Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

5 Cerita Pendek Anak Nusantara, Sarat Pesan Moral untuk Si Kecil

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Selasa, 20 Apr 2021 13:17 WIB

Mendongeng
5 Cerita Pendek Anak Nusantara, Sarat Pesan Moral untuk Kehidupan/ Foto: iStock
Jakarta -

Mendongeng dapat menjadi aktivitas seru untuk mengajari anak nilai-nilai moral kehidupan. Salah satunya dongeng yang bisa dikenalkan adalah cerita pendek anak nusantara yang sarat pesan positif, Bunda.

Menurut psikolog klinis, dra.Ratih Ibrahim, M.M, dongeng dapat menjadi cara kita mengenalkan budaya Indonesia pada si Kecil. Pada akhirnya, cerita ini bisa bikin anak mencintai kebudayaan itu sendiri.

"Mendongeng cerita rakyat bisa mengenalkan anak dan membuatnya cinta kebudayaan Indonesia. Pengetahuan anak juga akan bertambah luas," kata Ratih, beberapa waktu lalu.

Tak hanya itu, mendongeng juga menjadi metode efektif untuk menstimulasi perkembangan bahasa, kognitif, motorik halus, dan ekspresi emosi anak. Apalagi, metode bercerita ini menyenangkan, Bunda.

"Mendongeng adalah cara super efektif untuk mengajar dan menstimulasi semua tingkat kecerdasan anak dan tanpa disadarinya, anak senang," ujar Ratih.

Indonesia begitu luas dan memiliki bermacam-macam kebudayaan. Cerita anak nusantara pun banyak berasal dari daerah-daerah serta kebudayaan Indonesia.

Secara turun-menurun, cerita anak nusantara begitu dikenal karena sering didongengkan di sekolah atau di rumah. Nah, dikutip dari buku 100 Cerita Rakyat Nusantara oleh Dian K, berikut 5 cerita anak nusantara penuh pesan moral dan didongengkan ke si Kecil:

1. Malin Kundang

Cerita Malin Kundang berasal dari daerah Sumatera Barat, Bunda. Dalam kisah ini diceritakan hidup seorang ibu dan putranya yang bernama Malin Kundang.

Hidup ibu dan anak ini serba kekurangan. Meski begitu, sang ibu selalu berusaha keras untuk memberikan kehidupan yang layak untuk anak laki-lakinya.

Ketika Malin beranjak dewasa, dia pergi merantai bersama seorang saudagar kaya. Ia pun berjanji akan pulang dan menjemput ibunya setelah kaya raya.

"Malin akan pulang setelah berhasil. Malin akan menjemput ibu. Doakan Malin ya," katanya pada sang ibu sebelum pergi.

Bertahun-tahun kemudian, Malin Kundang berhasil menjadi pedagang yang kaya. Ia pun menikah dengan putri seorang kepala kampung. Sayangnya, kehidupannya yang bergelimang harta membuat Malin lupa dengan sang ibu. Ia malam berbohong dengan sang istri dan mengaku bahwa ibunya telah meninggal dunia.

Suatu hari, Malin dan istrinya terpaksa berlabuh ke pulau tempat kampung halamannya karena cuaca buruk. Istri Malin juga memaksa suaminya untuk turun ke pulau dan membeli ikan. Malin cemas karena dia takut bertemu ibunya.

Saat dia turun dari kapal, semua orang menyambunya dan menyebutnya 'saudagar kaya'. Tak jauh dari situ, ibu Malin yang kebetulan sedang membantu nelayan, melihat sosok putranya. Ia lalu mendekat untuk memastikannya.

"Malin...Malin Kundang anakku," kata sang ibu langsung memeluk Malin.

"Hei, kau wanita tua, diapa kau hingga berani memanggilku anakmu?"

Istri Malin lalu berusaha menengahi dan meminta sang ibu menunjukkan bukti bahwa Malin adalah anaknya. Ibu Malin pun mengatakan luka di tangan Malin yang telah ada sejak kecil. Istri Malin pun menyadari bahwa ucapan wanita tua di hadapannya memang benar.

"Suamiku, mengapa kau mengingkari ibumu sendiri?" tanya istri Malin.

Malin Kundang tak peduli dan tetap tak ingin mengakui ibunya. Sang ibu lalu meratap dan tepat saat itu hujan deras. Tiba-tiba petir menyambar tetap di kaki Malin dan mendadak tubuhnya menjadi kaku seperti batu. Malin amat ketakutan dan dia menyadari telah durhaka dan berdosa pada ibunya.

"Ibu, tolong ampuni aku. Tolong selamatkan aku," teriak Malin.

Ibu Malin berusaha menolong tapi terlambat karena anaknya sudah berubah menjadi batu. Dari cerita ini, anak bisa mendapatkan pesan moral untuk menepati janji, serta tidak durhaka kepada orang tua.

2. Kisah Si Raja Parkit

Kisah Si Raja Parkit merupakan cerita rakyat yang berasal dari Aceh. Diceritakan di sebuah huta rimbun, ada sekelompok burung parkit yang dipimpin oleh seorang raja. Kehidupan mereka amat tenang dan bebas mencari makanan di dalam hutan.

Suatu hari, datang seorang pemburu yang memasang perangkap besar untuk menangkap burung-burung. Malang bagi parkit, mereka akhirnya terjebak dalam perangkap. Mereka mulai gelisah dan takut sehingga Sang Raja Parkit berusaha menenangkan.

"Sebenarnya pemburu ini bisa saja menangkap kita dengan cara melukai. Namun, dia tak melakukannya karena pasti ingin menangkap kita dalam keadaan hidup," kata Raja Parkit.

"Aku punya ide, ayo semua berpura-pura mati. Dia pasti kecewa dan akan melepaskan kita," lanjutnya.

Burung-burung parkit pun setuju. Mereka lalu berpura-pura mati sampai pemburu itu datang. Pemburu pun merasa kecewa karena melihat burung tangkapannya mati semua. Ia lalu membuka perangkap untuk memastikan. Saat itu, semua burung terbang melarikan diri.

Namun, malang bagi Raja Parkit, dia tertinggal di dalam perangkap. Pemburu itu marah besar karena merasa dibohongi.

Raja Parkit memohon agar pemburu tak mencelakai teman-temannya dan dia bersedia untuk dipelihara. Setiap hari, Raja Parkit menghibur pemburu dengan suara merdunya.

Suatu hari, seorang raja di kerajaan mendengar suara merdu Raja Parkit dan meminta pemburu menyerahkannya dengan imbalan sekantong uang emas. Raja Parkit pun akhirnya dipelihara raja di istana. Namun, dia tidak bahagia dan jatuh sakit karena terkurung dalam kandang.

Raja kecewa karena Raja Parkit sudah tidak bisa bernyanyi. Ia pun melepaskanya.

"Ia sudah tua, sudah tidak berguna lagi," kata Raja.

Raja Parkit lalu dibebaskan dan terbang ke pucuk pohon paling tinggi. Ia kemudian bernyanyi dengan karas hingga teman-temannya mendengar dan segera menjemputnya.

Sekarang Raja Parkit kembali hidup bahagia di hutan. Ia kembali berkumpul dengan teman-temannya seperti dulu.

Animasi burungAnimasi burung/ Foto: iStock

3. Timun Mas

Timun Mas bercerita tentang seorang wanita tua bernama Mbok Sarni yang hidup sendiri di tengah hutan. Ia begitu kesepian dan ingin memiliki anak.

Suatu hari saat berdoa meminta anak, ada raksasa yang lewat dan mendengarnya. Ia lalu berkata akan mengabulkan permintaan Mbok Sarni dengan sebuah syarat.

"Tapi ada syaratnya. Nanti saat dia berusia enam tahun, aku akan menjemputnya dan menyantapnya. Jadi, uruslah dia dengan baik-baik," kata raksasa itu.

Mbok Sarni tak punya pilihan dan setuju. Raksasa lalu memberikannya segenggam biji timun dan meminta Mbok Sarni untuk menanamnya.

Beberapa bulan kemudian, timun-timun itu tumbuh subur. Mbok Sarni lalu melihat seorang bayi perempuan cantik di dalam salah satu timun yang berwarna emas. Bayi itu lalu digendongnya dan diberi nama Timun Mas.

Saat Timun Mas menginjak usia enam tahun, raksasa kembali dan menagih janjinya pada Mbok Sarni. Raksasa berteriak dan meminta Timun Mas diserahkan padanya.

"Kembalilah dua tahun lagi. Saat ini, dia masih kecil dan kurus," kata Mbok Sarni.

Raksasa pun kesal, tapi dia tak punya pilihan karena tak ingin menyantap anak kurus. Ia pun setuju untuk kembali dua tahun lagi.

Mbok Sarni dan Timun Mas terus berdoa untuk mencari jalan keluar. Suatu hari, keduanya bertemu seorang pertapa yang melintasi hutan. Mbok Sarni lalu menceritakan kisahnya pada pertapa itu.

"Jika raksasa itu datang, larilah dengan kencang. Terimalah empat bungkusan ini dan lemparkan satu per satu saat kau lari," kata pertapa itu kepada Timun Mas.

Dua tahun kemudian, raksasa itu datang kembali dan Timun Mas segera melarikan diri. Raksasa marah dan mengejarnya.

Timun Mas lalu membuka bungkusan dari pertama dan melempar isinya, yakni biji timun. Biji-biji timun itu kemudian berubah menjadi ladang timun membuat raksasa sulit berjalan karena terjerat batang-batang pohon timun.

Isi bungkusan kedua adalah jarum yang berubah menjadi pohon bambu yang lebat. Meski tubuhnya terluka pohon bambu, raksasa itu tak menyerah dan terus mengejar Timun Mas.

Panik, Timun Mas lalu melemparkan isi bungkusan yang ketiga berisi garam. Garam itu lalu berubah menjadi lautan yang luas. Raksasa tak menyerah dan berhasil menyeberangi sungai.

Timun Mas akhirnya melemparkan isi bungkusan terakhir yang berisi terasi. Terasi lalu berubah menjadi lautan lumpur panas yang membuat raksasa terperosok dan tidak mampu mengejar Timun Mas.

"Aduh, panas...panas!" teriak raksasa.

Timun Mas pun berlari dan kembali ke rumahnya. Sejak saat itu, raksasa tidak pernah lagi muncul dan mengganggu hidup Timun Mas dan Mbok Sarni.

Timun Mas merupakan cerita rakyat yang berasal dari Jawa Tengah, Bunda. Dari cerita ini, si Kecil dapat belajar untuk berani dan tidak takut menghadapi kejahatan.

4. Si Pitung

Si Pitung adalah kisah pahlawan dari DKI Jakarta. Dikisahkan pada zamannya, ada tuan tanah yang berkuasa bernama Babah Liem.

Ia dan anak buahnya sering merampas harta rakyat dan menarik pajak tinggi. Sebagian hasil rampasan itu diberikan pada pemerintah Belanda, yang saat itu menjajah Indonesia.

Suatu hari, Si Pitung bertekad untuk melawan anak buah Babah Liem. Ia lalu berguru pada Haji Naipin, seorang ulama yang pandai ilmu bela diri.

"Pitung, gunakan ilmu yang kuberikan untuk membela orang-orang yang tertindas, Jangan sekali-kali engkau gunakan ilmu ini untuk menindas orang lain," demikian pesan Haji Naipin.

Si Pitung pun mulai beraksi melawan anak buah Babah Liem. Ia berhasil mengalahkan mereka. Sejak saat itu, dia mengabdikan diri untuk membela rakyat jelata dan bertekad mengembalikan harta rakyat yang diambil Babah Liem.

Para tuan tanah dan pemerintah Belanda tak suka dengan Si Pitung dan berusaha menangkapnya. Namun, Si Pitung amat cerdik dan berhasil lolos karena selalu berpindah tempat.

Pemerintah Belanda pun menggunakan cara licik, yakni menangkap ayah Pitung dan Haji Naipin. Salah satu pejabat bernama Schout Heyne mengumumkan, jika Si Pitung tidak menyerah, maka kedua orang itu akan dihukum.

Mendengar kabar tersebut, Pitung lalu menyerahkan diri. Ia pun diancam akan dihukum tembak karena dianggap meresahkan.

"Kau tidak keliru? Bukannya kau dan para tuan tanah itu yang meresahkan orang banyak? Aku tidak takut dengan ancamanmu," kata Pitung.

Schout Heyne lalu kesal dan marah. Ia pun memerintahkan anak buahnya untuk mengikat Pitung. Jagoan ini benar-benar ditembak hingga tak bernyawa.

Hidup Si Pitung berakhir di ujung peluru, namun kisah kepahlawanannya tetap dikenang. Dari cerita Si Pitung, Bunda bisa mengajarkan anak semangat untuk membantu yang lemah ya. Jangan menyerah, tapi juga harus cerdik.

5. Keong Mas

Dahulu kala, hidup kakak beradik yang bernama Dewi Galuh dan Candra Kirana. Dewi Galuh adalah pendengki dan dia tidak suka saat Pangeran Inu Kertapati hendak melamar adiknya. Dewi Galuh pun menemui nenek sihir untuk membatalkan rencana pernikahan sang adik.

"Jangan khawatir, besok adikmu akan menghilang dan kau bisa menikahi Pangeran," kata nenek sihir pada Dewi Galuh.

Keesokan harinya, Candra Kirana benar-benar hilang. Nenek sihir ternyata menyihirnya jadi keong mas dan dia dilempar ke tengah lautan.

Candra Kirana dapat kembali ke wujud aslinya bila Pangeran Inu Kertapati berhasil menemukannya. Tapi, menurut nenek sihir, itu semua mustahil.

Sejak saat itu, Keong Mas alias Candra Kirana hidup terombang-ambing di lautan. Hingga suatu hari seorang nenek nelayan menemukannya dan membawanya pulang.

Nenek itu menyimpan Keong Mas di dalam tempayan. Saat nenek bangun keesokan hari, dia mendapati meja dapurnya telah penuh dengan hidangan lezat. Meski heran, dia tetap memakannya.

Nenek akhirnya bertekad mencari tahu siapa yang menyediakan makanan untuknya. Ia lalu mengetahui bahwa Keong Mas lah yang melakukan semua itu dalam wujud Candra Kirana. Keduanya lalu berkenalan dan Candra Kirana menceritakan kisah hidupnya pada sang nenek. Ia pun diperbolehkan tinggal di sana.

"Kau boleh tinggal di sini. Yakinlah, suatu saat Pangeran Inu Kertapati akan menemukanmu," kata sang nenek.

Benar saja, selama ini Pangeran Inu Kertapati selalu mencari Candra Kirana. Namun, dia tidak pernah menemukan karena selalu dihalangi nenek sihir.

Suatu hari, ada seorang kakek sakti yang menolong pangeran dari jeratan sihir. Ia pun menunjukkan keberadaan Candra Kirana.

Pangeran Inu Kertapati lalu menemukan rumah si nenek di sebuah desa. Nenek lalu menunjukkan Keong Mas yang ada di tempayannya.

Saat itulah, kutukan dari nenek sihir lenyap. Keong Mas berubah wujud menjadi Candra Kirana.

Pangeran lalu membawa Candra Kirana pulang. Kebohongan Dewi Galuh pun terungkap dan dia mengakui telah meminta bantuan nenek sihir untuk menyingkirkan adiknya.

Candra Dewi tidak marah, dia justru memaafkan kakaknya. Berkat kegigihan Pangeran Inu Kertapati dan kesabaran Candra Kirana, keduanya kini hidup bahagia.

Dari cerita asal Jawa Timur ini, anak bisa mendapatkan pesan moral untuk gigih, tak pantang menyerah, tapi juga harus sabar. Percayalah bahwa kejahatan pasti akan kalah dengan kebaikan.

(ank)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda