parenting
Serba-serbi Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus, Bunda Sudah Tahu?
Selasa, 30 Mar 2021 12:17 WIB
Anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan gangguan autisme, memiliki masalah dalam berbagai aspek. Terapi okupasi pun menjadi salah satu proses belajar yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus.
Dikutip dari Autism Speak, terapi okupasi adalah sistem belajar yang membantu seseorang melatih keterampilan kognitif, fisik, sosial, dan motoriknya.
Baca Juga : Mengenali Ciri-ciri Anak Autis dari Wajahnya |
Hal ini bertujuan untuk melatih kemampuan anak berkebutuhan khusus melakukan aktivitas sehari-hari. Diharapkan nantinya anak bisa tumbuh lebih mandiri dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas.
Dengan kata lain, terapi okupasi dilakukan dengan harapan mampu meningkatkan perkembangan anak, membantu meminimalkan risiko terlambat berkembang dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Khusus untuk anak dengan gangguan autisme, program terapi okupasi sering kali berfokus pada keterampilan bermain, belajar, dan perawatan diri. Strategi terapi okupasi juga dapat membantu mengelola masalah sensorik.
Siapa saja yang butuh terapi okupasi?
Terapi okupasi umumnya dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus, termasuk anak yang memiliki tantangan fisik akibat gangguan seperti cerebral palsy atau cedera otak traumatis.
Selain itu, anak dengan autisme mungkin tidak memiliki disabilitas fisik, tetapi banyak yang berjuang dengan tantangan khusus. Beberapa tantangan tersebut di antaranya:
- Kelemahan otot
- Disfungsi sensorik (terlalu banyak atau terlalu sedikit respons terhadap sentuhan, suara, cahaya, bau, atau rasa)
- Kesulitan dengan kemampuan (kurangnya koordinasi)
- Kurangnya keterampilan meniru yang biasanya membantu anak mengembangkan keterampilan bermain dan keterampilan hidup sehari-hari
Semua tantangan ini dapat dibantu dan diatasi melalui berbagai bentuk terapi okupasi. Khusus untuk anak dengan autisme, terapis memiliki keahlian khusus untuk terapi bermain, terapi menulis, terapi integrasi sensorik, terapi keterampilan sosial, atau bahkan terapi perilaku.
Menurut American Occupational Therapy Association (AOTA), beberapa masalah kesehatan pada anak yang juga membutuhkan terapi okupasi di antaranya:
- Cedera lahir atau cacat lahir
- Cedera traumatis (otak atau sumsum tulang belakang)
- Gangguan pada proses belajar
- Masalah kesehatan mental atau perilaku
- Patah tulang atau cedera ortopedi lain
- Terlambat tumbuh kembang
- Memiliki riwayat spina bifida dan amputasi traumatis
- Multiple sclerosis, cerebral palsy, dan penyakit kronis lain
Proses penetapan program terapi okupasi
Agar lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan, dokter dan/atau terapis biasanya akan memulai program terapi dengan mengevaluasi tingkat kemampuan anak.
Evaluasi melihat pada beberapa bidang, termasuk bagaimana kemampuan anak saat belajar, bermain, merawat diri, berinteraksi dengan lingkungan.
Berdasarkan evaluasi ini, dibuat target dan strategi yang memungkinkan anak untuk mengerjakan keterampilan utama. Beberapa contoh tujuan umum meliputi kemandirian, melakukan aktivitas harian, dan keterampilan motorik.
Khusus untuk keterampilan motorik halus di antaranya seperti menulis, mewarnai, dan memotong dengan gunting.
Hal-hal lain yang juga diamati yakni kemampuan anak menggunakan benda-benda di sekitarnya, menulis di buku atau papan tulis, serta memberi respons terhadap lingkungan sekitarnya.
Terapi okupasi biasanya dilakukan selama 30-60 menit per sesi, bergantung pada kebutuhan masing-masing anak.
Agar pemberian terapi bisa sesuai dengan kebutuhan anak, jangan lupa juga untuk konsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis rehabilitasi medis, ya. Dokter akan mendampingi anak selama terapi, serta memberikan rekomendasi alat bantu sesuai kebutuhan.
Di mana terapi okupasi dilakukan?
The Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) menyebutkan bahwa program intervensi terapi okupasi idealnya dilakukan di lingkungan asli anak.
Anak diharapkan bisa belajar dan beradaptasi lebih baik jika terapi dilakukan di tempat ia biasa beraktivitas alias di rumah. Kegiatan bersama keluarga juga biasa dilakukan di rumah, sehingga anak bisa lebih nyaman.
Selain di rumah, terapi okupasi juga bisa dilakukan di lingkungan lain seperti taman bermain, daycare, atau sekolah.
"Terapi sebaiknya dilakukan di tempat di mana anak terbiasa beraktivitas dan mempraktikkan keterampilan tersebut,” tutur ahli terapi okupasi Debra Rhodes.
Demikian ulasan tentang terapi okupasi untuk anak berkebutuhan khusus. Ingat ya, Bunda, tetap sabar saat mendampingi anak belajar dan jangan teburu-buru ia tetap bisa menikmati waktu terapinya.
Jika terlalu dipaksa dan anak tidak nyaman, bisa jadi rencana terapi okupasi yang sudah dibuat tidak dapat terlaksana dengan baik lho, Bunda.
(som/som)