Jakarta -
Kesabaran itu benar-benar diuji salah satunya saat kita bicara sama
anak tapi mereka seakan nggak mendengar dan tak acuh gitu aja. Kesal ya, Bun? Sama, saya juga kok merasakannya ketika anak saya melakukan itu.
Tapi, Bun, tahu nggak? Ketika anak terlihat tak acuh atau dia jarang sekali cerita ke kita sebagai orang tuanya, bisa jadi semua berawal dari kita sebagai orang tua yang juga suka tidak mendengarkan perasaan anak. Hmm, jadi apa sih yang bisa kita lakukan supaya anak mau mendengarkan ketika kita ajak ngomong? Adele Faber dan Elaine Mazlish berbagi tips agar anak mau mendengarkan dan berbicara dengan orang tua dalam buku berjudul 'How to Talk So Kids Will Listen And Listen So Kids Will Talk' nih, Bun.
Adele yang juga seorang psikolog bercerita bagaimana kehidupannya berubah setelah memiliki anak. Kata Adele, tiap pagi dia selalu mengingatkan dirinya sendiri kalau hari ini akan berbeda dan setiap pagi berbeda dari sebelumnya. Termasuk soal apa yang akan disampaikan anak ketika berinteraksi dengan orang tuanya.
Pastinya heboh banget ya, Bun, menghadapi tingkah anak yang di luar dugaan. Adele pun merasa lelah dan ia akhirnya ikut grup parenting. Di grup itu para orang tua dibimbing psikolog muda Dr Haim Ginnot. Pertemuan para orang tua diwarnai perdebatan. Topiknya apalagi kalau bukan perasaan anak.
Tapi, dari pertemuan itu Adele belajar bagaimana hubungan langsung antara perasan
anak-anak dan perilakunya. "Ketika anak-anak perasaannya bagus, mereka akan berperilaku yang baik. Bagaimana kita menolong mereka memiliki perasaan yang baik? Tentunya dengan menerima perasaan mereka," tulis Adele.
Sayangnya, Bun, masalah yang sering muncul salah satunya orang tua tidak menerima perasaan anak-anaknya. Contohnya saja, kita udah men-judge anak sebelum mendengar alasannya dan kita sudah menutup kesempatan anak untuk menyampaikan perasaannya.
Padahal, menampik perasaan anak itu bisa membuat anak bingung dan sangat marah. Selain itu, secara nggak langsung kita juga mengajarkan anak untuk tidak mengenali perasaannya sehingga mereka tak mempercayai dirinya sendiri. Nah, Adele berbagi pengalaman nih saat dia ngobrol bersama sang anak.
Jadi, suatu hari si kecil bilang dirinya ngantuk dan Adele menanggapi bahwa anaknya nggak mungkin ngantuk karena baru saja tidur siang. Si kecil lag-lagi ngotot kalau dia ngantuk dan Adele kembali berargumentasi kalau si anak nggak ngantuk dan hanya lelah. Kemudian, dia menyuruh sang anak ganti baju dan si anak merespons dengan cemberut. Atau, suatu ketika anak Adele bilang dia kepanasan. Tapi, Adele menekankan kalau suasananya dingin dan malah menyuruh sang anak pakai jaket.
"Nggak mau, aku kepanasan," sahut sang anak tanpa ada solusi dari percakapan mereka. Nah,
itu beberapa contoh percakapan Adele dengan anaknya. Kelihatan kan Bun, bagaimana Adele dan anaknya jadi berargumentasi. Kata Adele, dirinya tanpa disadari meminta sang anak hanya mendengarkan pendapatnya dan mengesampingkan perasaan si anak.
Beberapa minggu kemudian, Adele memilih mencoba cara menanggapi perasaan anak sealami mungkin. Ia nggak menggunakan teknik apapun tapi hanya mengikuti saja. Contohnya, saat sang anak bilang ngantuk Adele bertanya lagi memastikan apakah si kecil ngantuk walau udah tidur siang. Lalu, saat si kecil kepanasan Adele menyampaikan apa yang dirasa yaitu dia kedinginan tapi menerima kalau si kecil kepanasan.
Ternyata, untuk sementara waktu cara itu membantu banget, Bun. Nggak ada lagi berantem mulut antara Adele dan sang anak. Sampai suatu waktu anaknya berkata membenci neneknya. Adele pun langsung bereaksi dengan mengucapkan kata-kata yang diucapkan sang anak nggak bagus.
"Saya bilang ke anak saya,'Kamu tahu, kamu nggak bermaksud demikian. Bunda nggak mau lagi kamu ngomong seperti itu,'" kata Adele.
Tuh, pastinya nggak mengenakkan banget ya, Bun, ketika suara kita nggak didengarkan, langsung disalahkan dan dihakimi. Kita aja orang dewasa, misalkan di kantor dan langsung ditegur habis-habisan oleh atasan tanpa kita dikasih kesempatan membela diri aja nggak mengenakkan ya. Kata Adele, dalam kondisi sedih atau kesal, hal terakhir yang ingin kita dengar adalah nasihat, filosofi, psikologi, atau pendapat lain. Tapi ketika disalahkan itu justru membuat perasan tambah buruk dibanding sebelumnya.
"Menyalahkan hanya membuatku merasa bersalah, pertanyaan membuatku jadi bertahan," ujarnya. Sebaliknya, ketika seseorang benar-benar mendengar, mengetahui bagaimana perasaan ini dan memberikan kesempatan untuk bicara lebih banyak, cara itu tentunya bisa mengurangi rasa menyesal dan nggak nyaman.
Proses tersebut nggak berbeda dengan anak-anak, Bun. Kata Adele, anak-anak juga merasa terbantu jika orang tua mau mendengarkan dan menunjukkan respons empati. Tapi sayangnya, nggak semua orang tua bisa menunjukkan empati sealami mungkin.
Adele mengatakan, kebanyakan kita tumbuh dengan menyangkal perasaan. Agar lancar dalam berbicara kita harus belajar dan memperaktikkan metode bagaimana membantu
anak mengetahui perasaannya. Beberapa di antaranya, cobalah mendengarkan anak dengan penuh perasaaan dan ketahui perasaannya dengan respons yang alami. Misalnya "Oh..." atau "...Mmm, seperti itu."
(rdn)