Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Arti Istilah Viral Jam Koma, Kondisi yang Dialami Pekerja Muda Gen Z

Amira Salsabila   |   HaiBunda

Rabu, 30 Oct 2024 15:15 WIB

Asian women who are serious about working in the office are stressed by working too hard and missing deadlines.
Arti Istilah Viral Jam Koma, Kondisi yang Dialami Pekerja Muda Gen Z/Foto: Getty Images/Wasan Tita
Jakarta -

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak istilah baru yang menggambarkan kondisi mental seseorang. Salah satunya adalah istilah ‘Jam Koma’ yang sedang trending di kalangan Gen Z, Bunda.

Melansir dari laman CNBC Indonesia, istilah yang belakangan viral di media sosial seperti TikTok dan X (Twitter) ini menarik perhatian banyak orang. Ini menggambarkan keadaan ketika mereka mengalami kelelahan kognitif yang ekstrem setelah menjalani aktivitas seharian.

Berkaitan dengan hal ini, psikolog klinis dewasa, Alfath Hanifa Megawati, M.Psi., memberikan tanggapannya terkait istilah ‘Jam Koma’ yang dihubungkan dengan kesehatan mental.

Banner Kurikulum Merdeka

Perempuan yang akrab disapa Ega ini mengatakan istilah ‘Jam Koma’ sebenarnya tidak ditemukan dalam dunia psikolog. Namun, kondisi tersebut mirip dengan istilah fatigue di psikologis.

“Jadi, memang istilah ‘Jam Koma’ Gen Z ini kalau saya explore itu belum ada penelitian yang secara spesifik meneliti menggunakan term itu. Tapi, jika saya baca penelitian-penelitian yang ada, sepertinya istilah ‘Jam Koma’ ini similar dengan istilah fatigue di psikologis,” ujar Ega kepada HaiBunda, Rabu (30/10/2024).

Fatigue sendiri adalah rasa lelah yang terus-menerus dan membatasi. Ini bisa terjadi dari mental fatigue dan emotional fatigue.

“Mental pada mental fatigue ini sebenarnya mengacu pada kemampuan kognitif manusia seperti kemampuan berpikir, mengingat, menyelesaikan masalah, mengambil keputusan, dan sebagainya. Sedangkan, pada emotional fatigue ini mengacu pada kemampuan untuk mengidentifikasi emosi, memproses emosi, dan mengekspresikannya seccara sesuai,” ungkapnya.

Tanda-tanda pekerja mengalami physicological fatigue

Ega memberikan beberapa tanda kemungkinan seseorang mengalami kondisi physicological fatigue.

“Nah, physicologycal fatigue ini jika terjadi terus-menerus worst case-nya bisa tereskalasi menjadi burn out atau ledakan stres jangka panjang. Kemudian mungkin terjadi psikosomatis atau gangguan fisik akibat stres yang terus menerus atau ya gangguan mood, suicidal thoughts, dan dorongan self-harm,” ujar Ega.

Adapun beberapa faktor yang mungkin mendorong seseorang melakukan hal-hal negatif tersebut, meliputi:

  • Sulit untuk berpikir secara logis
  • Kewalahan
  • Perasaan putus asa
  • Stres
  • Cemas berlebihan

Faktor penyebab physicological fatigue

Faktor penyebab biasanya terjadi ketika seseorang menggunakan fisik dan psikologis secara berlebih dan terjadi terus-menerus.

“Biasanya bekerja over, overthinking yang terus-menerus terhadap satu, dua, atau banyak hal, atau kita sedang dihadapkan pada situasi yang full stress, atau bertekanan tinggi yang kesulitan kita handle, atau bisa juga terjadi ketika kita bisa mengalami kedukaan,” ungkap Ega.

Ia pun mengatakan pola makan dan jam tidur yang kurang bagus berkontribusi memicu terjadinya physicological fatigue. Demikian juga dengan penyalahgunaan konsumsi alkohol dan obat-obatan, Bunda.

Kapan seseorang bisa mengalami physicological fatigue?

Ega menjelaskan bahwa tidak ada jam spesifik yang menjelaskan ‘Jam Koma’. Namun, jika mengacu pada physicological fatigue, biasanya kerap terjadi di waktu seseorang tidak produktif.

“Biasanya itu di jam lewat sore sampai dini hari, atau sekitar di atas jam 6 sore sampai jam 2 dini hari,” ujar Ega.

“Nah, jika ini terjadi secara terus-menerus, akan menggerus istirahat otak kita. Jadi, secara penelitian sebenarnya otak kita itu perlu beristirahat untuk berpikir di jam 11 malam sampai jam 3 pagi. Ketika kia terlewat jam ini, maka sebenarnya otak kita menjadi tidak bisa beristirahat. Dampaknya jadi akan ada gangguan psikologis di hari berikutnya kita bangun,” sambungnya.

Dampak physicological fatigue terhadap kesehatan fisik

Perlu diketahui juga bahwa kondisi mental seseorang dapat memengaruhi kesehatan fisiknya secara keseluruhan.

“Bisa (memengaruhi kesehatan fisik) karena pada dasarnya psikologis dan fisik kita adalah dua hal yang saling berhubungan. Jadi, ketika psikologis kita bermasalah, pastinya akan mengganggu fisik kita,” ucap Ega.

“Nah, penyakit-penyakit umum yang muncul akibat dari gangguan psikologis itu GERD, back pain, masalah jantung, masalah hormon, menstruasi, sakit kepala, dan sebagainya,” sambungnya.

Cara sederhana untuk mencegah physicological fatigue

Lantaran kondisi mental tersebut dapat memengaruhi kesehatan secara keseluruhan, ada beberapa cara pencegahan yang bisa Bunda lakukan:

1. Membuat jadwal produktif yang sesuai

Langkah pertama yang dianjurkan adalah membuat porsi jadwal produktif dan istirahat yang sesuai, Bunda.

“Jadi, produktivitas yang berlebihan itu tidak bagus. Demikian juga sebenarnya tidak produktif berlebihan juga tidak bagus. Memetakan porsi istirahat dan jadwal produktif kita itu menjadi hal yang sangat penting,” tutur Ega.

Pada kesempatan ini, Ega juga menyarankan untuk selalu meluangkan waktu istirahat setidaknya 10 menit setelah 2 jam produktif atau bekerja.

2. Mengelola stres dengan baik

Stres menjadi pemicu utama seseorang mengalami physicological fatigue. Oleh karena itu, mengelolanya dengan cara yang tepat adalah pilihan terbaik.

“Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa stres, pasti kita akan stres. Kalau jadi manusia ya pasti akan stres. Kerja pasti akan ada stresnya, tidak kerja juga pasti akan ada stresnya. Jadi, yang kita perlukan bukan kemampuan untuk tidak stres, tapi kemampuan untuk mengelola stres itu tersendiri,” tutur Ega.

“Nah, kemampuan mengelola stres itu bisa meliputi kemampuan mengenali stressor-nya atau penyebab stres. Kemudian, mengatur ekspektasi kita karena ekspektasi kita biasanya sumber kekecewaan terbesar dan pressure terbesar di diri kita. Aseptik (bebas) dalam mengutarakan diri dan meminta bantuan, dan sebagainya,” sambungnya.

3. Memperbaiki jam tidur

Meskipun psikologis berdampak pada kesehatan fisik, penting juga untuk menjaga fisik dalam kondisi yang fit dan proper untuk digunakan sehingga bisa menopang berbagai aktivitas sehari-hari.

“Usahakan 30 menit sebelum tidur, kita terbebas dari scrolling media sosial. Memang pada beberapa orang scrolling media sosial itu bisa membuat ngantuk ya. Tapi sebenarnya kerap terjadi juga justru menyebabkan overthinking karena kita terpicu oleh postingan-postingan di media sosial,” ujar Ega.

“Misalnya kita melihat postingan orang lain yang lebih baik dari kita. Kemudian kita ketemu istilah yang mungkin mirip dengan diri kita akhirnya kita eksplorasi terus menerus yang jatuhnya jadi self-diagnosa, dan sebagainya,” sambungnya.

Hal ini biasa terjadi pada malam hari, waktu di mana otak bagian emotional manusia itu bekerja lebih aktif dibandingkan pagi hari sehingga membuat sulit berpikir rasional dan logis, ditambah sudah ada kelelahan secara fisik karena aktivitas seharian.

4. Menjaga pola makan yang sehat

Pola makan juga berkontribusi terhadap kesehatan mental. Oleh karena itu, Ega menyarankan Bunda untuk mengurangi asupan gula dan kafein.

“Konsumsi makanan sehat, kurangi gula dan kafein, makanan-makanan fast food juga harus dikurangi, dan tidak mengonsumsi alkohol dan obat-obatan yang disalahgunakan,” ujar Ega.

“Itu penting banget dan biasakan untuk konsumsi vitamin sebagai suplemen tambahan juga. Itu yang penting juga,” tambahnya.

5. Memiliki support system

Support system dari lingkungan sekitar juga membantu Bunda mempertahankan kesehatan mental yang positif.

“Jangan lupa lingkungan sosial atau support system juga menjadi hal yang penting untuk diri kita sebagai manusia. Ketika kita punya keluh kesah, kita punya sesuai yang ingin dibagi, support system itu jadi wadah untuk kita bisa meregulasi emosi kita atau bisa mencerahkan pikiran kita yang lagi mumet,” ucapnya.

Nah, itulah beberapa hal penting yang mungkin bisa Bunda kenali terkait istilah ‘Jam Koma’ di kalangan Gen Z. Semoga bermanfaat, ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing  soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar dan klik di SINI. Gratis!

(asa/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda