MOM'S LIFE
Mengenal Eccedentesiast, Seseorang yang Menyembunyikan Luka di Balik Senyuman
Arsitta Dwi Pramesti | HaiBunda
Sabtu, 18 May 2024 07:40 WIBPernahkah Bunda menyembunyikan luka di balik sebuah senyuman? Kondisi ini disebut dengan eccendentesiast. Seperti apa gejala eccedentesiats dan bagaimana itu bisa terjadi?
Bunda mungkin pernah berusaha menyembunyikan luka dengan memasang wajah bahagia. Dengan berbagai alasan, Bunda melakukan hal ini karena menganggap sebagai pilihan terbaik. Kondisi ini sering disebut senyum palsu atau eccedentesiast.
Kondisi ini merujuk pada Bunda yang terlihat bahagia dan menebar senyuman, padahal jauh di lubuk hari sedang merasakan sedih mendalam. Menurut pakar, kondisi ini sering terjadi. Bunda dapat memahami lebih jauh mengenai eccedentesiast dengan menyimak pada pembahasan berikut ini.
Apa itu eccedentesiast?
Dalam sebuah e-Jurnal bertajuk Gangguan Psikologi Eccedentesiast oleh Sheilla Sartika Salsabilla dijelaskan bahwa eccedentesiast adalah kondisi dimana seseorang menyembunyikan banyak hal di balik senyumannya.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi umum di mana seseorang cenderung menunjukkan wajah murung saat sedih. Orang dengan eccedentesiast justru membendung semua rasa kecewa, sedih, traumatis, dan depresi dengan menunjukkan wajah bahagia.
Seorang psikolog di Clinical Psychologist dan Brainspotting Trainer & Therapist RS Pantai Indah Kapuk, Ine Indriani, M.Psi, menjelaskan bahwa eccedentesiast biasa disebut sebagai senyum palsu atau fake smile. Menurut Indriani, orang-orang yang mengalami eccedentesiast menunjukkan dirinya terlihat baik-baik saja di saat sedang menghadapi suatu masalah.
Indriani menjabarkan bahwa dibalik senyuman seseorang dengan eccedentesiast, terdapat usaha untuk meyakinkan orang lain bahwa dia sedang senang dan baik-baik saja. Meskipun hal ini tidak berpengaruh pada orang lain, kondisi ini justru tidak baik bagi orang dengan eccedentesiast sendiri.
Kata eccedentesiast berasal dari bahasa Latin “Ecce” yang bermakna “look at and dente teeth” atau lihat pada giginya. Maksudnya, ketika menilai senyuman seseorang kita harus melihat lebih jauh untuk mengetahui kondisi sesungguhnya.
Gejala Eccedentesiast
Gejala paling umum dari kondisi ini adalah ketika seseorang yang menunjukkan senyuman tidak tulus, Jika Bunda perasa, Bunda mungkin dapat mengetahui ketulusan dari senyuman seseorang.
Meski terkadang tidak dapat dijelaskan melalui kata-kata, Bunda dapat merasa bahwa terdapat masalah dibalik senyuman tersebut. Selain itu, Bunda dapat memahami gejala eccedentesiast dengan melihat perilaku berikut ini.
1. Perilaku sering menyendiri
Jika Bunda sering merasa ingin menyendiri dan tidak nyaman berbaur dengan orang lain, hal ini dapat menjadi gejala eccedentesiast. Hal ini dikarenakan seseorang dengan eccedentesiast berusaha menghindari bersosialisasi karena tidak terbuka pada teman-temannya.
Pada kondisi lain, saat Bunda melihat ada seorang teman yang ingin selalu menyendiri atau tidak ingin berkumpul bersama orang lain, bisa jadi orang tersebut mengalami eccedentesiast. Ketika menghadapi masalah, orang dengan eccedentesiast tidak ingin dibantu oleh orang lain dan menutup diri, Bunda.
2. Enggan berbagi cerita
Perilaku selanjutnya yang menunjukkan gejala eccedentesiast adalah perilaku enggan berbagi cerita dengan orang lain. Seseorang yang mengalami eccedentesiast memilih memendam saat menghadapi suatu masalah. Ia cenderung tidak mau bercerita dan bersikap biasa saja seperti tidak ada apa-apa di depan orang lain.
3. Berusaha terlihat bahagia, padahal tidak
Pernahkah Bunda bertemu dengan seseorang yang terlihat ceria, gembira, bahkan kerap melempar lelucon padahal sedang mengalami luka mendalam? Hal ini juga menjadi salah satu gejala eccedentesiast, Bunda. Mereka berusaha terlihat baik-baik saja padahal sedang memendam rasa sakit atau kekecewaan yang mendalam.
Hal ini dilakukan karena mereka kebingungan harus bereaksi apa saat menghadapi suatu masalah. Makanya, orang dengan eccedentesiast memilih untuk menutupi rasa sakitnya dengan terlihat bahagia, bahkan menghibur orang lain.
4. Hanya mau berbicara kepada orang tertentu
Saat mengalami eccedentesiast, seseorang mungkin saja mau terbuka, tapi hanya pada orang-orang tertentu. Penderita cenderung selektif dan hanya mau berbagi dengan keluarga, teman dekat, atau seseorang yang ia percaya. Orang dengan eccedentesiast tidak ingin semua orang mengetahui bahwa dirinya sedang mengalami kesusahan.
Penyebab terjadinya eccedentesiast
Bunda mungkin bertanya-tanya, apa sih sebenarnya penyebab eccedentesiast? Terdapat sejumlah faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kondisi ini. Salah satu faktor terbesarnya adalah perasaan bahwa ingin dianggap baik-baik saja dan tidak ingin menyulitkan orang lain.
Namun selain itu, ada penyebab lain yang membuat seseorang mengalami eccedentesiast, di antaranya:
1. Ingin menyembunyikan perasaan
Bunda mungkin orang yang ingin menyembunyikan perasaan dan tidak ingin semua orang tahu apa yang sedang ia rasakan. Dalam beberapa kondisi, seseorang mengalami perasaan hancur dan kecewa namun ingin memendam hal ini dan bertindak seolah baik-baik saja. Bahkan, beberapa orang menyembunyikan perasaan sedih ini dengan perasaan lain yang berbanding terbalik seperti ceria dan gembira.
2. Terlalu tertutup dengan orang lain
Penyebab lain yang membuat seseorang mengalami eccedentesiast karena dirinya terlalu tertutup dengan orang lain. Mereka menutup akses orang lain untuk mendampingi dan menemani hidupnya. Sehingga, orang lain tidak mengetahui apa yang sebenarnya ia rasakan dan tidak memiliki teman berbagi.
Pada kebanyakan kasus, penyebab seseorang mengalami eccedentesiast karena ia tidak ingin terbuka. Sehingga ia memendam semua yang ia rasakan sendiri dan mengaktifkan mode bertahan hidup dengan berjuang sendirian. Perasaan ini umumnya karena ia tidak mau merepotkan orang lain.
Tips mencegah eccedentesiast
Jika Bunda mengalami gejala eccedentesiast, Bunda tak perlu khawatir karena terdapat cara untuk mencegah hal ini terjadi semakin jauh. Bunda dapat mulai melakukan hal sederhana yaitu memperhatikan diri sendiri.
Hal ini dapat Bunda lakukan dengan menanyakan diri sendiri terkait hal-hal yang selama ini Bunda alami. seperti apakah Bunda sudah jujur pada perasaan yang dialami? Apakah Bunda berani menolak sesuatu yang tidak Bunda sukai? Atau, apakah Bunda sudah cukup tegas dalam memilih pilihan hidup?
Selain itu, Bunda juga dapat memberi waktu pada diri sendiri untuk memahami apakah selama ini senyum yang Bunda berikan sudah tulus dan Bunda benar-benar bahagia.
Bunda harus memberi ruang bagi diri untuk jujur dan mengakui setiap emosi yang Bunda alami. Hal ini akan membuat Bunda tidak memanipulasi diri sendiri yang berujung pada eccedentesiast.
Nah, akhirnya Bunda mengetahui perasaan Bunda secara jujur. Setelah ini, Bunda dapat memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Bunda harus membiasakan jujur dan tidak menyembunyikan apa yang Bunda rasakan.
Apakah eccedentesiast termasuk penyakit?
Menurut Ine Indriani, eccedentesiast tidak dapat dikategorikan sebagai penyakit secara mentah-mentah. Hal ini karena setiap penyakit mental yang dialami harus mengacu pada disorder DSM 5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) atau ICD 11 (International Classification of Diseases).
Mengingat perasaan sedih dan tindakan mengeluh bukanlah sebuah penyakit, eccedentesiast tidak langsung dikategorikan sebagai penyakit mental. Bisa jadi, hal ini hanyalah suatu upaya menutupi perasaan yang dilakukan oleh seseorang.
Nah, Bunda, itulah eccedentesiast, kondisi seseorang yang menyembunyikan luka di balik sebuah senyuman. Melihat penjelasan di atas, apakah Bunda mengalami hal ini? Semoga bermanfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fia/fia)