Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Mengatasi Kecemasan pada Anak

Melly Febrida   |   HaiBunda

Senin, 13 Nov 2017 07:00 WIB

Saat anak-anak cemas, kita perlu bantu mereka menghadapi situasi ini.
Mengatasi cemas pada anak/ Foto: Thikstock
Jakarta - Nggak cuma orang dewasa, anak-anak juga bisa menghadapi kecemasan. Kecemasan ini terkadang membuat anak enggan mencoba hal-hal baru.

Biasanya anak yang sering mengalami kecemasan lebih suka kegiatan rutin. Karena ketika kegiatan rutinna diubah, maka dia akan kesal. Saat terjadi perubahan dan si anak merasa lelah, lapar atau stres, kemampuannya untuk mengatasinya pun tidak ada.

Semua orang tua pastinya akan melakukan yang terbaik agar anak mereka merasa bahagia, belajar tentang hidup, dan mengatasi perubahan. Namun, ada beberapa anak yang mungkin kurang menunjukkan fleksibilitas karena kegelisahan atau kesulitan mental dan emosionalnya.

Beberapa anak nggak mampu menenangkan dirinya sendiri sehingga membutuhkan bantuan ekstra untuk melakukannya. Hal ini bisa menjadi tantangan dan menyedihkan bagi orang tua. Sebab kecemasan sang kakak bisa 'menular' pada adiknya. Iya, para adik jadi meniru perilaku kakaknya.

Nah, sebagai orang tua kita harus melakukan apa? 'Mengubah' anak-anak yang cemas untuk menjadi fleksibel mungkin perlu usaha keras yang bisa saja membuat kewalahan. Tapi orang tua dapat belajar mengambil langkah kecil untuk membantu seluruh keluarga belajar menyesuaikan diri dengan perubahan yang merupakan bagian kehidupan yang tak terelakkan.



Ini beberapa langkah yang bisa dilakukan ketika anak cemas dengan perubahan seperti dilansir Psychcentral:

1. Respons Fight and Flight

Cemas sebenarnya respons alami tubuh saat menghadapi atau merasakan bahaya, Bun.
Beberapa alarm keamanan anak (amigdala dalam sistem limbik) sangat sensitif saat mereka berjuang menghadapi kecemasan.

Saat respons flight masuk, anak-anak mungkin mengalami sensasi tubuh yang merasa tidak nyaman atau tidak bisa toleransi seperti gemetar, kesemutan, lemas, berkeringat, gelisah, letih, berdebar jantungnya, atau kehilangan kontrol. Inilah sensasi yang diciptakan sistem pelindung diri di dalam tubuh. Namun, karena anak tidak memahaminya, Bun, mereka tidak tahu cara mengatasinya.

Sedangkan saat respons melawan (fight) sedang berlangsung, anak-anak mungkin juga memiliki gejala serupa yang membingungkan mereka. Respons mereka mungkin agresif, yang diungkapkan dengan cara yang berbeda seperti memukul, melempar, menjerit, dan lainnya. Respons tubuh tersebut mungkin juga terasa menyedihkan, dan anak-anak tidak tahu bagaimana cara mengaturnya.

Orang tua yang memahami respons tersebut, bisa membantu anak-anak memahaminya. Anak juga bisa belajar beradaptasi dengan kesempatan yang diberikan setiap harinya.



2. Memapar Pengalaman Baru

Apabila seseorang sedang berjuang melawan kecemasan, maka paparan bisa menjadi obatnya. Maksudnya saat anak belajar berada di situasi baru dan ketika anak merasa cemas, yuk kita coba meminta anak-anak untuk mengabaikannya.

Seperti orang dewasa, anak akan berusaha menjauh dari apapun yang bisa membuat stres, ketidaknyamanan, atau kecemasan. Ini wajar Bun, sebagai respons alami menghindari sesuatu yang mereka anggap menantang.

Orang tua menjadi sumber terbaik untuk membantu anak beradaptasi dengan situasi baru dan sulit. Dengan teladan dan dukungan Bunda, anak-anak bisa belajar menenangkan diri dan membantu tubuh serta pikiran mereka beradaptasi terhadap perubahan.

Ingatlah, semua itu adalah sebuah proses Bun. Sukses jika anak mencoba, dan kita perlu secara konsisten mendukung usaha mereka.

Kecemasan dan ketakutan yang dialami anak juga bisa dipengaruhi orang tua lho. Psikolog Jodie Benveniste mengatakan kurangnya kehangatan yang diberikan orang tua bisa membuat anak merasa ketakutan hingga cemas. Atau justru sebaliknya, ketika orang tua terlalu protektif dan mendikte buah hatinya, si kecil akan tumbuh menjadi anak yang takut bertindak sesuai dengan kehendaknya.

"Begitu juga ketika orang tua sering menghukum anak. Memang ketika anak salah harus diberi pelajaran, tapi dengan hukuman yang berlebihan, anak akan kapok bertindak hingga saat mereka tidak bertindak pun, trauma disertai rasa cemas dan takut bisa dialami," lanjut Benveniste. (Nurvita Indarini)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda