Jakarta -
Orang tua mana yang nggak bangga saat melihat anaknya
cerdas dan berprestasi. Tapi jangan sampai karena ambisi kita sebagai orang tua, anak berprestasi karena terpaksa ya, Bun.
Psikolog pendidikan Mia Marissa Kumala beberapa waktu lalu bilang anak itu punya
kecerdasan yang bervariasi. Menurutnya Howard Gardner ada kecerdasan logis-matematis, kecerdasan interpersonal, kecerdasan linguistik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan kinestetis.
Mungkin kita pintar matematika ya, Bun, tapi bukan berarti anak serta-merta punya kecerdasan yang sama. Karena itu nggak seharusnya kita paksakan si kecil les matematika demi punya prestasi yang sama dengan kita saat kita kecil dulu.
Atau yang sering terjadi orang tua saat kecil ingin sekali jago suatu bidang, misalnya musik. Nah, karena nggak kesampaian, anaknya lalu diarahkan ikut berbagai macam les musik, padahal minat dan kecerdasannya bukan di musik.
"Sebaiknya orang tua memahami bahwa kecerdasan anak bervariasi. Bisa dikembangkan di aspek yang lain. Kita sebagai orang tua perlu menerima dan menghargai kemapuan anak. Anak jangan sampai jadi ambisi orang tuanya," saran Mia yang terlibat dalam membuat tes-tes untuk program Anak Cerdas Indonesia (ACI).
Hmm, kasihan juga ya, Bun, si kecil kalau kita paksa ikut ini dan itu, padahal sebenarnya dia nggak berminat. Atau nih, misalnya si kecil sebenarnya punya kecerdasan yang lain, tapi nggak kita sadari dan malah kita arahkan sesuai yang kita mau. Tentu anak bisa tertekan dan malah stres sendiri ya. Mungkin mereka berprestasi, tapi lebih karena paksaan dan ingin menyenangkan orang tuanya semata.
Nabila Dian Nirmala, salah satu juri di ACI menambahkan salah satu hal yang paling penting dalam mendukung kecerdasan anak adalah bukan dengan menjejalinya dengan les, Bun. Tapi menurutnya antara lain dengan memberikan kesempatan pada anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Hal itu bisa dimulai dari hal-hal sederhana yang sifatnya sehari-hari lho, Bun. Misalnya kalau untuk anak empat tahun diberi tantangan makan sendiri atau pakai baju sendiri, jangan kita terus-terusan membantunya.
Anak Cerdas Indonesia/ Foto: dok. Trans7 |
"Kalau anak nggak pernah coba nggak akan pernah tahu bisa atau nggak. Salah nggak apa-apa, karena nanti jadi tahu bagaimana membetulkannya," ucap Dian.
Termasuk ketika anak sudah mulai masuk usia sekolah, kita juga jangan terus-terusan membantu anak hanya karena ingin cepat dan nggak ingin anak kena marah di sekolah. Contohnya kalau sudah usia SD sebenarnya bisa tuh, Bun, menyiapkan bekal dan air minum sendiri.
"Sering kali karena terlalu sering dibantu orang tua, kesempatan belajar anak jadi kurang, anak minim pengalaman," tambah Dian.
Nah, di ACI, anak-anak yang terlibat dalam program ini dilihat kemampuannya dalam mengatasi persoalan sehari-hari. Saat anak bisa menghadapi lingkungannya dengan baik, meskipun ada berbagai tuntutan, ini juga termasuk anak yang cerdas lho. Karena anak cerdas nggak harus selalu diukur dengan nilai akademisnya semata.
Anak Cerdas Indonesia/ Foto: dok. Istimewa |
Hari ini, Minggu 11 Maret 2018 pukul 18.00 WIB, jangan lewatkan ya, Bun, acara final pengumuman pemenang
ACI di Trans7. Siapa tahu kita jadi lebih termotivasi untuk memahami kecerdasan si kecil dan membantunya untuk lebih memaksimalkan kecerdasan yang dimilikinya.
(Nurvita Indarini)