moms-life
Apa Itu 'Job-pocalypse' yang Disebut Mengancam Dunia Kerja Gen Z?
HaiBunda
Rabu, 12 Nov 2025 23:00 WIB
Daftar Isi
Ancaman kerja baru di era AI sedang dihadapi oleh para pekerja Gen Z. Ada yang disebut job-pocalypse. Apa itu? Mari bahas di sini, Bunda.
Istilah job-pocalypse tengah menjadi perbincangan hangat di dunia kerja global. Istilah ini merujuk pada fenomena 'kiamat pekerjaan', terutama bagi pekerja pemula atau lulusan baru yang tengah bersaing dengan kecerdasan buatan (AI) dalam memperebutkan posisi di perusahaan.
Laporan terbaru dari British Standards Institution (BSI) menunjukkan bahwa banyak pemimpin perusahaan di berbagai negara kini lebih mengutamakan otomatisasi berbasis AI. Dibanding merekrut karyawan baru, khususnya pada posisi entry-level, mereka mengedepankan teknologi.
Mengutip The Guardian, dalam laporan yang melibatkan lebih dari 850 pemimpin bisnis di tujuh negara, termasuk Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Australia, China, dan Jepang, terungkap bahwa 41 persen di antaranya mengakui bahwa penerapan AI telah memungkinkan perusahaan untuk mengurangi jumlah karyawan. Bahkan hampir sepertiga responden (31 persen) menyebut bahwa perusahaannya kini mengeksplorasi solusi AI sebelum mempertimbangkan untuk merekrut tenaga manusia.
Temuan ini menandakan adanya pergeseran besar dalam cara perusahaan melihat efisiensi dan produktivitas. Fenomena tersebut dianggap sebagai ancaman serius bagi generasi muda, terutama Gen Z yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Di tengah kondisi pasar tenaga kerja yang sedang mendingin, banyak dari pekerja Gen Z menghadapi tantangan baru, yakni bersaing bukan hanya dengan sesama manusia, melainkan dengan sistem AI yang semakin canggih dan efisien. Lantas, apa sebenarnya makna dari job-pocalypse dan seberapa besar dampaknya terhadap masa depan dunia kerja?
AI Menggeser peran pekerja pemula
Laporan BSI menunjukkan bahwa 2 dari 5 pemimpin bisnis (39 persen) mengaku posisi entry-level di perusahaan mereka sudah berkurang atau dihapus karena efisiensi yang dihasilkan AI. Teknologi ini kini mampu menggantikan berbagai tugas administratif, penelitian, dan pembuatan laporan, jenis pekerjaan yang selama ini menjadi tanggung jawab utama karyawan baru.
Seperempat para pemimpin bisnis bahkan percaya bahwa sebagian besar atau seluruh tugas pekerja pemula bisa digantikan AI. Hal ini berarti banyak pekerjaan pertama yang biasanya menjadi batu loncatan karier seseorang kini berpotensi lenyap.
Tak sedikit juga yang menilai bahwa pekerjaan pertama mereka mungkin tidak akan eksis di era AI seperti sekarang.
Meski demikian, walau AI menghadirkan peluang besar bagi dunia bisnis, namun ada risiko besar jika keseimbangan antara teknologi dan manusia diabaikan.
Investasi jangka panjang dalam pelatihan dan pengembangan karyawan muda harus berjalan seiring dengan investasi teknologi. Jika tidak, dunia kerja bisa menghadapi krisis regenerasi, di mana kurangnya pengalaman kerja di level pemula akan memengaruhi kemampuan generasi berikutnya untuk naik ke jenjang manajer.
Otomatisasi vs pelatihan
Hasil analisis BSI terhadap laporan tahunan perusahaan juga menunjukkan kecenderungan mencolok, istilah 'automation' disebut tujuh kali lebih sering dibanding kata 'upskilling' atau 'retraining'. Ini artinya, perusahaan lebih fokus pada penggantian tenaga kerja dengan teknologi daripada melatih kembali pegawai agar bisa beradaptasi.
Sebagian besar perusahaan mengaku berinvestasi pada AI untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan mengurangi biaya operasional. Sebanyak 76 persen responden percaya bahwa tools AI akan memberikan manfaat nyata dalam waktu 12 bulan ke depan.
Meski demikian, lebih dari separuh (53 persen) juga mengakui bahwa penerapan AI akan menimbulkan gangguan pada tenaga kerja manusia. Namun mereka menilai manfaatnya tetap lebih besar daripada risiko.
Dampak kemajuan AI pada karier Gen Z
Generasi Z kini menjadi kelompok yang paling rentan menghadapi job-pocalypse. Sebagai lulusan baru, mereka biasanya bergantung pada pekerjaan entry-level untuk memulai karier.
Dengan banyaknya posisi dasar yang tergantikan oleh AI, pintu masuk menuju dunia profesional semakin sempit. Survei tambahan menunjukkan bahwa setengah dari orang dewasa di Inggris kini khawatir AI akan mengubah atau menghapus pekerjaan mereka.
Kondisi ini turut memengaruhi kepercayaan diri para pencari kerja muda yang tengah berjuang menembus pasar kerja yang makin kompetitif. Bahkan di sektor telekomunikasi, sekitar 10 ribu posisi digantikan AI sebagai bagian dari program efisiensi tenaga kerja.
Meski ancaman “job-pocalypse” nyata adanya, para pakar menilai bahwa solusinya bukanlah menolak AI, melainkan membangun sinergi antara manusia dan teknologi. Investasi dalam pendidikan digital, keterampilan berpikir kritis, dan pelatihan berbasis AI menjadi kunci agar generasi muda tetap relevan.
Dengan demikian, job-pocalypse bukanlah akhir dari dunia kerja, melainkan tanda peringatan bahwa kita sedang berada di persimpangan antara efisiensi dan kemanusiaan. Generasi Z sebagai tulang punggung masa depan ekonomi global perlu mempersiapkan diri dengan keterampilan baru dan daya adaptasi tinggi agar tidak tenggelam dalam gelombang otomatisasi yang terus berkembang.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(som/som)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Mom's Life
10 Alasan Perusahaan Ramai-ramai Pecat Pekerja Gen Z
Mom's Life
Mengenal Istilah Loud Quitting di Dunia Kerja, Pengertian dan Alasan Mengapa Itu Terjadi
Mom's Life
10 Tips Bekerja Sambil Urus Anak yang Minim Stres, Dicoba ya Bun
Mom's Life
Quiet Quitting Hits di Kalangan Milenial dan Gen Z, Benarkah Bikin Karier Aman?
Mom's Life
Studi: Benci dengan Pekerjaan Diam-diam Merusak Kesehatan
5 Foto
Mom's Life
5 Potret Anak Artis Tinggal di Luar Negeri di Usia Muda, Ada yang Berkarier di AS
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda
Fenomena Gen Z Cari Tips Karier di Medsos, Tak Lagi Minat Saran Formal
10 Keahlian Pekerja yang Wajib Dicantumkan di CV Menurut LinkedIn
11 Kalimat Toksik yang Pantang Diucapkan Bos Baik