Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Bikin Haru! Kisah di Balik Bisa Berdirinya Bocah 4 Tahun

Amelia Sewaka   |   HaiBunda

Minggu, 08 Jul 2018 07:04 WIB

Tahu nggak, Bun? Ada kisah haru lho di balik bisa berdirinya seorang bocah berumur 4 tahun ini. Yuk simak bersama.
Bikin Haru! Kisah di Balik Bisa Berdirinya Bocah 4 Tahun/Foto: Instagram
Jakarta - Mungkin buat beberapa orang tua adalah hal yang biasa melihat anak bisa berdiri di usianya. Namun, berbeda ceritanya dengan bocah ini.

Gadis cilik bernama Maya Tisdale yang berusia 4 tahun sangat gembira ketika akhirnya dia bisa berjalan. Bagaimana tidak, Bun, saat Maya berusia satu tahun, ia didiagnosisi cerebral palsy atau kondisi gangguan di otot dan saraf.

"Dokter memerhatika dan bilang ada yang tidak beres dalam tumbuh kembang Maya," kata sang ibu, Ann Tisdale dilansir Up North Live.

Nah, di bulan Mei lalu Maya menjalani operasi untuk membantu meringankan kondisinya. Prosedur yang disebut operasi rhizotomi dorsal selektif ini dilakukan untuk membantu meningkatkan kelenturan otot dengan memotong batang akar saraf yang mengirimkan sinyal abnormal ke otot. Dokter mengatakan umumnya anak-anak yang habis menjalani operasi ini bisa berjalan dalam waktu 6-12 bulan pasca operasi.



Karena, butuh waktu sampai akhirnya anak benar-benar pulih dan ototnya bisa terbangun dengan sempurna. Pada Maya, tujuh minggu setelah menjalani operasi dan prosedur lainnya dia sudah bisa berjalan. Kebahagiaan keluarga Ann dibagikan di media sosial dan jadi viral.

Dalam rekaman video yang diunggah Ann terlihat Maya sangat semangat dan bahagia bahkan berteriak, 'Yes! Saya bisa berjalan'. Nggak cuma Maya, orang tua dan kakaknya ikut menikmati keberhasilan Maya. So sweet ya, Bun. Selama pengobatan, Maya mendapat banyak bantuan dari berbagai piha baik masyarakat maupun individu.

"Sulit dipercaya rasanya bahwa orang-orang mau menjadi bagian bersejarah dari Maya dengan berbagai cara. Jadi, kami ingin berbagi langkah pertama Maya sebagai ucapan terima kasih karena telah membantu dan mendukung kami hingga saat ini," tutur ayah Maya, Toby Tisdale.

[Gambas:Instagram]



Maya menjalani terapi lima kali seminggu. Selama itu pula dukungan keluarga dan orang terdekat nggak putus didapat Maya. Semua anjuran dokter dilakukan dan terbukti, dengan tekad luar biasanya Maya berhasil berjalan.

"Ia ingin berlari dan bermain dengan teman-temannya. Tapi dia tidak pernah mengeluh tentang hal itu. Berkat operasi itu, Maya juga bisa tidur sepanjang malam tanpa bangun kesakitan karena otot-ototnya mengencang dan menyempit," tutur Ann kepada Global News.

Saat anak sakit memang yang lebih merasakan sakit lagi adalah orang tua. Kalau aja bisa penyakit yang dialami si kecil pindah ke tubuh kita, sebagai ibu kita pasti rela kok. Karena pada dasarnya nggak ada orang tua yang mau melihat anaknya sakit. Ya kan, Bun? Dalam kondisi menghadapi si kecil yang sedang sakit cukup berat, ada yang namanya secondary trauma stress.

"Secondary trauma stress adalah kondisi yang dialami oleh seseorang yang sedang mendampingi orang lain yang sedang mengalami stres, misal karena sakit kronis. Dan pada akhirnya kita ikut kena stres juga," kata Retno Dewanti Purba, psikolog edukasi mental.



Menurut psikolog yang akrab disapa Neno ini, kita sangat mungkin lho mengalami kondisi ini ketika dihadapkan dalam keadaan mengurus orang yang dicintai sakit, apalagi jika sakitnya yang langka atau kronis dan membutuhkan dana banyak. Ciri secondary trauma stress antara lain merasa gamang, mudah nangis, dikuasai oleh perasaan negatif, merasa lelah mental, lesu, lelah fisik dan merasa gagal. Produktivitas juga menurun dan merasa tidak punya harapan.

Karena itu, orang tua juga harus memiliki kepekaan terhadap kondisinya sendiri. Mengenali kapan kita mulai stres dan harus minta bantuan, serta membuka diri terhadap pihak lain.

"Coba mapping terhadap orang-orang dalam lingkungan terdekat. Bentuk safety net yang siap mengulurkan tangan di saat kita perlukan. Baik itu dukungan mental atau psikologis, maupun finansial," tutur Neno. (aml/rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda