Jakarta -
Penyidik KPK,
Novel Baswedan, yang lahir pada 22 Juni 1977 bukanlah anak dari keluarga berada. Menyadari hal itu, Novel kecil tumbuh jadi anak yang tak banyak bertingkah atau sombong. Malah, dia jadi anak pendiam, pemalu, bahkan cenderung mengalah pada orang lain.
Ibunda Novel, Fatmah menceritakan kehidupan Novel yang prihatin saat kecil. "Keluarga kami kurang mampu. Waktu itu, untuk makan sehari-hari saja susah. Kami tinggal di sebuah kampung, namanya Kampung Sumur Umbul, Semarang," tutur Fatimah yang menikah dengan Salim Baswedan pada 1971.
Saat mengandung Novel, tak ada masalah yang dialami Fatmah. Hanya saja, saat lahir Novel dalam posisi sungsang, Bun. Meski begitu, ketika dicek ke dokter beberapa kali, kondisi anak kedua dari empat bersaudara itu baik-baik saja. Di usia 5 tahun, Novel dikenalkan dengan dunia pendidikan dan lingkungannya. Dia sekolah di TK Nurul Ulum.
Novel Baswedan kecil pun mulai belajar bermain dengan teman sebaya juga belajar mengenal huruf dan angka. Kata Fatmah, Novel kecil orangnya pendiam dan pemalu. Enggak pernah keluar rumah, misalnya main layangan seperti anak-anak lain. Novel lebih sering ada di rumah dan teman-temannya yang datang bermain.
Sebagai ibu, Fatmah berusaha membeli mainan dan buku bacaan untuk Novel meski keuangannya pas-pasan. Ada satu peristiwa yang selalu dikenang Fatmah. Kala itu, ada pawai di sekolah dan Fatmah memakaikan Novel baju profesi polisi dan adiknya, Hafidz Baswedan dipakaikan sang bunda seragam Angkatan Laut.
"
Subhanallah, waktu itu saya hanya memakaikan Novel dengan seragam polisi. Saya tidak pernah meniatkannya atau mengharapkannya. Tapi akhirnya dia benar-benar jadi polisi," tutur Fatmah dalam buku
Biarlah Malaikat yang Menjaga Saya yang ditulis Zaenuddin HM.
Penakut, selalu diantar ke kamar mandi
Novel Baswedan/ Foto: Buku Biarlah Malaikat yang Menjaga Saya |
Memasuki usia sekolah dasar, Novel masih jadi sosok penakut, Bun. Berangkat sekolah pun dia diantar ibunya. Kata Fatmah, Novel memang tak pernah hafal jalan. Di luar jam belajar, dia cuma main di rumah, tak berani pergi jauh seperti teman-temannya.
"Semasa bocah, Novel itu orangnya penakut. Ke kamar mandi saja dia tidak berani, selalu diantar saya. Biasanya, dia sering
digangguin kakaknya, Taufik. Novel paling takut sama abangnya itu," ungkap Fatmah.
Novel Baswedan/ Foto: Buku Biarlah Malaikat yang Menjaga Saya |
Di mata sang adik, Hilda, Novel adalah anak rumah. Pernah suatu ketika Novel diganggu anak lain tapi dia tidak melawan, justru mengalah. Hingga akhirnya sang kakak yang membelanya.
Saat duduk di bangku SMP, barulah Novel menunjukkan keberanian dan kemandiriannya. Misalnya, ke sekolah tanpa diantar ibu. Bahkan, Novel sudah bekerja menjadi tukang bangunan untuk membantu biaya hidup keluarganya. Meski awalnya berat, Fatmah akhirnya mengizinkan Novel bekerja. Terlebih waktunya ketika Novel libur, jadi sekolahnya tak terganggu.
"Uang dari hasil kerjanya itu diberikan ke saya, kemudian saya kumpulkan. Setelah cukup banyak digunakan untuk membeli pakaiannya," kata Fatmah.
Novel Baswedan/ Foto: Buku Biarlah Malaikat yang Menjaga Saya |
Saat SMA, Novel bekerja dengan membantu pamannya berdagang material dan bahan bangunan, sepulang sekolah. Saat orang tuanya punya toko material, Novel beralih membantu menjaga toko material orang tuanya. Di sekolah pun, Novel dikenal sebagai sosok pendiam, alim, dan sederhana.
"Novel termasuk anak manis. Kalau ada kegiatan baca tulis Alquran dia ikut. Memang pendiam dan tidak pernah bermasalah dengan teman atau guru," kata guru
pendidikan agama Islam di sekolah Novel, SMA 2, Nur Badriyah.
Simak juga motif penyiraman air keras yang dialami Novel, berdasarkan keterangan tim pencari fakta kasus ini, dalam video berikut:
[Gambas:Video 20detik]
(rdn/som)