Jakarta -
Anak-
anak Indonesia ternyata rajin bangun pagi lho. Iya, ada 11,1 persen anak Indonesia yang bangun tidur sebelum 05.30. Sedangkan yang bangun tidur di pukul 06.00 mencapai 31,9 persen.
Coba deh, Bun, bandingkan dengan anak-
anak dari tiga negara lain yakni Jepang, China, dan Finlandia. Anak-anak yang bangun pukul 05.30 kurang dari tiga persen lho. Sedangkan yang bangun pukul 06.00 kurang dari 13 persen.
Lalu kapan anak-anak dari tiga negara itu umumnya bangun? Ternyata mereka kebanyakan baru bangun tidur pukul 07.00.
Demikian dijelaskan Direktur PT Benesse Indonesia, Daisuke Okada, dalam keterangan tertulis yang diterima HaiBunda. Nah, fakta ini merupakan hasil Survei Benesse Educational Research and Development (BERD) Institute milik Benesse Corporation yang merupakan perusahaan pelayanan pendidikan di Jepang.
Survei dilakukan kepada Ibu-Ibu yang memiliki anak usia 4-6 tahun dari Finlandia, Cina, Jepang, dan Indonesia pada tahun lalu. Di Indonesia, survei dilakukan kepada 900 responden yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Meski bangun lebih pagi daripada anak-anak dari tiga negara lainnya, tapi ternyata waktu anak Indonesia di sekolah, dalam hal ini pendidikan anak usia dini (PAUD) lebih singkat. Ditemukan data 89,8 persen anak Indonesia menghabiskan waktu kurang dari 4 jam di PAUD nih, Bun.
Sedang anak-anak China yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam di PAUD mencapai 50 persen. Nah, anak-anak di Finlandia 44 persen menghabiskan waktu lebih dari 8 jam di PAUD. Sementara anak-anak Jepang 10 persen.
"Lamanya anak-anak di Jepang, China, dan Finlandia menghabiskan waktu di PAUD karena banyak orang tua di sana adalah wanita pekerja," terang survei tersebut.
Menanggapi survei ini, Ketua Asosiasi Pendidikan Guru PAUD, Dr Sofia Hartati, M.Si mengatakan waktu kebiasaan anak berbeda-beda di setiap negara, tergantung pada sistem pendidikan anak usia prasekolah, kebudayaan, agama, dan iklim. "Di Indonesia, kesadaran keluarga lebih kuat dikarenakan adanya pengaruh dari agama, mereka cenderung mengharapkan anaknya menjadi sosok yang memegang peranan dalam keluarga," tutur Sofia.
(Nurvita Indarini)