperti kata pepatah, tidak ada alasan untuk melakukan pelecehan walaupun dalam pernikahan.

Sewaktu belajar bagaimana hidup bersama suami atau istri yang sedang marah, apakah Bunda membiarkan diri sendiri diremehkan, dimarahi, dan dikucilkan atau menjadi penerima segala bentuk pelecehan, baik emosional, verbal, atau fisik?

Jika Bunda terus-menerus menerima sikap tidak hormat, melecehkan, membiarkannya, dan membiarkan suami yang marah percaya bahwa itu tidak masalah maka tandanya hubungan sudah sangat toxic. Bunda butuh bantuan profesional mengenai hal ini.

7. Cari bantuan

Jika suami terbuka, sarankan dia mencari bantuan profesional untuk mengelola emosinya, seperti konsultasi psikolog atau terapi anger management. Terkadang, suami atau Bunda butuh orang ketiga untuk memperbaiki masalah dalam rumah tangga jika berlangsung terus-menerus.

Ketika Bunda mempunyai pasangan yang sedang marah, sangat penting bagi diri sendiri untuk menetapkan batasan yang tegas. Tak hanya itu, penderita amarah juga perlu lebih waspada terhadap diri sendiri, lingkungan sekitar, dan apa yang menjadi pemicunya untuk mengendalikan emosi negatifnya.

Keharmonisan rumah tangga merupakan tanggung jawab bersama. Menghadapi suami pemarah memang tidak mudah, namun dengan pemahaman, komunikasi yang baik, dan pengambilan langkah yang tepat, bukan tak mungkin kondisi ini bisa diatasi.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fia/fia)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda