parenting

Begini Bedanya Pendekatan Pola Asuh Balita dan Usia Sekolah

Amelia Sewaka   |   HaiBunda

Rabu, 29 Nov 2017 12:14 WIB

Jakarta - Ketika kita mau menasihati atau mengarahkan anak, usia mereka perlu dipertimbangkan lho, Bun. Ya, soalnya pendekatan pola asuh, termasuk ketika kita ingin menasihatinya, berbeda ketika anak berusia balita (di bawah lima tahun) dan usia sekolah.

"Yang harus diketahui orang tua, seiring bertambahnya usia anak, peran orang tua berubah. Ketika anak berusia 0-2 tahun, orang tua kayak babysitter anak, dari mulai ganti popok, suapin sampai seterusnya," kata psikolog anak dan keluarga, Rosalina Verauli di acara 'Minute Maid Nutriforce, Cara Nikmat Bantu Penuhi 1/3 Kebutuhan Harian Nutrisi untuk Dukung Fokus, Aktivitas dan Ketahanan Anak Usia Sekolah ' di Lewis & Caroll, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Sedangkan untuk anak usia 3 hingga 5 tahun atau balita, kata psikolog yang akrab disapa Vera ini, peran orang tua berubah. Terlebih, anak udah mulai nih, Bun, mengeksplorasi lingkungan sekitar lewat berbagai konsep dari mulai warna, bentuk, ukuran dan sebagainya.
Nantinya, kalau umur anak udah di atas 5 tahun, mereka kan ada yang udah sekolah. Nah, orientasinya bertambah yaitu berupa akademis, pertemanan, kegiatan dan aktivitas fisik. Vera mengingatkan, ketika anak terlalu banyak dikasih kegiatan, mereka bisa punya gaya hidup nggak sehat.
Ya, karena kebanyakan les, anak jadi nggak punya waktu melakukan aktivitas fisik. Demi hemat waktu pun kadang makanan atau snack yang dikonsumsi nggak sehat. Apalagi di pagi hari, bisa aja anak malas sarapan dan lebih milih jajan di luar. Nah, untuk meminta anak makan sehat, pendekatan pada balita dan anak usia sekolah beda, Bun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Soal makan, misalnya, untuk anak usia sekolah peran orang tua berubah. Bukan lagi dengan, "Ayo, Nak, makan ini dan minum itu" namun lebih kepada teknik psikologi diskusi. Di sini, ada modifikasi perilaku kita, Bun.

"Kasih reinforcement (penguatan) yang logis ke anak, kenapa dia harus minum ini kenapa dia harus makan itu. Terus pakai teknik co-regulation atau aturan bersama. Jadi kita udah nggak bisa tuh cuma nyuruh anak makan ini itu," sambung Vera.
Contoh lainnya soal tidur siang. Kata Vera, kita nggak mungkin banget nyuruh anak usia sekolah untuk tidur siang gitu aja. Jelas anak akan nolak mentah-mentah, Bun.

"Kita bisa bilang ke anak, 'Kan nanti kamu mau ada kegiatan, misalnya futsal di sore hari. Apa nggak capek kalau kamu nggak istirahat dulu sekarang?'. Nah nanti anak akan regulate tuh sehingga anak sadar sendiri oh iya ya, daripada capek mending tidur dulu deh," tambah Vera.

Vera mengatakan ketika anak masuk usia sekolah, social power orang tua harus dibagi. Jadi, anak nggak serta-merta merasa disuruh ini itu tanpa tahu alasannya.

"Makanya jangan heran kalau anak usia sekolah disuruh ini itu sama orang tua, nggak mau. Ya karena itu tadi, mengasuh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah itu beda banget," ujar Vera.

Soal mengajak anak untuk makan sehat penting banget, Bun. Data menunjukkan sejumlah anak usia sekolah kelas menengah hingga punya skor tes akademik yang lebih rendah akibat kurang konsumsi zat besi dan asam folat. Nah, dampak jangka panjang malnutrisi karena nggak tercukupinya gizi anak yaitu pertumbuhan fisik yang rendah, stunting, IQ rendah, koordinasi motorik rendah, dan kurang fokus.

"Sedangkan dampak negatif malnutrisi akan semakin intens saat anak memasuki tantangan akademis dan sosial yang baru. Iki ditandai dengan peningkatan hormon kortisol atau hormon stres," tutur Vera.
(rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT