
parenting
Penyebab Bunda Berubah Lebih Galak Saat Jadi Guru buat Anaknya di Rumah
HaiBunda
Selasa, 29 Sep 2020 16:13 WIB

Jakarta - Selama pandemi COVID-19 melanda, anak-anak jadi belajar di rumah saja selama tujuh bulan terakhir. Mau tak mau, orang tua jadi banyak terlibat dalam mendampingi anak belajar di rumah. Bunbun ikut merasakan berat banget pada awalnya, tapi makin ke sini kok tetap saja terasa berat meski sudah mulai terbiasa ya. He-he-he.
Kenapa ya mengajar anak sendiri itu suka bikin emosi, alias Bunda jadi guru yang galak? Nora Painten yang sudah bertahun-tahun bekerja sebagai guru pra-sekolah, juga merasakan beratnya mengajar putranya yang masih TK dan sedang belajar membaca. Painten juga merasakan bagaimana frustasi ketika ia dan putranya mengambil buku baru, rasanya seperti memulai dari awal.
“Itu menjadi pengalaman yang sangat negatif bagi kami berdua,” kata Painten dikutip The Cut.
Meskipun berprofesi sebagai guru, Painten juga merasakan hal yang sama dengan ibu-ibu lain. Ia juga meninggikan suaranya dan menjadi lebih mudah frustrasi ketika mengajar anaknya. Padahal ketika di sekolah mengajar murid-muridnya, ia bisa lebih tenang. Bagi Painten, transisi ke pembelajaran di rumah telah menghadirkan tantangan yang tak terduga.
"Di kelas reguler saya, jika seseorang menginterupsi saya, saya akan menjadi sangat tenang dan positif - menjelaskan peraturan dengan tegas, tetapi juga dengan tujuan membangun hubungan baik,” tambahnya.
“Tapi dengan anak-anak saya sendiri, saya hanya seperti: apakah kamu bercanda? Apa-apaan ini, Bung?"
Painten pun menyerah untuk mencoba mengajari putranya untuk mulai bisa membaca tahun ajaran ini. Dia dan suaminya mendorong anak-anak mereka untuk menghabiskan waktu bersama di luar, dan mengerjakan proyek mandiri yang menarik minat mereka. Anak laki-lakinya yang lebih tua ingin memangkas, jadi mereka membelikannya kayu lunak dan pisau untuk dikerjakan.
Psikolog anak ternyata juga setuju bahwa hubungan dekat orang tua dan anak itu membuat lingkungan pendidikan lebih menantang, Bunda. Dr. Vasco Lopes, seorang psikolog sekolah dan profesor Columbia mengatakan, salah satu tantangan terbesar bagi orang tua itu mengelola kecemasan mereka sendiri, dan cenderung menolak melihat anaknya gagal, lebih senang berprestasi karena harga diri.
“Jika Anda memperhatikan anak-anak berjuang keras, Orang tua mulai berpikir, Ya Tuhan, apakah mereka tidak mampu mengerjakan matematika, apakah mereka akan mendapat nilai C dan D di kelas matematika dan kemudian sulit untuk masuk ke perguruan tinggi yang bagus? Mereka membawanya ke tingkat emosional,” kata Lopes.
Itu dari sisi orang tua, beda lagi dari pandangan anak, Bunda. Anak-anak lebih cenderung menganggap kritik orang tuanya itu sebagai penghinaan pribadi. “Jika orang tuamu mengatakan tidak, kamu melakukan kesalahan ini, anak-anak juga dapat menerimanya dengan cara yang terlalu emosional, di mana mereka menafsirkannya bukan hanya mereka sedang berjuang dengan tugas ini, tetapi mereka berpikir orang tuanya kecewa atau tidak senang dengan mereka, ” kata Lopes menjelaskan.
Bahkan pada anak-anak yang komunikasinya sehat dengan orang tua juga bisa stres. "Dalam situasi stres, informasi dapat melewati pusat pembelajaran di otak Anda dan langsung menuju ke respons emosional, merasa frustrasi, kewalahan, menyerah," kata Dr. Jennifer Cruz, direktur klinis program psikiatri pediatrik di New York.
Dr. Richard Gallagher, Associate Professor of Child and Adolescent Psychiatry di NYU, mengatakan bahwa dalam banyak kasus, anak-anak dengan masalah perilaku cenderung lebih banyak bertindak di rumah, tanpa adanya tekanan sosial di sekolah.
"Mereka tahu apa yang harus dilakukan agar orang tua mereka bersimpati. Mereka tahu apa yang harus dilakukan agar orang tua mereka frustrasi. Mereka juga tahu apa yang akan dilakukan orang tua mereka jika mereka berperilaku tidak baik. Tapi ketika mereka di sekolah, mereka tidak selalu tahu persis apa yang akan dilakukan seorang guru, dan ada juga struktur otoritas secara keseluruhan, "katanya.
Apalagi saat ini, banyak juga orang tua menerapkan gaya pengasuhan yang lebih permisif, sehingga orang tua lebih sulit untuk menetapkan batasan bagi anak-anak mereka, dan bagi anak-anak untuk menghormati mereka.
Kathleen Minke, direktur Asosiasi Nasional Psikolog Sekolah menekankan pentingnya kesabaran dan struktur. Tetapi orang tua juga perlu mengendurkan diri dan memprioritaskan hubungan.
"Menjaga hubungan yang positif dan produktif dalam keluarga sangat penting, dan itu harus mendahului kekhawatiran tentang apakah Anda melakukan X di jam sekolah setiap hari atau tidak," ujarnya.
Namun, banyak orang tua mungkin merasa itu adalah pilihan yang mustahil. Penelitian menunjukkan bahwa melewatkan konsep dasar dapat berdampak lama bagi pencapaian akademik dan prospek karier anak-anak, dan mengancam untuk meningkatkan angka putus sekolah di masa depan.
Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psi., seorang Psikolog Anak dan Keluarga pernah mengatakan, proses bertumbuh dan berkembang bagi si kecil, termasuk juga proses belajar, sangat tergantung pada kehangatan interaksi si kecil bersama orang tuanya.
"Walaupun mungkin Bunda bukan seorang guru di sekolah, penting sekali bagi Bunda agar bisa menjadi guru buat si kecil di rumah. Kembalikan konsep orang tua sebagai guru pertama dan utama bagi si kecil," papar Anna, dalam rilis beberapa waktu lalu.
aBunda, simak juga yuk cerita dokter Lula Kamal yang pernah kewalahan ngurus anak sambil S2 di luar negeri:
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Parenting
Nafa Urbach Sedih Putrinya Kecewa Gagal Masuk Sekolah di Awal 2021

Parenting
4 Tips Dukung Anak Belajar di Rumah, Utamakan Komunikasi Bun

Parenting
4 Tips Mendukung Anak Belajar di Rumah dengan Aman dan Nyaman

Parenting
Corona Belum Reda, Orang Tua Tak Rela Anak ke Sekolah & Pilih Unschooling?

Parenting
Gratis, Ini 10 Website Edukasi untuk Anak Belajar dan Bermain di Rumah


5 Foto
Parenting
Sarwendah & Betrand Peto Vaksin COVID Bareng, Intip Potret Keduanya Bun
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda