
parenting
Dongeng Anak: Kisah Matahari dan Bulan
HaiBunda
Rabu, 13 Oct 2021 08:00 WIB

Dongeng anak sebelum tidur kali ini mengangkat judul Kisah Matahari dan Bulan, Bunda. Berikut kisah selengkapnya.
Tahukah kalian ? Sebenarnya Matahari dan Bulan adalah sepasang kakak dan adik lho. Matahari sang kakak, sangat menyayangi adiknya, Bulan. Begitu pula dengan Bulan yang selalu ikut kemanapun kakaknya pergi.
Baca Juga : Dongeng Anak: Kotak Istimewa Titi Tupai |
Saat ayam jantan berkokok, Matahari bergegas turun ke bumi untuk memancarkan sinarnya, sehingga para penduduk bumi dapat memasak, menjemur pakaian, dan bercocok tanam di sawah. Saat Matahari menyapa dengan sinarnya yang hangat, penduduk bumi pun melambaikan tangannya dan menyapanya dengan ramah.
"Hai Matahari, terima kasih sudah menerangi kami hari ini...lihatlah, semua tanamanku tumbuh dengan subur karena sinarmu yang hangat."
"Terima kasih kembali Paman petani."
Jawab Matahari dengan ramah.
"Selamat pagi Matahari, terima kasih sudah menyinari kami...lihatlah semua jemuranku kering karena sinarmu yang cerah."
Bibi tampak semringah karena jemurannya kering semua.
"Wah...terima kasih kembali Bibi."
Matahari tersenyum dengan Bahagia melihat penduduk bumi dapat beraktivitas dengan bantuan sinarnya.
Namun Bulan tampak murung
"Wahai adik Bulan, ada apakah gerangan? Mengapa wajahmu tampak murung?"
"Kakak, mengapa semua orang menyapamu sedangkan aku tidak? Apakah karena sinarku tak seterang sinarmu ?" tanya Bulan dengan wajah murung.
"Hmm...tentu saja tidak adik, sepertinya mereka terburu-buru melanjutkan pekerjaannya. Sudah tidak perlu bersedih...ayo kita lanjutkan lagi mengelilingi bumi, kita sinari mereka dengan sinar kita yang hangat."
Lalu mereka pun kembali berkeliling, menyinari bumi bersama- sama.
Keesokan harinya, terdengar ayam jantan berkokok dengan nyaringnya. Namun Matahari belum nampak bersiap-siap untuk turun ke bumi.
Bulan nampak kebingungan dan mencari kakaknya, Matahari.
"Kakak Matahari, kenapa kau belum bersiap-siap untuk turun ke bumi?" tanya Bulan pada kakaknya yang masih terbaring di tempat tidurnya.
"Adik Bulan, sepertinya kemarin aku terlalu bersemangat menyinari bumi, dan sekarang badanku rasanya capek sekali."
"Wah...lalu bagaimana dengan penduduk bumi kak? Pasti mereka akan kesulitan jika kita tidak menerangi mereka," ujar Bulan dengan penuh kebingungan.
"Hmm...bagaimana kalau hari ini kau turun ke bumi tanpaku, adik Bulan?"
"Waduh...aku tidak berani kakak."
"Kakak yakin kau pasti bisa, adik Bulan. Para penduduk bumi akan bahagia dan menyapamu dengan ramah."
Mata Bulan tampak berbinar-binar membayangkan para penduduk bumi akan menyapanya dengan ramah, seperti saat mereka menyapa kakaknya, Matahari.
"Baiklah kakak Matahari...aku akan turun ke bumi dan menerangi para penduduk bumi dengan sinarku."
Dengan penuh semangat, Bulan turun ke bumi. Disiapkannya sinarnya yang paling terang, juga senyum yang paling manis untuk para penduduk bumi.
Saat turun ke bumi, segera dihampirinya Paman Petani.
"Sepertinya Paman Petani membutuhkan sinarku agar tanamannya dapat tumbuh dengan subur," gumam Bulan dalam hati
"Halo Paman petani, bagaimana kabarmu hari ini? Apakah tanamanmu tumbuh dengan subur?" Tanya Bulan dengan ramah.
"Oh..halo Bulan, aku sedang menunggu kakakmu, Matahari. Lihatlah, semua tanamanku layu karena Matahari tak bersinar hari ini," jawab Paman petani dengan murung.
Bulan tampak sedih mendengar cerita dari paman petani, lalu bergegas pergi mencari Bibi yang menjemur cuciannya di pagi hari.
"Selamat pagi Bibi, bagaimana kabarmu hari ini? Apakah semua cucianmu kering?" tanya Bulan pada Bibi yang sedang menjemur pakaian.
"Selamat pagi Bulan yang cantik...lihatlah semua cucianku masih basah, tak ada satupun yang kering karena Matahari tak bersinar hari ini."
Wajah Bibi tampak murung, sama seperti wajah Paman petani.
Bulan menjadi semakin sedih, lalu memutuskan untuk kembali ke langit.
Hari itu bumi menjadi gelap gulita, tanpa kehadiran Matahari dan Bulan. Para penduduk bumi tak dapat beraktivitas seperti biasanya. Tanaman-tanaman menjadi layu, anak-anak tidak dapat belajar, dan cucian pakaian mereka tak ada yang kering.
"Adik Bulan, mengapa kembali? Bagaimana dengan penduduk bumi?"
Matahari tampak kebingungan melihat Bulan kembali ke langit lebih awal.
"Kakak...aku sedih sekali, ternyata sinarku tak seterang sinarmu, aku tak dapat menyinari bumi sepertimu." Wajah Bulan tampak semakin murung.
" Adikku, begini saja...bagaimana kalau kita bergantian menyinari bumi? Saat pagi hingga menjelang petang, aku akan menyinari bumi, supaya para penduduk bumi dapat terus beraktivitas, dan tanaman dapat tumbuh dengan subur."
"Lalu kapan giliranku kak?"
"Nah...kau akan menyinari bumi saat waktunya para penduduk bumi beristirahat. Di malam hari, sinarmu yang lembut akan menemani mereka beristirahat, bergurau dengan keluarganya di rumah, hingga mereka tertidur. Bagaimana? Setuju?"
"Wah...ide yang bagus, aku setuju kak."
Baca Juga : 6 Dongeng Anak Sebelum Tidur yang Mendidik |
Akhirnya sejak saat itu Matahari dan Bulan bergantian menyinari bumi. Para penduduk Bumi sangat gembira melihat Matahari kembali menyinari bumi di pagi hari.
Tanaman-tanaman dapat tumbuh kembali dengan subur. Dan di malam hari, mereka dapat beristirahat dengan nyaman, dengan sinar Bulan yang menyinari mereka dengan lembut.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda