Jakarta -
Baru-baru ini, penyanyi
Vidi Aldiano membuat pengakuan, Bun. Pria 29 tahun ini ternyata pernah mengalami depresi sampai membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit.
Dikutip dari
InsertLive, pelantun
Nuansa Bening ini menuturkan, hal yang menyebabkan dia depresi adalah karena ambisinya selalu ingin tampil sempurna. Ia pun kerap merasa kecewa jika hal yang diinginkan tidak sesuai rencana.
"Tapi kalau buat gue pribadi sih, tekanan dari gue diri sendiri sih. Jadi gue itu orangnya sangat perfeksionis, jadi
if I don't achieve something yang gue mau, terkadang
I put a blame on my self, itu sih yang enggak sehat," akunya.
Pengalaman kelamnya tersebut kini jadi pembelajaran dalam hidupnya. Ia pun mulai terbuka dengan sesuatu yang terkait kesehatan mental. Serta saat ini, dia lebih berpikiran positif dan tidak lagi menyalahkan diri sendiri.
"Dari situ, saya kayak lebih terbuka sama mental health issue, kayak seberapa pentingnya kesehatan mental, dari awal tahun sampai kemarin sih," ujar Vidi.
Melansir
Health Line,
depresi diklasifikasikan sebagai gangguan suasana hati. Ini dapat digambarkan sebagai perasaan sedih, kehilangan, atau kemarahan yang mengganggu aktivitas sehari-hari seseorang. Bahkan bisa memengaruhi hubungan dan beberapa kondisi kesehatan kronis.
Ada beberapa kemungkinan penyebab depresi, bisa karena biologis hingga keadaan. Penyebab umumnya meliputi riwayat keluarga, pernah mengalami trauma di usia dini, struktur otak, kondisi medis, serta penggunaan obat-obatan.
Selain penyebab tersebut, beberapa faktor risiko lainnya termasuk, merasa rendah diri atau krisis terhadap diri sendiri, riwayat pribadi penyakit mental, mengalami peristiwa tertentu seperti kehilangan orang yang dicintai, masalah ekonomi, dan perceraian.
Depresi bisa dialami siapa saja, Bun, tidak terkecuali anak-anak atau lebih seringnya remaja. Mengutip
Greater Good Magazine, dikatakan Jill Suttie, Psy.D., seperti halnya orang dewasa, remaja sering kali harus menghadapi situasi sosial dan emosional yang sulit, misalnya pertemanan yang berubah, hubungan romantis menjadi suram, kekecewaan dalam pekerjaan mereka, juga tekanan prosedur akademis. Karena otak dirancang untuk meningkatkan emosi selama masa remaja, mengatasi tantangan ini bisa sangat sulit.
"Itu membuat remaja lebih rentan terhadap depresi," ujar Suttie.
Lebih lanjut, Suttie menuturkan, dalam sebuah penelitian, cara orang tua merespons anak remajanya yang mengalami kesulitan akibat tekanan tugas, bisa memengaruhi kemampuan mereka dalam menangani kecemasan. Ini menunjukkan bahwa orang tua dapat membantu anak-anak mereka menghadapi tantangan emosional, dengan memberi contoh respons emosional positif.
"Melatih kesadaran dengan tidak menghakimi atas emosi, pikiran, dan pengalaman seseorang, dapat membantu orang tua tetap tenang ketika berinteraksi dengan remaja, dan membantu remaja menghindari depresi, kecemasan, dan penggunaan narkoba," terang Suttie.
Simak pula cerita Vidi ini, Bun.
[Gambas:Video 20detik]
(yun/muf)