Jakarta -
Anak dengan autisme kadang memiliki kesulitan dalam berkomunikasi. Nah, untuk mengajak anak dengan
autisme berkomunikasi salah satu cara yang bisa dilakukan yakni dengan menerapkan metode sensasi. Pada dasarnya metode sensasi merupakan ilmu seni yang digunakan sebagai metode terapi.
Metode sensasi yakni metode stimulasi sensori berbasis kreatif yang merupakan aspek-aspek dalam seni yaitu audio, visual dan kinetis. Nah, Dr Anne Nurfarina MSn, direktur Art Therapy Center (ATC) Widyatama melakukan riset tentang metode sensasi ini untuk disertasinya, Bun. Kemudian, Anne menerapkan metode sensasi sebagai salah satu terapi di ATC Widyatama. ATC Widyataman merupakan lembaga pendidikan kesenian di Bandung yang mendidik anak berkebutuhan khusus sebagai realisasi misi mencerdaskan anak bangsa baik untuk anak reguler maupun penyandang disabilitas.
"Pada anak dengan autisme intinya metode sensasi ini mencari interestnya anak dulu. Saat kita tahu interestnya, lalu anak respons maka dari situ kita bisa memasukkan unsur atau pelajaran lain dan akan lebih mudah," tutur Anne di tengah konferensi pers 'Andien Berkolaborasi dengan Art Therapy Center (ATC) Widyatama Persembahkan Pameran Warna-warna: Warna dalam Perpektif Anak-anak Berkebutuhan Khusus' di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta Selatan baru-baru ini.
Untuk anak dengan autisme Anne menjelaskan semua prosesnya butuh waktu sekitar 3 tahun. Berdasarkan pengalamannya, Anne melakukan metode ini maksimal 4 kali seminggu dan di tahap eye contact. Kata Anne, metode ini merupakan dasar dari sistem belajar bagi siswa ATC Widyatama untuk membangun behaviour, skill dan kemampuan bekerja lewat sinergi aspek spiritual, budaya, sosial dan dunia usaha di bidang industri kreatif.
Nanti siswa dilatih kemampuannya agar bisa memahami ilmu yang dipelajari, teknis dan konsep serta lingkungan dunia kerja. Kenapa anak penyandang autis yang diberi metode ini? Kata Anne anak dengan autisme paling sulit berkomunikasi.
"Pada kasus-kasus sulit, saat sudah melakukan 4 kali pertemuan dan mereka udah merespons maka kita bisa bukakan 'pintu masuk' yang lain seperti pintu sosial, budaya, politik dan stimulus lainnya. Bagian penting yaitu buka pintu di awalnya dulu nih," papar Anne.
Kendala saat 'buka pintu' ini juga cukup banyak seperti pembelajaran di usia yang terlambat. Anne bercerita, tak sedikit orang tua mengantar anaknya yang penyandang autis di usia remaja atau 15 tahun ke atas. Pada usia tersebut harusnya behaviour dasar sudah terbangun tapi karena terlambat, jadi banyak yang tertinggal.
"Vocabnya nggak ada bahkan untuk bicara aja sulit. Kompleksitas pada
anak segitu udah tinggi, belum lagi kalau datang jam biologisnya," kata Anne.
Karena itu, Anne sering melakukan campaign ke masyarakat dan menekankan bahwa terapis terbaik anak adalah orang tuanya sendiri asal tahu strateginya. Dikatakan Anne, metode sensasi juga bisa diterapkan untuk anak yang tidak menyandang disabilitas.
"Parameter kita pada anak dengan autisme karena membangun komunikasi ke mereka aja udah sulit. Karena itu kita startnya dari sesuatu yang sulit dengan indikator yang sederhana yaitu eye contact. Saat anak sudah mampu eye contact dan berani say 'Hi' itu berarti mereka sudah bisa berkomunikasi," ungkap wanita lulusan fakultas seni rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Anne menekankan terapi ini bukan untuk menyembuhkan anak penyandang autis ya, Bun, melainkan meningkatkan grade bersosialisasinya. Hal terpenting di awal pendekatan anak harus nyaman dulu dan kita tahu kesenangan dia apa. Begitu kesenangan anak bisa menarik interestnya dan
anak mampu berkomunikasi dan 'buka pintu', di situlah kita bisa masukkan unsur lain.
"Jangan anak yang kita tarik ke 'pintu kita' tapi kita yang kenali dan masuk 'pintu anak'. Terapi ini murah banget asal tahu strateginya, sebenarnya ini temuan umum dan udah lama. Saya cuma merumuskan aja," tutur Anne.
(aml/rdn)