HaiBunda

MOM'S LIFE

3 Kalimat yang Bisa Merusak Kredibilitas Pekerja Menurut Pakar

Arina Yulistara   |   HaiBunda

Senin, 03 Nov 2025 14:00 WIB
Ilustrasi kalimat yang bisa merusak kredibilitas pekerja menurut pakar/ Foto: Getty Images/iStockphoto/AmnajKhetsamtip

Hati-hati kredibilitas Bunda bisa rusak karena beberapa kalimat sederhana. Berikut ragam kalimat yang bisa merusak kredibilitas pekerja.

Cara seseorang berkomunikasi bisa menjadi faktor penentu dalam membangun atau menghancurkan reputasi profesional. Bukan hanya isi pesan yang penting, melainkan bagaimana pesan itu disampaikan.

Hal ini ditegaskan oleh Kate Mason, PhD, mantan juara debat dunia yang kini menjadi pelatih komunikasi eksekutif. Menurutnya, banyak profesional tidak menyadari bahwa beberapa kalimat yang sering mereka ucapkan justru dapat merusak kredibilitas mereka di tempat kerja.


Mason, yang memiliki pengalaman bekerja di perusahaan besar seperti Google dan YouTube, menyoroti fenomena yang ia sebut sebagai imposing syndrome (sindrom meragukan diri sendiri atas pencapaiannya), terutama perempuan, untuk berhati-hati agar tidak dianggap 'mengganggu' atau 'menyombongkan diri'.

Akibatnya, mereka cenderung mengecilkan diri dan meremehkan pencapaiannya sendiri. Pola komunikasi seperti ini memiliki dampak yang ringan namun berbahaya terhadap kinerja dan pandangan orang lain terhadap kemampuan seseorang.

"Kebiasaan merendahkan diri ini memiliki dampak buruk pada pekerjaan dan reputasi mereka," ujar Mason dilansir dari CNBC International.

Melalui buku terbarunya Powerfully Likeable: A Woman’s Guide to Effective Communication, Mason berbagi panduan agar para profesional dapat berkomunikasi dengan lebih percaya diri tanpa kehilangan sikap profesional. Ia juga mengingatkan agar pekerja menghindari tiga kalimat tertentu yang meski terdengar sopan, namun bisa melemahkan kesan profesional dan kredibilitas dimata rekan kerja maupun atasan.

Kalimat yang bisa merusak kredibilitas pekerja

Berikut tiga kalimat yang sebaiknya dihindari menurut Mason.

1. “It’ll just take a second” ("Ini cuma sebentar kok”)

Menurut Mason, kalimat ini sering digunakan dengan niat baik untuk menunjukkan rasa hormat terhadap waktu orang lain. Namun faktanya, frasa ini bisa menimbulkan kesan sebaliknya.

Dengan mengatakan “ini cuma sebentar”, seseorang menciptakan ekspektasi palsu bahwa pembicaraan akan berlangsung cepat padahal hampir tidak ada hal penting yang benar-benar bisa diselesaikan dalam hitungan detik. Akibatnya, rekan bicara bisa merasa kesal ketika percakapan ternyata berlangsung lebih lama dari yang dijanjikan.

Selain itu, kalimat tersebut juga membuat pesan yang ingin disampaikan terdengar sepele. Mason menjelaskan bahwa dengan mengatakan “cuma sebentar”, seseorang secara tidak langsung menurunkan nilai penting dari topik yang dibahas.

"Memberikan perkiraan waktu yang tidak realistis dapat mengganggu atau mengecewakan orang yang Anda ajak bicara," kata Mason.

Sebagai gantinya, Mason menyarankan untuk menyampaikan permintaan secara lebih tegas dan realistis. Sebagai contoh, bisa diganti kalimat, “Saya ingin menjadwalkan satu jam minggu depan untuk membahas A, B, dan C. Apakah waktu itu cocok untuk Anda?”.

Dengan begitu, kalimat terdengar lebih profesional dan menunjukkan bahwa pembicaraan tersebut memiliki substansi yang layak didiskusikan.

2. “No worries if not” (“ENggak apa-apa kalau nggak bisa”)

Kalimat ini tampak sopan dan rendah hati, namun menurut Mason, bisa menurunkan prioritas pesan yang ingin disampaikan. Banyak orang menggunakan kalimat ini untuk 'melunakkan' permintaan agar tidak terdengar memaksa.

Dalam konteks profesional, kalimat ini sering kali justru mengaburkan urgensi atau pentingnya permintaan tersebut. Mason menekankan bahwa jarang sekali seseorang membuat permintaan tanpa alasan yang mendesak.

Ia mencontohkan, ketika seseorang berkata, “Tolong kirim revisinya, enggak apa-apa kalau enggak sempat,” lawan bicara bisa menafsirkan bahwa permintaan itu tidak penting dan dapat ditunda. Akibatnya, pekerjaan bisa tertunda hanya karena komunikasi yang tidak tegas.

Sebagai alternatif, Mason menyarankan untuk menjelaskan konteks dan tenggat waktu dengan jelas. Sebagai contoh, “Saya akan sangat menghargai jika Anda bisa mengirim revisinya sore ini karena draft final harus dikirim besok.”

Cara di atas terdengar profesional tanpa menghilangkan kesopanan sekaligus membantu lawan bicara memahami urgensi situasi.

3. “I’m not an expert, but…” (“Saya bukan ahli, tapi…”)

Kalimat ini menurut Mason, merupakan salah satu yang paling berisiko merusak kredibilitas. Dengan membuka pernyataan seperti itu, seseorang secara tidak sadar menurunkan otoritas dirinya sendiri.

Mason menjelaskan bahwa kalimat tersebut langsung menurunkan status pembicara karena menunjukkan keraguan dan ketidakpastian terhadap kemampuan diri. Biasanya, kalimat seperti ini diucapkan oleh orang yang merasa 'kurang berpengalaman' dibanding rekan-rekan lain, seperti merasa lebih muda, baru bergabung di perusahaan, atau berada di posisi yang lebih rendah dalam hierarki organisasi.

"Orang-orang sering kali meremehkan pencapaian mereka ketika merasa minder, terutama jika mereka memandang dirinya sebagai 'orang yang berbeda' dalam suatu tim," ujar Mason.

Dibanding menonjolkan kerendahan hati, kalimat tersebut justru membuat orang lain meragukan kompetensi pembicara. Mason menyarankan agar setiap profesional belajar untuk lebih percaya diri terhadap keahliannya sendiri.

“Anda tidak dipekerjakan karena memiliki keahlian yang sama dengan para eksekutif senior. Anda dipekerjakan karena membawa perspektif dan keahlian unik yang dibutuhkan tim," tambahnya.

Dengan menegaskan nilai diri sendiri, Bunda bisa berbicara lebih mantap dan menunjukkan otoritas tanpa perlu menonjolkan jabatan.

Diingatkan Mason, menghindari tiga kalimat di atas bukan berarti menjadi arogan, melainkan membiasakan diri untuk berbicara dengan kejelasan, keyakinan, dan rasa hormat terhadap waktu serta kebutuhan orang lain. Dengan begitu, Bunda tidak hanya terdengar lebih kompeten, tapi juga mampu menjaga kredibilitas dan kepercayaan di lingkungan profesional.

"Begitu Anda mulai menyadari, inilah tujuan saya direkrut dan itulah nilai yang bisa saya berikan, maka itu yang mereka inginkan dari saya, hal itu memungkinkan Anda untuk melepaskan banyak kecemasan hierarki dan orientasi status," ujar Mason. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(som/som)

Simak video di bawah ini, Bun:

Meski Banyak Pelamar Kerja, Ini 5 Penyebab HRD Susah Cari Pegawai

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Potret Kedekatan Samuel Rizal dan Sang Putri yang Kini Jadi Atlet Renang

Parenting Nadhifa Fitrina

7 Manfaat Air Kunyit untuk Kesehatan dan Waktu Terbaik Meminumnya

Mom's Life Amira Salsabila

Kisah Bunda Didiagnosis Kanker Payudara saat Menyusui Anak Ketiga & Hamil Anak Keempat

Kehamilan Annisa Karnesyia

Potret Kamar Dua Anak Perempuan Franda dan Samuel Zylgwyn, Tematik & Girly Banget

Parenting Annisa Karnesyia

Mengenal Apa Itu Selective Mutism pada Anak, Kerap Disebut 'Jago Kandang'

Parenting Nadhifa Fitrina

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Potret Kedekatan Samuel Rizal dan Sang Putri yang Kini Jadi Atlet Renang

7 Manfaat Air Kunyit untuk Kesehatan dan Waktu Terbaik Meminumnya

Kisah Bunda Didiagnosis Kanker Payudara saat Menyusui Anak Ketiga & Hamil Anak Keempat

Wujudkan Generasi Bebas Anemia, Yuk Kenali Pentingnya Zat Besi untuk Si Kecil

Mengenal Apa Itu Selective Mutism pada Anak, Kerap Disebut 'Jago Kandang'

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK