Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Kisah Pilu Bocah 4 SD Jadi Korban Pelecehan Seks Guru, Trauma Berat

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Jumat, 31 Jan 2020 19:29 WIB

Seorang anak perempuan kelas 4 SD mengalami post traumatic stress disorder (PTSD) setelah menjadi korban pelecehan seksual. Simak cerita lengkapnya berikut.
Ilustrasi anak korban kekerasan seksual/Foto: iStock
Jakarta -

Hati-hati dengan Predator Seksual. Itulah judul yang ditulis psikolog anak dan remaja Novita Tandry dalam postingan di akun Facebook miliknya baru-baru ini.

Novita menceritakan kisah anak kelas 4 SD yang menjadi korban pelecehan seksual, diperkosa dari anal dan vagina. Selama dua tahun sang anak menjadi korban pemerkosaan guru kelasnya sendiri.


Anak tersebut tidak berani menceritakan kisah ini ke orang tuanya karena takut. Selain itu, kesibukan ayah dan ibu membuatnya tidak bisa mencurahkan tindakan buruk yang dialaminya.

"Mama Papa terlalu sibuk, enggak pernah ada di rumah, selalu pulang malam dan terus berantem. Kalau sudah berantem terkadang tidak pulang ke rumah. Takut dimarahi juga," tulis Novita menirukan jawaban sang anak.

Pelecehan seksual ini bahkan terjadi di rumah anak tersebut, Bun. Lebih mengagetkan, disaksikan langsung oleh pengasuhnya.

Orang tua anak tersebut ternyata telah mengetahui kejadian ini. Mereka tahu bukan dari anaknya, melainkan teman baik sang anak yang bercerita ke orang tuanya.

Dua tahun belakangan, prestasi sang anak memang menurun. Sayangnya, orang tua anak ini menganggap pelecehan seksual tidak sepenting prestasi anaknya yang menurun. Kenapa?

"Kan gurunya sudah saya pecat, (anaknya) sudah pindah sekolah, masih kecil kok waktu kejadiannya," demikian jawaban orang tua yang ditulis Novita.

Tangkapan layar Facebook Novita TandryTangkapan layar Facebook Novita Tandry/ Foto: Facebook


Kini, kondisi sang anak mulai berangsur baik. Meskipun dia mengalami post traumatic stress disorder (PTSD) pada kondisi tertentu.

"Mulai berangsur tenang dan pelan-pelan bisa fokus, tapi PTSD yang dialami masih terkadang menghantui pada saat bertemu dengan orang yang mirip dengan mantan gurunya yang predator seks," ujar Novita.

Dari kejadian ini, Novita berpesan agar pandangan orang tua lebih terbuka. Terutama untuk mengajarkan pendidikan seks sejak dini pada anak, salah satunya tentang underwear rule.

"Ajarkan bahwa mereka (anak) tidak boleh membiarkan seseorang menyentuh bagian tubuh mereka yang tertutup pakaian dalam. Anak-anak juga diajarkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh milik orang lain," katanya.

Dihubungi HaiBunda, selain pendidikan seks, Novita mengatakan bahwa komunikasi antara orang tua dan anak juga penting. Anak bisa terbuka kalau diberi kesempatan untuk bicara.

"Bagaimana bisa terbuka kalau anak tidak diberi kesempatan untuk bicara. Anak berubah, itu mulai dari orang tua berubah. Kalau dimarahi terus, jadi males banget dan takut untuk bicara," ujar Novita.

Selain itu, sebenarnya tingkah laku orang tua juga harus diperhatikan, Bun. Misalnya, bagaimana seorang ayah memperlakukan istrinya di rumah dan di depan anak-anaknya.


Anak melihat contoh di dalam rumah. Suami yang merendahkan istrinya dengan kata-kata kasar, bisa bikin anak berpikir perempuan itu bisa diperlakukan kasar dan perempuan itu tidak perlu dihargai.

"Orang tua mau ajarkan anak sampai berbusa, kalau kita tidak memperlihatkan contoh perilaku dan teladan, ya sudah malah lebih parah. Anak-anak bisa berpikir ayahnya munafik, bisa ngomong saja tapi memperlakukan mamanya dengan kasar," pungkas Novita.

Simak juga kiat edukasi seks sejak dini, di video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

(ank/rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda