Jakarta -
Bunda termasuk yang setuju memberikan
reward bagi anak saat mereka berbuat baik atau nggak? Jika iya, cocok banget menerapkan reward chart bagi anak seperti yang dilakukan penyanyi Adele.
Meskipun memang ya, Bun, ada yang bilang sistem
reward nggak bagus buat anak. Kalangan yang kontra berpendapat hal ini sama saja mengajarkan anak untuk mau 'disuap'. Sedangkan yang pro berpendapat reward bukanlah suap.
Seorang psikoterapis yang berspesialisasi dalam perilaku anak yang juga anggota Direktori Konseling, Simon Mathias, mengatakan reward chart semakin populer. Ya, makin banyak orang tua yang menggunakan cara ini. Demikian seperti dikutip dari Huffington Post.
Katanya, dengan reward chart, jadi jelas dan terlihat apa yang perlu dilakukan anak. Selain itu terlihat juga kemajuan yang dicapai anak. Semakin banyak poin dalam reward chart, artinya semakin anak berusa berbuat baik atau sesuai aturan.
Tapi, kita sebagai orang tua juga harus menggunakannya dengan benar, Bun. Nah, ini beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menerapkan reward chart:
1. Pastikan Usia Anak Sudah TepatKata Simon, reward chart paling efektif saat balita sampai usia sekolah dasar. Di rentang usia 3 sampai 12 tahun umumnya efektif diterapkan.
2. Putuskan Tugas dan Penghargaan yang Didapat Diskusi bersama anak. Foto: thinkstock |
Simon bilang orang tua harus memutuskan bersama anak terkait apa yang perlu dilakukan, berapa lama perilaku ini harus berlangsung, dan bentuk penghargaan apa yang harus diberikan.
"Yang terbaik adalah memiliki beberapa tugas saja daripada membuat daftar panjang tugas," saran Simon.
Jadi sebelum menerapkan reward chart, yuk kita duduk bersama si kecil dan susun satu set 'aturan' sehingga kita dan anak-anak tahu dengan jelas apa yang akan dicapai dari reward chat. Misalnya nih, Bun, saat anak-anak melakukan semua tugas dan mendapatkan lima bintang (penghargaan), apakah anak akan diajak ke toko mainan kesukaannya?
Perlu kesepakatan pula, misalnya apakah anak-anak harus mendapatkan jumlah bintang tertentu dalam sehari.
3. Hadiah Tidak Perlu MahalSaat anak berperilaku yang baik dan sudah mengumpulkan beberapa bintang untuk ditukar hadiah, sebaiknya sejak awal kita tetapkan hadiah yang terjangkau tapi bikin anak happy. Misalnya menghadiahinya bermain ke taman kesukaannya atau pergi nonton film di bioskop.
4. Jangan Tarik Hadiah Sebagai Konsekuensi Negatif
 Jangan gunakan reward shart sebagai alat konsekuensi. Foto: Hasan Al Habsy |
Ketika anak bertingkah laku yang kurang baik, kita mendisplinkannya dengan cara yang biasa kita lakukan, Bun. Jadi jangan menggunakan reward chart sebagai alat konsekuensi atas hal negatif yang diakukan anak.
Contohnya gini, Bun, saat anak nggak pulang kerumah tepat waktu, yang mana hal ini nggak diatur dalam reward chat, maka jangan mendisiplinkan dengan menarik hadiah yang seharusnya bisa didapat anak dengan menukarkan bintangnya.
"Anak Anda mendapatkan penghargaan untuk perilaku yang dapat diterima," jelas Action for Children.
Tapi kalau perilaku anak-anak tidak dapat diterima maka kita harus memberi mereka konsekuensi yang sesuai. "Jika seorang anak melakukan kesalahan, mereka cenderung tidak mendapatkan bintang di bagan mereka, yang berarti mereka akan kehilangan hadiah secara keseluruhan, bukan yang tiba-tiba kita menarik hadiah yang seharusnya mereka dapatkan dari perbuatan baiknya.
5. Jangan Menyogok AnakHadiah dan suap itu beda ya. NHS menyatakan orang tua bisa membantu anak belajar dengan memberi mereka imbalan karena berperilaku baik. Misalnya, puji anak-anak atau beri mereka makanan favorit mereka untuk camilan.
Tetapi jangan berikan anak hadiah sebelum mereka melakukan apa yang yang seharusnya mereka lakukan. Kalau hadiah didapatkan lebih dulu, maka itu namanya suap.
6. Bahas dan Tinjau Reward Chart Secara Teratur
 Tinjau ulang reward chart bareng anak. Foto: ilustrasi/thinkstock |
Setelah beberapa minggu menjalankan reward char, mungkin kita ingin mengubah tujuan atau tugas yang ingin diselesaikan anak. Bisa kok kita tinjau lagi reward chart yang sudah kita susun bersama anak.
Menurut psikolog anak dari Tiga Generasi Anna Surti Ariani atau Nina, memberi apresiasi ketika anak berprestasi atau melakukan hal baik itu penting, Bun. Yang perlu diingat prestasi itu nggak melulu soal berpiala atau secara akademik aja.
"Misal, makan sendiri, itu juga prestasi lho. Terus meningkat jadi anak makannya dihabiskan, nanti bisa meningkat lagi anak habis makan, piringnya ditaro di dapur sendiri. Sederhana, tapi itu prestasi," tutur Nina beberapa waktu lalu.
Nah, Bunda lebih suka menggunakan cara yang seperti apa saat anak berperilaku baik?
(Nurvita Indarini)