HaiBunda

PARENTING

Orang Tua Sering Marah-marah, Anak Besarnya Juga Emosional?

Melly Febrida   |   HaiBunda

Jumat, 29 Jan 2021 07:05 WIB
Ilustrasi orang tua emosional/ Foto: iStock

Dua anak dari keluarga yang berbeda memiliki emosi yang berbeda. Misalnya saja si A, anaknya sabar dan enggak mudah ngegas. Berbeda dengan B sedikit-sedikit ngegas, marah-marah, atau pesimis. Hal ini bisa karena pengaruh gaya pengasuhan orang tuanya di rumah.

Ketika anak gampang marah, Ayah dan Bunda bisa introspeksi diri. Hal tersebut karena gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak.  

"Apabila anak dikembangkan dalam bahasa keluarga yang emosinya positif maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif.  Akan tetapi, kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa, dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka emosi anak akan menjadi negatif," kata Dr. Nenny Mahyuddin, M.Pd., dalam buku Emosional Anak Usia Dini.

Nenny mengatakan, salah satu fungsi keluarga yakni sosialisasi nilai keluarga seperti bagaimana anak berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu, melalului contoh yang diberikan orangtua bagaimana individu mengeksplorasi emosinya.  


"Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak," jelasnya.  

Yang enggak kalah penting, lanjut Nenny, keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi. Sebab, dari keluargalah anak pertama kali mendapatkan pengalaman. 

"Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and grow) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya," ujar Nenny.  

Selain keluarga, beberapa faktor lain juga mempengaruhi perkembangan emosional anak:

1. Keadaan anak

Keadaan individu anak, misalnya cacat tubuh atau kekurangan pada diri anak akan sangat memengaruhi perkembangan emosional. Bahkan keadaan anak berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkungannya.  

2. Faktor belajar

Nenny mengatakan, pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah.  

Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi sedikit kepuasan atau tidak sama sekali. Anak belajar dengan mencontoh. 

"Di sini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya," ujarnya.

3. Konflik

Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses.  Namun jika anak tidak dapat mengatasi konflik, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi.  

Bunda jangan marahi anak di depan publik ya. Ini sebabnya:

(som/som)

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Atisha Anak Dewi Lestari Sudah Gadis dan Tinggi Melebihi Ibunda, Intip Potretnya

Mom's Life Amira Salsabila

Diskon Daging Ayam hingga Anggur Muscat, Belanja Hemat di Tanggal Tua

Mom's Life Tim HaiBunda

Sempat Diterpa Gosip, 5 Potret Romantis Chicco Jerikho Bareng Putri Marino & Sang Anak

Mom's Life Amira Salsabila

5 Potret Victoria Anak Laura Theux Belajar Tidur Sendiri di Usia 12 Bulan

Parenting Nadhifa Fitrina

Dukan Diet, Cara Cepat Turunkan BB Tanda Rasa Lapar & Tersiksa

Mom's Life Annisa Karnesyia

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Atisha Anak Dewi Lestari Sudah Gadis dan Tinggi Melebihi Ibunda, Intip Potretnya

Diskon Daging Ayam hingga Anggur Muscat, Belanja Hemat di Tanggal Tua

Suka KPop Demon Hunters? Ini 7 Film Animasi Musikal Netflix Terbaik Rating Tertinggi

Sempat Diterpa Gosip, 5 Potret Romantis Chicco Jerikho Bareng Putri Marino & Sang Anak

Dukan Diet, Cara Cepat Turunkan BB Tanda Rasa Lapar & Tersiksa

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK