Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Peran Psikolog Klinis Atasi Kesehatan Mental di Masa Pandemi & Era Pesatnya Teknologi

Annisa Afani   |   HaiBunda

Minggu, 28 Nov 2021 10:37 WIB

Close up of doctor and  patient  sitting at the desk near the window in hospital
Ilustrasi konsultasi dengan psikolog/Foto: Getty Images/iStockphoto/andrei_r

Seiring dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat dan pandemi COVID-19 yang tidak kunjung meredam, nyatanya hal tersebut berhasil mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Hal ini pun dapat terlihat dari segi perilaku dan norma-norma yang dimiliki, Bunda.

Dengan keadaan tersebut, maka kita perlu untuk menjaga kesehatan mental. Kondisi ini pula yang membuat psikolog klinis mulai melakukan penyesuaian berdasarkan kebutuhan masyarakat tanpa mengurangi nilai dan standar yang sudah ditetapkan.

"Kebutuhan terhadap layanan kesehatan mental tidak lagi sebagai kebutuhan sampingan namun sebagai kebutuhan yang fundamental," kata Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si.,Psikolog dalam Press Conference Kongres Nasional IV Ikatan Psikologi Klinis Indonesia pada Kamis (25/11/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu ungkap bahwa kini psikolog klinis akan sangat dibutuhkan. Bersama psikologis klinis, bisa mengatasi berbagai kondisi seseorang dan menghindarkannya dari hal yang tidak diinginkan.

Banner Makanan Bahayakan Janin

"Peran psikolog klinis justru akan selalu dibutuhkan. Psikolog klinis membahas berbagai kondisi internal dan eksternal dari manusia agar dapat mendukungnya untuk bertumbuh dan menghindar (terhindar) dari berbagai hal merugikan dalam kehidupan," ungkap Dr. Indria Laksmi Gamayanti.

"Oleh sebab itu, layanan psikologi yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya berbatas pada cara lama dan baku serta harus dengan tatap muka," sambungnya.

Lebih lanjut Gamayanti juga menjelaskan bahwa seiring dengan masuknya Indonesia dalam dinamika Era Masyarakat 5.0, maka internet (dunia maya) dan teknologi digital menjadi bagian dan melebur di dalam kehidupan sehari-hari. Ini ia sebut sebagai masyarakat modern.

Akan tetapi, transisi kemajuan teknologi yang pada awalnya memiliki tujuan untuk memudahkan kehidupan ternyata juga tidak luput dari berbagai persoalan, Bunda. Salah satunya adalah masalah ini masih terkait soal kesehatan mental, khususnya bagi masyarakat yang belum mampu mengikuti perkembangan dan sadar akan dampak penggunaannya.

Perubahan kondisi yang drastis membuat banyak individu mengalami permasalahan dalam beradaptasi. Sehingga pada akhirnya mengalami permasalahan kesehatan mental.

"Sekarang ini, teknologi itu memang banyak membantu untuk kemudahan. Tapi di sisi lain memberikan dampak yang perlu kita waspadai bersama terutama untuk kesehatan mental."

"Karena orang itu kan pertemuan tatap muka semakin kecil, lalu orang semakin nyaman dengan situasi-situasi yang serba digital. Hal paling sederhana, kemampuan orang untuk bersosialisasi menjadi kurang," tuturnya.

Simak kelanjutannya di halaman berikut ya, Bunda.

Bunda, simak juga masalah psikologis pada anak yang punya kebiasaan gigit kuku dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

PERLU EDUKASI MASYARAKAT

Early Teenage Girl with stomachache at doctors office.

Ilustrasi konsultasi dengan psikolog. Foto: iStock.

Selain itu, menurut penelitian-penelitian yang dikumpulkan. Gamayanti juga ungkap bahwa di masa pandemi ini, stres dan depresi terhitung semakin meningkat.

Katanya, ini termasuk ada kecenderungan seseorang melakukan pembandingan sosial. Sehingga yang sifatnya empati, ketulusan dan hal sebagainya kian berkurang.

"Karena orang menilai diri jadi lebih superfisial (dangkal), lebih ke permukaannya saja," tutur Gamayanti.

"Juga status sosial, penampilan, kemakmuran, itu jadi lebih penting dari spiritualitas, ketenangan diri atau pengembangan-pengembangan yang lain," sambungnya.

Gamayanti lantas memberi saran untuk menghindari hal tersebut. Selain melakukan konsultasi pada para psikolog klinis secara profesional, ia juga menyarankan untuk perlunya edukasi pada masyarakat sebagai antisipasi.

"Perlu dilakukan edukasi pada masyarakat seperti pelatihan-pelatihan. Misalnya dengan sekolah daring seperti saat ini, kira-kira apa yang mesti dilakukan oleh orang tua dan guru agar anak tetap bisa mengembangkan kepribadiannya, kemampuannya secara wajar."

"Jadi tahu ada selingan-selingan yang perlu untuk dilakukan," lanjutnya.


(AFN/fir)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda